Masih banyak faktor lain yang mempengaruhi nilai uang panai, seperti sang gadis misalnya sudah berhaji atau belum.
Meski demikian, nilai uang panai biasanya masih bisa didiskusikan oleh keluarga kedua calon mempelai.
Mengapa mahal?
Nilai uang panai yang mahal kerap dipertanyakan. Konon zaman dulu, para orangtua ingin melihat keseriusan sang pria dalam melamar anak wanitanya sehingga sang pria betul-betul berusaha mengupayakan uang panai untuk mendapatkan wanita pujaan hatinya.
"Makanya susah untuk mendapatkan orang suku Bugis Makassar, tapi susah pula lepasnya atau bercerai. Dalam artian, tingginya harga panai akan membuat pihak lelaki akan berpikir seribu kali untuk menceraikan istrinya karena ia sudah berkorban banyak untuk mempersunting istrinya. Pada uang panai itulah dilihat kesungguhan sang pria untuk mendapatkan wanita pujaan hatinya," kata Budayawan Sulawesi Selatan Nurhayati Rahman, Sabtu (11/3/2017).
Dosen Universitas Hasanuddin ini mengatakan, uang panai merupakan penghargaan pria kepada sang gadis yang ingin diperistri.
Menurut dia, uang panai menunjukkan dengan jelas bahwa warga Bugis sangat menghargai keberadaan perempuan sebagai makhluk Tuhan yang sangat berharga sehingga tak sembarang orang dapat meminang wanita Bugis.
Kawin lari
Dengan mahalnya uang panai, lanjut Nurhayati, banyak pasangan kekasih yang terkendala ketika hendak menikah.
Oleh karena itu, banyak pula yang memilih menentang tradisi dan mengambil jalan pintas dengan kawin lari atau disebut dengan "silariang".
"Bagi orang Bugis Makassar, silariang itu peristiwa yang sangat memalukan karena bersangkut paut dengan malu atau 'siri' atau aib yang menjadi beban keluarga sepanjang hidupnya," tuturnya.
Dalam tradisi Bugis Makassar, lanjut Nurhayati, silariang identik dengan kematian, tetapi mati bukan dalam arti dicari lalu dibunuh. Mati di sini bermakna dipaoppangi tana atau telah ditelungkupi atau ditutup dengan tanah.
"Jadi pelaku dianggap telah mati, tidak ada negosiasi, tidak ada rekonsiliasi, seumur hidup. Bahkan beberapa generasi tidak akan diterima lagi untuk kembali ke keluarganya selamanya dan seterusnya. Biasanya pelaku pergi merantau dan membuang diri dan tidak akan kembali lagi seumur hidup sampai beranak cucu," tuturnya.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR