Lorong Masa: Kita Sanggup Menjadi Negara Bulutangkis Terkuat (3)

Rusman Nurjaman

Editor

Lorong Masa: Kita Sanggup Menjadi Negara Bulutangkis Terkuat (3)
Lorong Masa: Kita Sanggup Menjadi Negara Bulutangkis Terkuat (3)

Intisari-Online.com -Keberhasilan tim bulutangkis Indonesia dalam kejuaraan dunia di Guangzhou, Cina, kemarin, seakan kembali menorehkan asa bagi perbulutangkisan kita. Hal ini mengingatkan kita akan masa-masa kejayaan tim bulutangkis Indonesia di arena turnamen internasional, seperti yang pernah diulas dalam Intisari tahun 1967 berikut ini.

Keadaan tiga tahun kemudian tidak lebih baik dari pada masa pra-1958. Ferry adalah satu-satunya pemain yang dapat mempertahankan bentuk permainannya dengan baik, walaupun kesempatan latihan di Belanda kurang memaskan. Namun kesempatan bertanding dalam turnamen-turnamen penting di Eropa banyak sekali. Joe Hok, kurang beruntung di Amerika Serikat. Tempat tinggalnya jauh dari pusat-pusat perbulutangkisan di negara itu. Kawan-kawan latihannya jauh di bawah kekuatannya. Di tanah air latihan-latihan berpusat belum demikian terasa dan jauh dari sempurna.

Dengan regu 1958 kita masih berhasil mengalahkan penantang dari Thailand, walaupun berbagai hal telah memberikan peruntungan kepada kita. Di antaranya berlangsungnya babak interzona dan challenge round di rumah sendiri dengan official, penjaga garis, wasit-wasitnya orang sendiri. Dan tidak terlupakan dukungan moril kepada pemain kita dari masyarakat maupun dari para penonton.

Dukungan publik itulah yang mempunyai saham besar dalam berhasilnya regu kita di gelanggang Thomas cup di Tokyo tahun 1964 Support, yang menghebohkan dunia perbulutangkisan. Namun diakui umum, bahwa pemain-pemain kita waktu itu bermain cemerlang. Debut Ang Tjin Siang menggemparkan dunia, bertahannya Ferry sebagai pemain veteran mengagumkan, kegigihan Joe Hok masih mengesankan.

Kini bagaimanakah kita sebenarnya?

Peluang kita kali ini tidak sekecil yang banyak orang duga, tetapi tidak dapat dikatakan besar juga. Kalau kita mau aman dalam penilaian kita, katakan sajalah, bahwa kita mempunyai peluang fifty-fifty. Yang penting adalah bahwa kita masih mempunyai “kans” untuk menang.

Pemusatan latihan untuk Thomas Cup telah dibuka belum lama berselang. Dua belas orang pemain telah memasuki masa penggemblengan. Di antaranya pemain-pemain old crack Ferry Souneville, Eddy Jusuf, Tan Joe Hok, dan Tan King Gwan. Tergolong yang lebih muda adalah Ang Tjin Siang, Unang dan Wong Pek Shen dan Tjoa Tjong Boan, sedang Rudy Joo, Tjia Kian Sin, Tjong Kin Njan, Tan Leng How, merupakan “pendatang-pendatang” baru.

Pemain terkuat kita pada saat ini adalah Ang Tjin Siang. Hal ini tidak dapat disangsikan lagi. Namun, pada saat kelak regu kita siap untuk menghadapi penantang Thomas Cup ada kemungkinan Tan Joe Hok sudah menemukan kembali bentuknya, maka tidak mustahil bahwa ialah yang akan menduduki posisi pertama pemain tunggal kita.

Demikianlah kita mempunyai dua pemain tunggal, yang dapat kita percayakan tugas berat itu, Tjin Siang dan Joe Hok. Ferry kini bertekad bulat untuk membentuk dirinya kembali, hal yang kita anggap sangat mungkin terjadi. Kiranya di antara pemain-pemain muda pun terdapat pemain-pemain yang dapat diikutsertakan dalam memilih pemain tunggal yang ketiga, seperti Wong Pek Shen, Rudy Njoo, yang tahun lalu bertanding sangat mengesankan di berbagai kejuaraan di Malaysia.

Tugas yang berat bagi Pimpinan Pelatnas, khususnya komisi teknik penyusunan regu, adalah mendapatkan dua pasangan dobel yang dapat kita andalkan benar-benar. Pasangan Thomas Cup 1964, Tan King Gwan/Unang masih belum “selesai”. Kemungkinan-kemungkinan lain masih ada, King Gwan dengan orang lain atau sebaliknya Unang dengan orang lain. Di Bangkok baru-baru ini dua-duanya pasangan kita dikalahkan oleh kedua pasangan Malaysia.

Pada bulan Juni nanti, negara-negara yang pasti datang ke Jakarta adalah Jepang, juara zona Australia, Malaysia juara zona Asia, juara zona Eropa Denmark tentunya, dan juara zona Amerika, kemungkinan besar Amerika Serikat lagi, karena Thailand telah mengundurkan diri dari kompetisi.

Siapakah di antara mereka yang akan keluar sebagai juara babak interzona menjadi penantang Indonesia?

Dugaan umum condong pada Malaysia dengan pemain-pemain terkuat sedunianya, Tan Aik Huang dan pasangan gandanya, Ng Boon Bee/Tan Jee Khan.

Sampai kini Malaysia menurunkan empat pemain singel-nya di berbagai gelanggan turnamen internasional, di kualifikasi zona Thomas Cup, Tan Aik Huang, Yew Cheng Hoe, dan Teh Kew San, di Asian Games, di Bangkok, Tan Jee Khan sebagai pemain ketiga mengisi tempat yang kosong karena Aik Huang tidak diturutsertakan.

Kalau latihan-latihan di Pelatnas berjalan menurut apa yang kita harapkan, maka Tjin Siang pastilah dapat mengalahkan tiga dari keempat pemain tadi. Beberapa kali sudah ia harus mengakui keunggulannnya Aik Huang, walaupun kemungkinan untuk kali ini menang tetap ada. Tetapi, kalau Joe Hok berhasil menemukan bentuknya maka ia dapat mengunggulkan diri terhadap keempat pemain Malaysia itu, termasuk Tan Aik Huang, juara empat benua. Di Bangkok Wong Pek Shen telah memberikan perlawanan hebat pada Teh Kew San, dan Yew Cheng Hoe, sedang Rudy Njoo mengalahkan Tan Jee Khan.

Siapapun yang kelak akan berhasil sampai ke babak challenge round, kita mempunyai peluang cukup besar untuk dapat menghalaukan penantangnya.

Bahan pemain di Pelatnas untuk membentuk regu Thomas Cup yang sekuat-kuatnya dalam keadaan perbulutangkisan kita pada waktu ini tidak bisa lebih baik. Soalnya, kelak ialah bagaimana penggemblengannya, penelitian dan pemupukannya, dalam jangka waktu yang singkat ini. Kiranya, untuk membawa pemain-pemain terbaik kita pada puncak kemampuannya justru pada saat-saatnya diperlukan tidak hanya tergantung pada latihan-latihannya secara “Spartaans” semata-mata, kegairahan bermain, bertanding dalam olahraganya, “bulutangkis”, harus tetap dipelihara, bahkan ditingkatkan menuju ke titik kulminasinya yang diarahkan.

Dan, penting kiranya juga bagi mereka yang bersangkutan dalam perjuangan Thomas Cup ini, hendaknya kita memberikan iklim yang sebaik-baiknya untuk berlatih, melatih dan memimpin. Kalau olahraga diintegrasikan ke dalam politik negara, hal itu kurang menguntungkan bagi olahraganya sendiri. Maka kalau kita berpolitik di dalam olahraga hal ini akan pula menghambat kemajuan peningkatan prestasi.

(Selesai)