Intisari-Online.com - Saat melakukan kampanye, para kandidat kerap memaparkan program- programnya. Tapi, apakah masyarakat benar-benar menjadikannya sebagai alasan dalam menentukan pilihan saat Pemilu? Hmm, belum tentu.
(Sembari Menunggu Hasil Pilkada Keluar, Yuk Cari Tahu Bagaimana Quick Count Bekerja)
Yunarto Wijaya dari Charta Politika berpendapat, “Jarang terjadi masyarakat Indonesia mengedepankan rencana- rencana program kerja dari para kandidat sebagai alasan untuk memilih.” Dengan kata lain, iklan-iklan politik untuk mengumumkan atau menekankan program tidaklah berguna.
Situasi itu merata di seluruh Indonesia, termasuk DKI Jakarta yang tingkat pendidikan masyarakatnya relatif lebih baik dibandingkan dengan daerah lain.
(Media Sosial Ladang Subur Bagi Hoax, Terutama di Musim Pilkada Seperti Sekarang Ini)
Mereka lebih melihat sosok-sosok yang memamerkan atribut kampanye yang berbeda, cara berbicara yang “merakyat”, berbadan kurus atau pernah berjalan kaki dengan jarak cukup jauh dibandingkan dengan program-program yang disampaikan atau kemampuannya berdebat.
“Itu kan lebih pilihan emosional, bukan rasional,” ujar Yunarto. Apalagi, masyarakat Indonesia terlanjur terjebak pada sikap apatis terhadap janji- janji program kerja dari para kandidat saat kampanye yang kerap kali tidak dipenuhi saat mereka terpilih.
Meski demikian, program-program kerja tetap digarap dengan matang dan semenarik mungkin. “Tidak mungkin kampanye terbuka hanya diisi oleh artis penyanyi saja,” ujar Yunarto.
(Artikel ini pernah dimuat di majalah Intisari edisi Oktober 2012)