Advertorial
Intisari-Online.com -Pada 1950-an, tepat lima tahun setelah Indonesia merdeka Angkatan Udara RI (AURI/TNI AU) menjadi satu-satunya angkatan yang belum memiliki akademi militer.
Sedangkan Angkatan Darat sudah mendirikan akademi militer sejak 31 Oktober 1945 di Yogyakarta dengan nama Militaire (MA).
Kemudian pada 11 November 1957, akademi militer dipindahkan ke Magelang dan berganti nama menjadi Akademi Militer Nasional (AMN).
Sementara Angkatan Laut sudah mendirikan Institut Angkatan Laut (IAL) di Surabaya pada tahun 1951 dan kemudian diubah menjadi Akademi Angkatan Laut (AAL), pada 13 Desember 1956.
Pendirian Akademi Angkatan Udara memang sangat terlambat apabila dibandingkan dengan kedua angkatan yang lain.
Tapi pada saat itu ada hal yang jauh lebih penting yang harus dilakukan, yaitu alih-teknologi dan pengadaan personel kejuruan sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat.
Sebagai konsekuensi dari keputusan KMB yang mengharuskan AURI menerima begitu banyaknya aset Militaire Luchtvaart (AU Belanda) yang dihibahkan.
Selain itu, AURI juga harus menerima personel Militaire Luchtvaart yang jumlahnya mencapai 10 ribu orang apabila mereka ingin bergabung dengan AURI.
Apalagi, pada saat itu belum terpikir oleh KSAU Suryadarma untuk mendirikan sebuah akademi AURI.
Pasalnya Suryadarma lebih mementingkan pendidikan kejuruan, seperti sekolah penerbang, sekolah teknik pesawat, sekolah radio, dan lain-lain, untuk memenuhi kebutuhan personel kejuruan yang qualified dalam waktu cepat.
Jumlah perwira maupun bintara AURI yang ada pada masa itu sangat sedikit dan rata-rata lulusan sekolah kejuruan, baik penerbang, teknisi pesawat, teknisi radio, maupun lainnya, tanpa pernah mendapat pendidikan sebagai perwira militer.
Dalam kondisi yang mendesak itu Suryadarma terpaksa merekrut para perwira dan bintara eks Militaire Luchtvaart yang ingin bergabung dengan AURI, khususnya untuk mencukupi kebutuhan sumber daya manusia.
Memang banyak tantangan berat yang harus dihadapi Suryadarma untuk menagani pengalihan aset Militaire Luchtvaart, sehingga sampai dianggap sebagai sesuatu “Mission Impossible” oleh pihak Belanda.
Belum lagi, timbulnya reaksi dari beberapa perwira AURI, yang tidak suka dengan keberadaan para perwira eks Militaire Luchtvaart di AURI.
Namun Suryadarma tidak peduli tetap maju terus pantang mundur.
Bantuan para Tenaga Ahli Angkatan Udara Belanda atau Nederlandsche Millitaire Missie, yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ir. C.W.A. Oyens dan dulu pernah menjajah Indonesia ternyata sangat menolong sekali.
Semua bantuan itu dimanfaatkan semaksimal mungkin sebagai tenaga pengajar di sekolah-sekolah kejuruan AURI.
Bukan itu saja, sistem administrasi, keuangan serta personalia AURI pun diperbaiki oleh mereka.
Pada akhir bulan Desember tahun 1953, para Tenaga Ahli Angkatan Udara Belanda atau Nederlandsche Millitaire Missie, selesai bertugas di Indonesia dan kembali ke Negara Belanda.
Keadaan AURI pada saat itu banyak berubah, personelnya sudah bertambah banyak beberapa kali lipat dibandingkan sebelumnya.
Selain itu, sebagai hasil dari Sekolah Ilmu Siasat , sudah ada kesamaan visi dan misi AURI di antara para perwira AURI.
(Sumber: Bapak Angkatan Udara Suryadi Suryadarma, Penerbit Buku Kompas 2017).