Intisari-Online.com – Salah satu tempat yang paling dekat dengan kita adalah meja makan. Di situlah kita saling memberikan diri kita. Kalau kita berkata, “Silakan ambil lagi, mari saya ambilkan, jangan malu, silakan menikmati,” kita mengungkapkan sesuatu yang jauh lebih kaya daripada yang dapat diungkapkan oleh kata-kata itu. Kita mengundang sahabat-sahabat kita untuk menjadi bagian dari hidup kita. Kita ingin agar mereka dihidupi oleh makanan dan minuman yang sama yang menghidupi kita.
Kita mengharapkan terjadinya persekutuan. Itulah sebabnya menolak makanan atau minuman yang sudah disajikan dirasa menyakitkan hati. Yang ditolak bukan hanya makanan dan minuman, melainkan undangan untuk menjadi semakin akrab bersahabat.
Mungkin kedengarannya aneh, tetapi sebenarnya meja makan adalah tempat di mana kita ingin menjadi makanan satu bagi yang lain. Setiap makan bersama dapat menjadi kesempatan untuk berkembang dalam persekutuan hidup satu bagi yang lain.
Meskipun meja makan adalah tempat untuk membangun persekutuan hidup, kita semua tahu bahwa meja yang sama dapat dengan mudah menjadi sumber perselisihan atau bahkan kebencian. Justru karena meja makan dimaksudkan untuk menjadi tempat yang mengakrabkan, meja yang sama juga dapat menjadi tempat di mana kita dengan mudah mengalami tidak adanya keakraban.
Meja makan dapat menunjukkan adanya keteganan di antara kita. Kalau suami mendiamkan istrinya, kalau seorang anak tidak mau makan, kalau sesama saudara-saudarai bercekcok, kalau semua orang diam dan keadaannya menegangkan – meja makan menjadi neraka yang tidak kita kehendaki.
Meja makan adalah ukuran hidup keluarga dan komunitas. Marilah kita berusaha sekuat tenaga untuk membuat meja makan menjadi tempat kita mensyukuri persaudaraan dan persahabatan kita. (Bread for the Journey)