Akhirnya ia mencoba menjadi penulis naskah sandiwara. Collin, direktur badan keuangan kerajaan, kemudian menjadi cukongnya yang menentukan hidupnya kemudian. Collinlah yang membantu agar Hans bisa mendapat pendidikan yang baik dan belajar terus.
Tahun 1829 di teater kerajaan di Kopenhagen, sandiwara Andersen dipentaskan. Judulnya: "Cina di menara Nicolai". Sambutan penonton lumayan, tetapi dikritik habis-habisan oleh para kritikus.
Pada usia 24 tahun, Hans Christian Andersen sudah keluar masuk rumah orang-orang terkemuka di Denmark sebagai pujangga yang kontroversial. Sejak itu ia selalu berada di salah satu pun atau sedang dalam perjalanan.
Baca juga: Bagai Dongeng, Penulis Buku Anak Ini Menikah Dengan Gelandangan Hanya Gara-gara Mata
Waktu itu sedang mode bagi kaum ningrat untuk mengundangnya ke istana mereka masing-masing. Mereka suka memamerkan Hans yang bisa mendongeng demikian bagus ini kepada tamunya.
Ia mendapat sukses pertama dengan buku roman autobiografinya yang sedih dengan judul "Improvisator" dan "O.Z". Setelah dongengnya "Gadis dan Korek api", "Klaus besar dan Klaus kecil", "Tom si Jempol" muncul, ia juga menjadi terkenal di luar Denmark.
Terutama di Jerman dongengnya banyak dibaca. Kontan penulisnya diundang ke istana-istana Jerman.
Sejak itu Hans Christian Andersen tidak kekurangan uang lagi, namun ia tidak mempunyai "keluarga". Dua wanita yang dilamar, menolaknya. Ia jatuh hati pada anak perempuan seorang pedagang Fuenen Riborg . Voigt, tetapi gadis tersebut sudah bertunangan pada waktu itu.
Baca juga: Bak di Negeri Dongeng, Inilah 5 Desa Terpencil yang Super Indah di Dunia
Surat perpisahannya terus dibawa-bawa dalam kantong kulit di dadanya sampai ia menghembuskan napas penghabisan.
Penyanyi tenar Jenny Lind juga tidak ada minat untuk mengadakan hubungan permanen dengan dia.
Di satu pihak, Andersen rriendambakan suatu keluarga, tetapi sebaliknya ia mempunyai jiwa petualang dan berkeliling Eropa terus. Dalam salah satu dari 36 perjalanan jauhnya ia sampai ke Turki, lewat Sisilia, Portugal sampai ke Skotlandia.
"Dalam perjalanan itu, saya belajar lebih banyak dari buku apapan juga", kata penulis yang sudah mulai tua itu. "Hidup adalah sekolah yang paling baik," katanya.
Dalam perjalanan itu ia telah banyak bergaul dengan tokoh-tokoh zamannya, dari Charles Dickens sampai Ludwig Tieck dan dari Victor Hugo sampai Hemrich Heine.
Biarpun ia disambut hangat di keluarga-keluarga kerajaan Eropa, rekan-rekannya sezaman tidak semua tertarik pada penampilannya.
"Rupanya seperti tukang jahit. Orangnya kurus, pipinya cekung dan sikapnya menunjukkan bahwa ia takut berbuat salah," tulis Heinrich tentang Andersen.
Andersen bukanlah pejuang golongan sosial rendah, tempat asalnya. Tujuannya ialah menjadi tenar dan bergaul dengan orang terkenal. Dua-duanya telah tercapai. Selain itu, ia telah membuat bacaan untuk seluruh dunia. (Manfred Leier – Intisari Februari 1981)
Baca juga: Layaknya Dongeng Snow White, Cermin Pintar Ini Bisa Menilai Kecantikan Seseorang
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR