Advertorial
Intisari-Online.com -Cikal bakal pasukan antiteror Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran Letjen TNI Sintong Panjaitan yang pada tahun 1971 masih berpangkat Kapten Senior.
Pada tahun itu Sintong yang tergabung dalam kesatuan Grup 4/Sandiyudha RPKAD (Kopassus) dan menjabat sebagai Kasi 2/Operasi bertugas merencanakan operasi dan latihan pasukan.
Kebetulan dalam tugasnya pasukan Sandiyudha yang kerap melancarkan misi secara senyap juga harus memiliki kemampuan antiteror.
Misalnya, kemampuan membebaskan diplomat yang sedang disandera di gedung, membebaskan sandera di kapal, di bus, di pesawat yang sedang dibajak, dan lainnya.
Baca juga:Kisah di Balik Pembebasan Sandera DC-9 di Thailand: Nyaris Gagal Karena Senjata Kopassus Diganti
Demi membentuk pasukan antiteror yang profesional Sintong yang oleh Mabes ABRI (TNI) ditempatkan di Gabungan 1/Intelijen Hankam kemudian diberi kesempatan untuk mengunjungi sejumlah satuan antiteror kelas dunia seperti SAS Inggris, Korps Commando Troopen (KCT) Belanda, dan Grenzchutzgruppe 9 (GSG-9) Jerman.
Tapi di antara satuan-satuan antiteror kelas dunia itu yang mengesankan Sintong adalah GSG-9 Jerman karena telah memiliki banyak prestasi.
Pasukan antiteror Kopassus yang kemudian dibentuk secara ilmu dan kemampuan merupakan kombinasi atau ilmu gado-gado dari pasukan antiteror SAS, KCT, dan GSG-9.
Namun ilmu antiteror yang paling banyak diserap oleh pasukan antiteror Kopassus adalah yang diambil dari GSG-9 Jerman.
Untuk memperdalam ilmu antiteror dari GSG-9, Komando Pasukan Sandiyudha (Kopassandha/Kopassus) pada tahun 1980-an kemudian mengirimkan dua perwira remajanya untuk berlatih di GSG-9, yakni Mayor Luhut Panjaitan dan Kapten Prabowo Subianto.
Pasukan antiteror Kopassus yang kemudian berhasil dibentuk pada Maret 1981 mulai dilibatkan dalam Latihan Gabungan (Latgab) ABRI yang berlangsung di Maluku.
Pada bulan yang sama terjadi pembajakan pesawat penumpang Garuda DC-9 Woyla yang selanjutnya terpaksa mendarat di Bandara Internasional Dong Muang, Bangkok Thailand.
Karena pasukan antiteror Kopassus sedang menjalani Latgab ABRI, Kolonel Sintong Panjaitan yang di tahun 1981 menjabat Asisten 2/Operasi Kopassandha, untuk menangani aksi pembajakan lalu membentuk pasukan antiteror dadakan.
Para anggota pasukan antiteror yang dibentuk secara kilat itu terdiri dari para personel Kopassandha yang tidak mengikuti Latgab ABRI.
Kolonel Siintong sendiri sebenarnya harus mengikuti Latgab ABRI tapi karena sedang cedera kaki akibat latihan terjun payung, Sintong terpaksa berada di markas.
Namun kendati pasukan antiteror Kopassus yang menangani pembajakan DC-9 dibentuk secara mendadak, mereka sukses melancarkan operasi pembebasan sandera pada 31 Maret 1981 dini hari.
Berdasar sukses menanggulangi aksi teror di tahun 1981 itulah kemudian nama pasukan antiteror Kopassus dinamai Satuan Penanggulan Teror 81 ( Sat Gultor 81).
(Sumber : Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, Hendro Subroto, Penerbit Buku Kompas, 2009)
Baca juga:Leukimia Seperti yang Diderita Anak Denada Bisa Dipicu dari Pakaian dan Sepatu