Bersyukur untuk Menjadi Lebih Bahagia

K. Tatik Wardayati
,
Hery Prasetyo

Tim Redaksi

Syukurilah Hidup
Syukurilah Hidup

Intisari-Online.com – Sekitar dua puluh tahun yang lalu saya tinggal di Seattle dan akan melalui masa sulit. Saya tidak bisa menemukan pekerjaan yang memuaskan dan saya merasa ini sangat sulit karena saya memiliki banyak pengalaman dan gelar master. Namun, ada satu moto yang membuat yakin, yaitu bersyukur untuk menjadi lebih bahagia. Untuk menghilangkan rasa malu, saya mengemudikan bus sekolah demi memenuhi kebutuhan dan saya tinggal bersama teman-teman. Saya sudah kehilangan apartemen saya. Sudah melalui lima wawancara dengan perusahaan dan suatu hari mereka memanggil untuk mengatakan bahwa saya tidak mendapatkan pekerjaan itu. Saya pun pergi ke garasi bus seperti zombie yang penuh dengan kekecewaan.

Sore itu, setelah melalui satu putaran melalui lingkungan di pinggiran kota yang tenang, timbul jeritan dari dalam dan pikiran saya. “Mengapa hidup saya begitu keras? Beri saya tanda, tanda fisik. Bukan hanya suara batin.”

Segera setelah mendengar sebuah jeritan dari dalam bus, seorang gadis kecil keluar dan saat ia melewati ia menyerahkan anting yang ditemukannya, sambil mengatakan berikan kepada pemiliknya. Anting yang diserahkannya berasal dari logam, dicap hitam, dan tertulis kata “bahagia”.

Pada awalnya saya marah. Kemudian saya tersadar. Saya telah menempatkan semua energi saya ke dalam apa yang salah dengan hidup saya daripada apa yang benar. Lalu, saya memutuskan saat itu juga membuat daftar 50 hal yang saya syukuri.

Pada awalnya sulit, tetapi menjadi lebih mudah. Kemudian saya memutuskan untuk menaikkan daftar menjadi 75. Malam itu ada panggilan telepon dari teman saya yang adalah seorang manajer di sebuah rumah sakit besar. Sekitar setahun sebelumnya saya telah menyerahkan lamaran saya untuk sebuah perguruan tinggi untuk mengajar kursus manajemen stres. Ia bertanya apakah saya bisa melakukan seminar sehari untuk 200 pekerja rumah sakit. Saya menjawab, “ya” dan mendapatkan pekerjaan itu.

Pekerjaan saya di rumah sakit itu berjalan dengan sangat baik. Saya mendapatkan tepuk tangan meriah dan semakin banyak pekerjaan. Untuk hari itu saya tahu bahwa itu karena saya mengubah sikap menjadi rasa syukur.

Saya menghabiskan tahun berikutnya dan mengadakan lokakarya pelatihan di seluruh wilayah Seattle dan kemudian memutuskan segalanya lalu kembali ke Skotlandia tempat saya tinggal sebelumnya. Satu bulan kemudian saya bertemu dengan istri saya. Kami hidup di sebuah pondok kecil yang indah, dua mil dari jalan beraspal di dataran tinggi Skotlandia.

Hanya dengan sikap syukur, telah menjadi moto saya bertahun-tahun, dan itu benar-benar mengubah hidup saya.

Artikel Terkait