Intisari-online.com—Gedubrak! aku terjatuh dari tangga yang kugunakan untuk menempelkan lukisan di dinding kelas. Saat itu, kami anak-anak kelas XII memang sedang mengikuti lomba menghias kelas. Sontak teman-teman berhamburan ke arahku. Maklum, aku terjatuh lumayan tragis dan tangganya lumayan tinggi.
Tadinya aku merasa tidak ada yang sakit. Sampai teman-temanku berteriak melihat lututku. “Itu patah..” kudengar sayup-sayup. Ada pula yang bilang, “lututnya bergeser!”. Aku pun menarik rok seragam sekolahku yang juga ikut sobek untuk melihat lutut kananku, bentuknya sudah aneh, tidak normal.
Melihat itu, otomatis aku menangis. Pikiranku melayang entah kemana. “Bagaimana kalau nanti aku tidak bisa berjalan lagi,”, “Aku seorang penari, bagaimana kalau tidak bisa menari lagi,” dan bayangan-bayangan mengerikan lainnya.
Teman-teman kemudian membopongku ke UKS. Entah apa yang mereka lakukan, kulihat kakiku sudah kembali lurus. Namun rasanya masih sakit, air mataku juga tidak berhenti mengalir. Bagaimanapun, aku takut.
Dalam perasaan campur aduk itu. Tiba-tiba seorang ibu, menyeruak kerumunan teman-teman dan guru. Bagian depan bajunya basah dan hanya mengenakan sandal jepit. “Di mana anakku?” katanya khawatir. Matanya berkaca-kaca.
(Kapan Terakhir Kali Anda Makan Bersama Ibu?)
“Mamak..” kataku lirih. Kulihat bajunya basah. Sepertinya ia menerima telepon dari sekolah saat sedang mencuci pakaian. Air mataku tumpah saat dia bertanya. “Di mana yang sakit dek?” katanya menahan air matanya. (ibu selalu memanggilku “dek” walau aku anak sulung). “Tidak apa-apa, kalau diobati pasti sembuh,” katanya sambil menangis menyembunyikan kekhawatirannya.
Mendengar perkataannya dan melihat air matanya membuatku semakin tersedu. Tapi bukan lagi perasaan kacau dan takut seperti sebelumnya. Kalimat yang dilontarkannya, air matanya, dan bajunya yang basah justru sangat meneduhkan hatiku. Aku lega. Hari itu, aku betul-betul sadar, bahwa ibu punya kekuatan ajaib untuk menyembuhkan segala ketakutan.
Selamat hari Ibu..
(Ibu Angkat dan Ibu Tiri, Tetaplah Seorang Ibu yang Istimewa)