Intisari-online.com - Apa yang ada di benak Anda ketika mendengar istilah “savior complex”? Pada hakikatnya, istilah ini bermakna positif. Namun, jika kita mempelajari lebih dalam, ada sisi buruk dari perilaku “savior complex”.
Savior complex merupakan sebuah konstruksi psikologis dalam diri seseorang yang membuat seseorang merasa harus menolong/menyelamatkan orang lain. Orang yang mengalami savior complex cenderung terobebsi mencari orang-orang yang butuh untuk ditolong. Bahkan mengorbankan kebutuhannya sendiri demi orang-orang tersebut.
(Apakah Anda Termasuk Perempuan dengan Ciri Cinderella Complex?)
Orang-orang yang bekerja dalam profesi yang memberikan pelayanan seperti pekerja di rumah sakit (dokter, perawat, dll) umumnya bisa mengalami savior complex. Mereka tenggelam dalam obsesi untuk menolong orang lain secara ekstrem.
Orang yang mengalami kondisi savior syndrome sebetulnya merugikan dirinya sendiri. Upaya-upaya ekstremnya untuk menolong orang lain justru menguras kemaksimalan hidupnya sendiri. Menolong orang lain bukan lagi ketulusan, namun kepuasan. Mereka mengalami situasi mental yang menganggap dirinya “lebih” dari orang lain karena pertolongannya itu.
6 Alat Penolong Orang yang Hidup Sendiri
Karena motivasi yang tidak murni itu, perilaku “suka menolong” itu justru membawa dampak buruk. Misalnya, saking ia merasa sebagai manusia super penolong, ia tidak mengizinkan orang lain untuk melakukan hal yang sama. Ia merasa bertanggung jawab untuk semua orang yang membutuhkan dan menutup kesempatan bagi orang lain untuk menolong juga.
Apakah Anda mengenal orang yang mengalami savior complex ini? Atau Anda sendiri sedang mengalami situasi ini dalam diri Anda sendiri? Berikut solusi untuk menghindari diri dari jebakan savior complex: