Bisa sejenak murung namun segera melupakan bila ada sisi negatif.
Memang begitulah watak atau spirit orang Jepang yang dibesarkan dalam semangat “terus berjuang” (gambatte kudasai) dan kata itu pula yang didengungkan saat menghadapi kegagalan atau musibah.
Dalam segala ramalan, untuk bintang dan golongan darah yang kurang beruntung, seringkali dicantumkan teknik atau strategi menaikkan peruntungan.
Misalnya keluar rumah dengan baju berwarna cerah. Terlepas dari benar tidaknya isi ramalan, warna cerah memang membuat kita merasa lebih positif bukan?
(BACA JUGA: Waspadalah Para Penyuka Jengkol )
AB DAN B DIBULLY
Saya pribadi belum pernah melihat langsung pengaruh ramalan golongan darah ini pada anak-anak.
Namun saya pernah mendengar istilah bura-hara, kependekan dari bahasa serapan yang mengacu pada blood-type harassment alias pelecehan golongan darah.
Meski kebanyakan orang Jepang sendiri kurang familiar dengan bura-hara namun istilah ini ada.
Seringkali yang dijadikan objek pelecehan adalah golongan darah AB dan B, yang memang relatif lebih sedikit jumlahnya dibandingkan A atau O.
Sangat manusiawi, yang banyak memandang rendah yang sedikit, mengucilkannya, membesar-besarkan kelemahannya.
Bullying memang menjadi masalah yang sangat jamak di sekolah-sekolah Jepang. Sepertinya apa pun bisa dijadikan alasan anak-anak yang kuat untuk menekan mereka yang lemah.
Entah itu golongan darah, kemampuan akademis, kemampuan fisik, penampilan, status kewarganegaraan, dan banyak lagi. Tidak sedikit korbannya yang memutuskan mengambil jalan pintas : bunuh diri.
Jadi, bagus kah mempercayai ramalan golongan darah ini ?
Semua kembali pada manusianya. Selalu menyenangkan mengetahui sesuatu tentang diri kita sendiri ‘kan?
Nah, anggap saja teori keterkaitan golongan darah dengan karakter manusia ini adalah salah satu cara yang seru dan menyenangkan untuk mengenal diri kita sendiri.
Percaya atau tidak, terserah Anda. (Irene Dyah, penulis buku di Jakarta yang pernah menetap di Jepang)
Penulis | : | Yoyok Prima Maulana |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR