Bukan Cuma Gunung Berapi, Ternyata Ini Alasan Mpu Sindok Memindahkan Pusat Kerajaannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Candi Sambisari menjadi salah satu candi yang terkubur letusan gunung berapi, yang diduga menjadi alasan utama Mpu Sindok memindahkan pusat kerajaannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur (Wikipedia Commons)
Candi Sambisari menjadi salah satu candi yang terkubur letusan gunung berapi, yang diduga menjadi alasan utama Mpu Sindok memindahkan pusat kerajaannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur (Wikipedia Commons)

Alasanutama Mpu Sindok memindahkan pusat kerajaannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur adalah tidak semata-mata karena letusan gunung berapi. Lalu karena apa?

----

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Kerajaan Medang atau dikenal sebagai Kerajaan Mataram Kuno dibagi atas dua babak: babak Jawa Tengah dan babak Jawa Timur. Dan Mpu Sindok, sosok yang memindahkan pusat kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, adalah tokoh utama di balik peralihan dua babak itu

Alasan utama Mpu Sindok memindahkan pusat kerajaannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur adalah tidak semata-mata karena letusan gunung berapi. Lebih dari itu.

Baca Juga: Ternyata Begini Pelajaran Toleransi dari Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

Sebagaimana pernah ditulis Intisari Online, Mpu Sindok, raja pertama Kerajaan Medang periode Jawa Timur, naik takhta pada 929 M dengan gelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmottunggadewa. Masa pemerintahannya selama lebih dari 10 tahun (hingga 947 M) menjadi saksi bisu babak baru kerajaan Mataram Kuno.

Keputusan monumental Mpu Sindok memindahkan pusat pemerintahan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur pada tahun 929 M menjadi topik menarik untuk ditelusuri. Bencana alam dan faktor politik diduga menjadi alasan utama di balik langkah strategis ini.

1) Bencana Alam dan Letusan Gunung Merapi

Para ahli, seperti dilansir dariKompas.com,mengemukakan beberapa teori terkait pemindahan pusat kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno, salah satunya adalah bencana alam. Bencana alam yang dimaksud adalah letusan Gunung Merapi yang konon telah menghancurkan ibu kota kerajaan di Bhumi Mataram.

Menurut para pujangga, letusan Gunung Merapi ini dianggap sebagai simbol kehancuran dunia. Hal ini mendorong Mpu Sindok untuk mencari tempat yang lebih aman bagi rakyatnya.

2) Menghindari Serangan Sriwijaya

Faktor politik juga menjadi pertimbangan penting dalam pemindahan ini. Mpu Sindok ingin menghindari serangan dari Kerajaan Sriwijaya. Sebelumnya, Rakai Pikatan, Raja Mataram Kuno, telah mengusir Balaputradewa dari kerajaan. Balaputradewa kemudian hijrah ke Sriwijaya dan menjadi pewaris tahta kerajaan tersebut.

Peristiwa ini memicu permusuhan antara Mataram Kuno dan Sriwijaya.Raja Dyah Wawa, raja terakhir Mataram Kuno, kemudian menunjuk menantunya, Mpu Sindok, untuk memimpin kerajaan yang sedang dalam keadaan darurat perang.

Pada tahun 929 M, Mpu Sindok memimpin perang gerilya melawan Sriwijaya di Desa Candirejo, Jawa Timur. Keberhasilannya dalam pertempuran ini mendorongnya untuk memindahkan pusat kerajaan guna menghindari serangan berikutnya dari Sriwijaya.

Kerajaan Mataram Kuno periode Jawa Timuer ibu kota pertamanya berada diTamwlang (sekarang di sekitar Jombang). Mpu Sindok pun dinobatkan sebagai raja pertama di sana.

Keputusan Mpu Sindok memindahkan pusat kerajaan terbukti membawa dampak positif bagi kelangsungan hidup dan perkembangan Kerajaan Medang. Di bawah kepemimpinannya, kerajaan ini mencapai masa kejayaan dan menjadi salah satu kerajaan Hindu-Buddha terbesar di Nusantara.

Di Jawa Timur, Mpu Sindok kemudian mendirikan Dinasti Isyana pada928 M dan gelarnya adalah Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmottunggadewa. Dinasti ini mengakhiri Dinasti Sanjaya dan Dinasti Sailendra di era Jawa Tengah.

Setelah dari Tamwlang, pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno Jawa Timur dipindahkan ke Watugaluh. Menurut bukuAntologi Sejarah Candi Boyolangu oleh Lailatul Mahfudhoh (2016), daerah Tamwlang dan Watugaluh diperkirakan berada di daerah Jombang.

Mataram Kuno edisi Jawa Timur kemudian runtuh, ditandai dengan terjadinya Peristiwa Mahapralaya. Ketika itu Raja Dharmawangsa Teguh, raja terakhir Medang, tengah menggelar pernikahan untuk putrinya.

Di tengah kondisi istana yang tidak waspada, Aji Wurawari dari Lwaram, yang adalah sekutu Sriwijaya, melakukan serangan bumi hangus. Dharmawangsa Teguh tewas dalam serangan itu, kerajaan Medang tumpas.

Yang berhasil lolos dari peristiwa ini adalah Airlangga, menantu Dharmawasang Teguh, yang kemudian menghimpun kekuatan untuk membalas dendam dan mendirikan Kerajaan Kahuripan.

Raja-raja Kerajaan Mataram Kuno periode Jawa Timur

Ada beberapa raja yang memerintah Kerajaan Mataram Kuno periode Jawa Timur. Mereka adalah Mpu Sindok (memerintah 929-948),Sri Isyanatunggawijaya dan Sri Lokapala (memerintah sejak tahun 948), Makutawangsawardhana (memerintah hingga tahun 990), dan terakhir Dharmawangsa Teguh (memerintah tahun 990-1017).

Mpu Sindok meninggal pada948 dan jasadnya dicandikan di Isanabajra. Penggantinya adalah sang putri, Sri Isanatunggawijaya, yang memerintah bersama suaminya, Sri Lokapala.

Tapi, tidak diketahui kondisi kehidupan Kerajaan Mataram Kuno di era Sri Isanatunggawijaya dan Sri Lokapala, karena ketiadaan sumber sejarah. Satu yang pasti, Sri Isanatunggawijaya dan Sri Lokapala mempunyai putra bernama Sri Makutawangsawarddhana.

Tidak diketahui kapan pastinyaMakutawangsawarddhana mulai memerintah, menggantikan kedua orang tuanya. Dalam Prasasti Pucangan, hanya disebutkan Makutawangsawarddhana mempunyai putri bernama Gunapriyadharmmapatni atau Mahendradatta, yang menikah dengan Udayana dari Bali.

Makutawangsawarddhana kemudian diganti olehDharmawangsa Teguh yang merupakan raja terakhir Kerajaan Mataram Kuno, memerintah dari tahun 990 hingga 1017. Prasasti Pucangan juga menyebutkan Dharmawangsa Teguh sebagai raja yang pernah memerintah Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur.

Meski begitu,hubungannya dengan Makutawangsawarddhana sebenarnya tidak jelas. Karena Dharmawangsa Teguh menjadi penerus, para sejarawan mengartikan ia juga anak dari Makutawangsawarddhana.

Karena kurangnya sumber sejarah, tidak banyak informasi yang diketahui dari masa pemerintahan Dharmawangsa Teguh. Informasi penting ditemukan dalam berita-berita China, yang menuliskan adanya serangan dari Jawa ke Kerajaan Sriwijaya, pada masa pemerintahan Dharmawangsa Teguh, tepatnya pada 992.

Diduga, serangan itu dilakukan sebagai upaya Dharmawangsa Teguh meluaskan kekuasaannya sampai ke luar Pulau Jawa.

Namun, serangan itu belum mampu menggoyahkan kekuatan Kerajaan Sriwijaya. Dharmawangsa Teguh memerintah hingga wafat pada tahun 1017, akibat serangan musuh dari dari Wurawari.

Dalam serangan mendadak tersebut, pasukan Wurawari mendapat dukungan dari laskar Sriwijaya. Saat itu, ibu kota Dharmawangsa Teguh kemungkinan berada di daerah Madiun sekarang.

Serangan dari Wurawari yang terjadi pada tahun 1017 disebut sebagai peristiwa Pralaya Medang. Yang dimaksud dengan pralaya adalah kehancuran dunia, karena konon katanya peristiwa ini menewaskan banyak pembesar kerajaan, termasuk Dharmawangsa, hingga membuat Pulau Jawa bagai lautan darah. Pralaya Medang menjadi akhir dari riwayat Kerajaan Mataram Kuno.

Pralaya Medang sebagai akhir Kerajaan Mataram Kuno

Pada 1017 M, Kerajaan Mataram Kuno akhirnya runtuh. Penyebabnya adalah sebuah peristiwa serangan bumi hangus yang dikenal sebagai Pralaya Medang.

Pralaya Medang terjadi pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa Teguh, yang berkuasa antara 985-1017 M. Yang dimaksud dengan pralaya adalah kehancuran dunia, karena konon katanya peristiwa ini menewaskan banyak pembesar kerajaan hingga membuat Pulau Jawa bagai lautan darah.

Sejarawan menyebut Pralaya Medang disebabkan oleh keputusan Raja Dharmawangsa Teguh untuk menikahkan putrinya dengan Airlangga, pangeran keturunan Bali yang juga masih keponakan raja sendiri. Raja Wurawari, yang berambisi menikahi putri Raja Dharmawangsa Teguh agar dapat mewarisi takhta kerajaan pun kecewa.

Aji Wurawari adalah penguasa kerajaan kecil yang masih menjadi bawahan Mataram Kuno. Raja Wurawari kemudian melampiaskan kekecewaannya dengan bersekutu dengan Kerajaan Sriwijaya, yang sebelumnya pernah diserang oleh Raja Dharmawangsa Teguh.

Dengan bantuan Kerajaan Sriwijaya, Raja Wurawari dari Lwaram berani melancarkan serbuan untuk menghancurkan Kerajaan Mataram Kuno.

Sebagaimana tertulis pada Prasati Pucangan, Pralaya Medang terjadi setelah dilangsungkannya pernikahan antara Airlangga dengan putri Raja Dharmawangsa Teguh. Ibu kota Kerajaan Medang yang terletak di Watan (sekitar Madiun sekarang) tiba-tiba diserbu dan dibakar oleh Raja Wurawari. Serangan mendadak ini tentunya tidak pernah diperhitungkan oleh Raja Dharmawangsa Teguh.

Selain karena istana sedang mengadakan pesta perkawinan, Raja Wurawari adalah bawahannya sendiri. Pada peristiwa yang dikenal sebagai Pralaya Medang ini, banyak pembesar kerajaan yang tewas, termasuk di antaranya Raja Dharmawangsa Teguh dan putrinya.

Setelah Kerajaan Medang hancur menjadi abu dan hampir seluruh keluarga Raja Dharmawangsa Teguh tewas, Raja Wurawari memilih untuk kembali ke kerajaannya.

Prasasti Pucangan menyebutkan bahwa Airlangga berhasil selamat dari peristiwa Pralaya Medang dengan cara melarikan ke dalam hutan bersama abdinya, Narottama. Dalam pelariannya, pangeran yang masih berusia 16 tahun ini memilih untuk memperdalam kekuatan batin dan ilmu agamanya dengan para pertapa.

Pada 1019, Airlangga kemudian mendirikan kerajaan baru yang dikenal sebagai Kerajaan Kahuripan. Sejak naik takhta, Raja Airlangga memusatkan perhatiannya untuk menaklukkan kembali wilayah-wilayah yang pernah melepaskan diri dari Kerajaan Medang.

Selain itu, Raja Airlangga juga menyerang Raja Wurawari dan semua musuh yang memiliki andil dalam runtuhnya Kerajaan Medang.

Begitulah, alasan utama Mpu Sindok memindahkan pusat kerajaannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur adalah tidak semata-mata karena letusan gunung berapi. Lebih dari itu. Semoga bermanfaat.

Baca Juga: Siapa yang Tak Marah Candi Borobudur Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno Itu Diledakkan Orang Tak Punya Hati?

Artikel Terkait