Advertorial
Intisari-Online.com- Pada musim panas tahun 536 M, awan aneh muncul di langit Eropa Selatan, Afrika Utara, dan Asia Barat.
Juga disebut sebagai 'tabir debu,' awan itu telah menjerumuskan banyak wilayah ke dalam tahun-tahun dingin gelap yang suram.
Perubahan ini dicatat oleh sejarawan Bizantium, Procopius sebagai matahari yang memberikan terangnya tanpa kecemerlangan.
Tak hanya itu, Procopius juga menulis tentang penyakit dan perang yang diakibatkan oleh pemblokiran cahaya matahari itu.
Baca Juga:Kurs Ringgit Juga Anjlok, Ekonomi Malaysia Melemah, Ekonomi Indonesia Kok Malah Tumbuh Pesat?
Selama bertahun-tahun, para sejarawan dan ilmuwan bertanya-tanya apa yang menyebabkan Procopius dan penulis lainnya begitu menyoroti perubahan cuaca yang mencolok itu.
Atas fenomena alam itu, penelitian modern pun telah memberikan beberapa teori yang menarik.
Sebagian besar wilayah lain di dunia, setidaknya di belahan bumi utara diketahui dipengaruhi oleh awan.
Studi tentang lingkaran pohon antara tahun 536 hingga 551 menunjukkan pertumbuhan pohon yang lebih sedikit di Cina, Eropa, dan Amerika Utara.
Kurangnya radiasi matahari yang mencapai bumi menghasilkan suhu yang lebih rendah dan pola cuaca yang tidak normal.
Hal itu juga berpengaruh pada jumlah produksi pertanian yang lebih rendah dan mengakibatkan kelaparan, serta peningkatan gangguan sosial dan politik.
Bahkan pandemi mematikan melanda Kekaisaran Bizantium pada 541-542, yang dikenal sebagai Wabah Justinian.
Lebih jauh, wabah itu menyebabkan kematian sepertiga dari populasi itu.
Baca Juga:John McCain Meninggal Karena Kanker Otak: Benarkah Main Ponsel 15 Jam Sehari Bisa Jadi Pemicunya?
Procopius menggambarkan beberapa gejala mengerikan seperti demam dan pembengkakan di seluruh tubuh.
Pada tahun 536 di Cina, ada kelaparan dan kekeringan dengan banyak kematian, serta laporan "debu kuning yang menghujani seperti salju."
Pada saat yang sama, Korea menghadapi badai besar dan banjir.
Skandinavia juga terpukul pada waktu itu, bukti arkeologis menunjukkan bahwa hampir 75 persen desa di beberapa bagian Swedia ditinggalkan pada tahun-tahun ini.
Baca Juga:Suku Toda Hanya Mengakui 'Ayah Sosiologis' Bukan 'Ayah Biologis', Ini Maksudnya
Perpindahan orang-orang ini kemudian dianggap memicu serangan dari bangsa Viking.
Cuaca yang buruk bahkan juga mempengaruhi tren sejarah lainnya.
Seperti migrasi suku Mongolia ke arah barat, jatuhnya Kekaisaran Sassaniyah Persia, dan kebangkitan dan ekspansi Islam yang cepat.
Beberapa sejarawan menandai perubahan cuaca ini dengan transisi bersejarah dari jaman dahulu ke awal era Abad Kegelapan dan Pertengahan.
Baca Juga:Usai Dihukum Gantung, Wanita Ini Justru 'Bangkit' dari Dalam Peti Matinya
Tapi apa yang menyebabkan perubahan cuaca yang tiba-tiba dan dramatis itu?
Satu teori mengklaim bahwa itu dikarenakan letusan gunung berapi raksasa, mungkin dari Amerika Tengah.
Sementara teori lain mengatakan adanya dua ledakan gunung api besar dalam beberapa tahun satu sama lain, khususnya di 536 dan 540.
Bukti letusan gunung berapi didukung oleh bahan yang ditemukan di Kutub Utara dan Selatan.
Di Antartika dan Greenland, endapan sulfat telah ditemukan sejak abad pertengahan ke-6.
Baca Juga:(Foto) Apatani, Suku yang Gemar 'Menyumbat' Hidungnya Agar Terlihat 'Jelek'