Intisari-Online.com – Berita tentang pernikahan di Jeneponto, Sulawesi Selatan sedang ramai dibicarakan. Hal ini cipicu oleh besarnya uang mahar yang diberikan oleh mempelai pria.
Menurut informasi yang dihimpun tribunnews.com, uang panai Anjas cukup fantastis, Rp1 milliar, satu rumah mewah, satu mobil mewah Alphard, tiga kilogram emas bertabur berlian dan satu hektar tanah.
(Baca juga: Tamu Penikahan di Jeneponto Ini Terkejut saat Sang Mempelai Pria Ucapkan Mahar yang Diberikan)
Tentang mahalnya uang panai ini pernah diulas oleh Hendra Cipto melalui tulisan berjudul “’Uang Panai’, Tanda Penghargaan untuk Meminang Gadis Bugis-Makassar” yang sudah tayang di kompas.com pada 13/3/2017. Berikut ini artikel lengkapnya.
---
"Uang panai" atau uang belanja untuk pengantin mempelai wanita yang diberikan oleh pengantin pria merupakan tradisi adat suku Bugis-Makassar di Sulawesi Selatan.
Uang panai ini sejak dulu berlaku sebagai mahar jika pria ingin melamar wanita idamannya hingga sekarang. Namun, uang panai ini biasanya menjadi beban bagi pria untuk melamar wanita idamannya.
Pasalnya, nilai uang panai sebagai syarat adat untuk membiayai pesta perkawinan untuk pengantin wanita tidaklah sedikit. Nilainya bahkan bisa mencapai miliaran rupiah.
Uang panai memiliki kelas sesuai dengan strata sang wanita, mulai dari kecantikan, keturunan bangsawan, pendidikan, hingga pekerjaannya.
Pengaruh faktor pendidikan misalnya, jika gadis yang akan dilamar memiliki pendidikan sebagai sarjana strata 1, harga panai akan lebih mahal dari gadis lulusan SMA, sedangkan perempuan lulusan S2 akan jauh lebih mahal dari perempuan lulusan S1.
(Baca juga: Nikahi Wanita yang 31 Tahun Lebih Tua, Pria Ini Keluarkan Mahar Hingga Rp50 Juta, Alasannya?)
Sebagai contoh, jika uang panai bagi perempuan lulusan SMA senilai Rp 50 juta, maka uang panai bagi gadis berpendidikan S1 diperkirakan Rp75 juta hingga Rp100 juta. Untuk perempuan berketurunan bangsawan, nilai uang panai bisa mencapai miliaran rupiah.
Masih banyak faktor lain yang mempengaruhi nilai uang panai, seperti sang gadis misalnya sudah berhaji atau belum.
Meski demikian, nilai uang panai biasanya masih bisa didiskusikan oleh keluarga kedua calon mempelai.
Mengapa mahal?
Nilai uang panai yang mahal kerap dipertanyakan. Konon zaman dulu, para orangtua ingin melihat keseriusan sang pria dalam melamar anak wanitanya sehingga sang pria betul-betul berusaha mengupayakan uang panai untuk mendapatkan wanita pujaan hatinya.
"Makanya susah untuk mendapatkan orang suku Bugis Makassar, tapi susah pula lepasnya atau bercerai. Dalam artian, tingginya harga panai akan membuat pihak lelaki akan berpikir seribu kali untuk menceraikan istrinya karena ia sudah berkorban banyak untuk mempersunting istrinya. Pada uang panai itulah dilihat kesungguhan sang pria untuk mendapatkan wanita pujaan hatinya," kata Budayawan Sulawesi Selatan Nurhayati Rahman, Sabtu (11/3/2017).
Dosen Universitas Hasanuddin ini mengatakan, uang panai merupakan penghargaan pria kepada sang gadis yang ingin diperistri.
Menurut dia, uang panai menunjukkan dengan jelas bahwa warga Bugis sangat menghargai keberadaan perempuan sebagai makhluk Tuhan yang sangat berharga sehingga tak sembarang orang dapat meminang wanita Bugis.
Kawin lari
Dengan mahalnya uang panai, lanjut Nurhayati, banyak pasangan kekasih yang terkendala ketika hendak menikah.
Oleh karena itu, banyak pula yang memilih menentang tradisi dan mengambil jalan pintas dengan kawin lari atau disebut dengan "silariang".
"Bagi orang Bugis Makassar, silariang itu peristiwa yang sangat memalukan karena bersangkut paut dengan malu atau 'siri' atau aib yang menjadi beban keluarga sepanjang hidupnya," tuturnya.
Dalam tradisi Bugis Makassar, lanjut Nurhayati, silariang identik dengan kematian, tetapi mati bukan dalam arti dicari lalu dibunuh. Mati di sini bermakna dipaoppangi tana atau telah ditelungkupi atau ditutup dengan tanah.
"Jadi pelaku dianggap telah mati, tidak ada negosiasi, tidak ada rekonsiliasi, seumur hidup. Bahkan beberapa generasi tidak akan diterima lagi untuk kembali ke keluarganya selamanya dan seterusnya. Biasanya pelaku pergi merantau dan membuang diri dan tidak akan kembali lagi seumur hidup sampai beranak cucu," tuturnya.