Advertorial
Intisari-Online.com -Kondisi ringgit Malaysia terus memburuk.
Mengutip dataBloomberg, pada pukul 14.00 (12/1) waktu Kuala Lumpur, ringgit melemah 0,6% menjadi 4,4045 per dollar AS.
Pelemahan ringgit terjadi seiring dengan anjloknya harga minyak Brent ke level terendahnya dalam 11 tahun terakhir.
Mengutip dari kontan.co.id, anjloknya harga minyak Brent menyebabkan Perdana Menteri Malaysia yang saat itu memerintah, Najib Razak harus mereview kembali anggaran belanja negaranya.
Baca juga:Kecanduan Judi Online, Pengangguran Ini Nekat Mencuri di Rumah Tetangganya Sendiri
Menurut Menteri Pertanian dan Komoditas Malaysia Douglas Uggah Embas pada pekan lalu, Malaysia berisiko kehilangan sekiyar 300 juta ringgit (Rp1 triliun) untuk setiap penurunan harga minyak sebesar 1 dolar.
"Penurunan harga minyak dan ketidakpastian pada ekonomi China menjadi faktor yang memberatkan ringgit."
"Jika kondisi ini terus berlangsung, ringgit dapat semakin melemah ke level 4,45 per dollar dalam jangka pendek," jelas Zulkiflee Mohd. Nidzam, head of foreign-exchange and bond trading Asian Finance Bank Bhd.
Sejak itu, dalam beberapa bulan saja perekonomianMalaysia sedang diujung tanduk.
Menteri Keuangan Malaysia Lim Guang Eng menjelaskan total utang Malaysia mencapai 1.087 triliun Ringgit (Rp3.500 triliun) dengan rasionya terhadap PDB lebih dari 60 persen.
Perdana Menterinya (PM) Najib Razak yangterjerat skandal mega korupsi 1Malaysia Development Berhad (1MDB) langsung ditahan dan digantikan denganMahathir Mohammad.
PM Mahatir cukup kecewa dengan pemerintahan Perdana Menteri Najib Razak yang kebijakannya "mengacaukan" perekonomian Malaysia.
Beralih ke Indonesia, mungkin nilai mata uang Indonesia lemah terhadap dolar AS.
Baca juga:Jadikan Teras Rumah Sebagai Tempat Paling Nyaman dengan 5 Ide Desain Ini
Namun pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi terus meningkat.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan target pertumbuhan ekonomi 2019 merefleksikan ekonomi Indonesia terus bergerak, laporan Kompas.com.
Pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah pada 2019 adalah 5,2 sampai 5,6 persen.
"Kami membuatnya sebagai sinyal bahwa perekonomian berjalan baik."
"Kami ingin realistis, tidak terlalu tinggi, tapi sebagai sinyal bahwa ekonomi bergerak," kata Suahasil saat rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Senin (2/7/2018).
Salah satu sinyal ekonomi Indonesia membaik dapat dilihat dari penerimaan pajak yang meningkat.
Mengutip dari Kompas.com, hingga akhir Mei 2018, penerimaan pajak mencapai Rp 484,5 triliun atau tumbuh 14,13 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Selain pertumbuhan ekonomi, pemerintah bersama DPR juga menyepakati asumsi makroekonomi lain untuk persiapan Rancangan APBN 2019, yakni perkiraan nilai tukar rupiah Rp 13.700 sampai Rp 14.000.
Baca juga:Saat Mega Proyek Malaysia dengan China Kacau, Mega Proyek Indonesia Malah Lancar Jaya
Lalu, suku bunga SPN 3 bulan sebesar 4,6 sampai 5,2 persen, Tingkat Pengangguran Terbuka 4,8 sampai 5,2 persen, tingkat kemiskinan 8,5 sampai 9,5 persen, gini ratio 0,38 sampai 0,39, serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 71,98. (Intisari-Online.com/Adrie P. Saputra)