Bila positif artinya pemerintah punya sisa dari income untuk membayar bunga utang. Nah, alternatif apabila income tidak bisa diandalkan, maka pengeluarannya harus realistis.
Dengan demikian secara menyeluruh utang pemerintah masih bisa dianggap aman. Namun apabula utang digunakan untuk bayar bunga, dalam pengelolaan utang hal itu harus diperhatikan.
“Utangnya bisa dikatakan kurang sehat. Utang yang sehat itu dipake buat bayar cicilan,” ucap Lana.
Data Kementerian Keuangan menyebutkan, keseimbangan primer sebenarnya sempat mengalami surplus pada 2010, mencapai Rp41,5 triliun. Pada 2011, keseimbangan primer masih mengalami surplus, tetapi nilainya berkurang drastis menjadi Rp8,8 triliun. Pada 2012, barulah pemerintah merasakan defisit keseimbangan primer mencapai Rp52,7 triliun.
Defisit ini bertambah menjadi Rp98,6 triliun pada 2013. Memasuki 2014, Pemerintah sempat menurunkan defisit di angka Rp93,2 triliun. Sayang, nilai ini kembali meningkat pada 2015 yang menyentuh Rp142,4 triliun.
Memasuki 2016, pemerintah kembali harus mengalami defisit keseimbangan primer mencapai Rp105,5 triliun dalam APBNP 2016. Nilai defisit ini masih akan berlangsung pada 2017 dengan besaran Rp111,4 triliun.
Sehat tapi harus waspada
Sementara Ekonom SKHA Institute Eric Sugandi berpendapat bahwa walau dilihat rasio utang pemerintah terhadap GDP nominal masih aman, namun pemerintah harus diwaspadai tren rasio yang meningkat.
Sebenarnya, menurut dia, tidak ada batasan yang pasti mengenai rasio aman utang publik terhadap nominal GDP. Mengingat beberapa negara seperti Jepang rasionya di atas 200% dan US di atas 100%.
Namun perbedaannya, utang pemerintah Jepang mayoritas kepada masyarakat Jepang sendiri sehingga relatif aman terhadap tekanan eksternal, berbeda dengan utang pemerintah Indonesia yang share utang luar negerinya masih signifikan.
“Tapi rasio yang lebih besar dari 100% mengindikasikan bahwa aktivitas ekonomi negara tidak cukup untuk digunakan membayar seluruh utang sekaligus pada suatu waktu,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, ada beberapa cara untuk turunkan rasio utang pemerintah terhadap GDP nominal, yaitu pertumbuhan ekonominya mesti lebih tinggi sehingga GDP nominalnya bisa besar
“Cara kedua adalah dengan kurangi utang dan percepat pembayaran utang. Dan cara ketiga adalah kombinasi dua cara tersebut,” kata Eric.
Pada tahun 2017 ini, Eric memproyeksi rasio utang pemerintah terhadap nominal GDP di sekitar 30%. Tren naiknya rasio ini karena pemerintah berupaya mengejar target pertumbuhan ekonomi yang tinggi, di antaranya dengan bangun infrastruktur yang butuh pembiayaan jangka panjang
“Sementara pembiayaan jangka pendek kebanyakan untuk pembiayaan defisit APBN lewat penerbitan SBN,” ujarnya.
Indikator risiko utang pada bulan Januari 2017 menunjukkan bahwa rasio utang dengan tingkat bunga mengambang (variable rate) sebesar 12% dari total utang, sedangkan dalam hal risiko tingkat nilai tukar, rasio utang dalam mata uang asing terhadap total utang adalah sebesar 42%. Average Time to Maturity (ATM) sebesar 9 tahun, sedangkan utang jatuh tempo dalam 5 tahun sebesar 68,7% dari outstanding.
Terkait kewajiban kontinjensi pemerintah, hingga kuartal IV-2016 (per 31 Desember 2016) total outstanding/eksposur penjaminan adalah sebesar Rp81,7 triliun.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR