Intisari-Online.com -Gempa 6,4 SR mengguncang Aceh, tepat saat memasuki salat Subuh. Tak hanya menyebabkan jatuhnya korban jiwa, gempa yang terjadi pukul 05.03 WIB itu juga merobohkan beberapa rumah ibadah, rumah-rumah, juga fasilitas pembangunan.
(Baca juga: Korban Gempa di Aceh Berjatuhan)
BMKG menegaskan bahwa gempa kali ini tidak berpotensi tsunami. Meski demikian, yang wajid diwaspadai adalah datangnya gempa susulan yang bisa muncul kapan saja. Bagaimanapun juga, mengantisipasi gempa susulan selamatkan banyak jiwa.
---
Bercermin kepada sejumlah gempa yang terjadi di tanah air beberapa tahun belakangan ini, kita memang patut mengetahui tindakan yang dapat kita lakukan pada saat gempa. Karena masalahnya, tidak ada pihak mana pun yang pernah bisa memprediksi datangnya gempa. Baik yang sifatnya kecil - hanya membuat kita terbengong-bengong sejenak- sampai gempa besar dengan guncangan hebat seperti yang dirasakan saudara-saudara kita di daerah rawan gempa.
Gempa menjadi permasalahan, karena biasanya pada saat terjadinya, ada sebagian orang yang tengah berada di dalam bangunan, baik kantor, tempat umum, maupun di rumah. Beruntung jika bangunan tempat berteduh itu cukup untuk menahan guncangan. Seandainya tidak, maka runtuhnya bangunan justru akan menjadi pembunuh yang sangat mematikan. Jadi bukan semata gempa yang bisa mengancam nyawa.
(Baca juga: Gempa Sebesar 6,4 SR Guncang Aceh, Tidak Berpotensi Tsunami)
Pada masyarakat yang hidup di daerah rawan gempa, seperti beberapa daerah di Jepang, tindakan penyelamatan diri sudah diperkenalkan dan dilatih sejak usia dini. Antisipasi berupa sistem peringatan dini, latihan rutin, kewaspadaan terus-menerus, sampai persiapan perlengkapan menghadapi bencana, terbukti mampu menurunkan jumlah korban bencana gempa secara siginifikan dalam 50 tahun terakhir. Rasanya sudah saatnya kita mencontoh mereka.
Tetap tenang
Kesaksian sejumlah orang yang pernah mengalami gempa mengatakan: pada saat terjadinya gempa, tiba-tiba saja tanah, lantai, atau ruangan terasa bergetar. Getaran yang awalnya terasa perlahan, bisa tiba-tiba terasa begitu hebat. Bangunan seperti diguncang ke kiri dan kanan. Jika getaran terasa begitu besar, bahkan manusia untuk bisa berdiri atau berlari saja bisa sangat sulit.
Ketika gempa terjadi, satu hal yang harus diperhatikan: tetap tenang! Ya, memang mudah mengatakannya. Tapi percayalah, tindakan ini bisa menyelamatkan jiwa kita. "Pada saat getaran, sebaiknya tetap tenang. Tetap di tempat. Gempa terjadi paling lama satu menit. Dalam waktu sesingkat itu bisa sejauh mana kita berlari? Lebih baik menunggu," jelas Noer Isrodin, ahli keselamatan dari Badan SAR Nasional (Basarnas).
Saat getaran gempa terjadi, kita bisa berlindung di balik benda yang cukup kuat. Misalnya di bawah meja yang kokoh. Gunanya untuk melindungi diri kita dari benda benda yang berjatuhan seperti atap, lemari, kaca jendela, atau benda-benda yang bergantungan di dinding.
Lindungi kepala dengan bantal, selimut-selimut tebal yang telah dilipat, buku tebal, atau benda-benda yang sekiranya dapat menghindarkan luka pada kepala akibat terkena benda. Pilihan penyelamatan diri bisa juga dengan berlindung di dekat tiang beton atau di bawah kusen pintu. Andai bangunan tiba-tiba ambruk, biasanya areal seperti ini menciptakan sedikit ruang untuk berlindung.
(Baca juga: Nenek 100 Tahun Ini Berhasil Selamat dari Gempa Bumi Meski Sempat Terjebak di Reruntuhan)
Ini juga berarti, tindakan seperti berlari di koridor, lorong bangunan, tangga kebakaran, atau berada di tengah ruangan, dapat berbahaya. Karena pada ruang ruang tadi, tidak ada perkuatan struktur bangunan. Sekiranya dapat melakukan tindakan lain, cobalah untuk mematikan sumber api, seperti kompor, memutus aliran lisrik, gas, atau mematikan sakelar. Sebab gempa bisa juga diikuti bahaya kebakaran akibat api atau korsleting listrik. Cobalah juga untuk membuka pintu.
Gunanya untuk mempersiapkan jalan keluar jika gempa sudah reda. Biasanya jika bangunan ambruk, pintu akan sulit dibuka karena bengkok tertimpa material di atasnya.
Cari informasi yang benar
Jika gempa sudah terasa reda, kita bisa mulai melangkah keluar ruangan. Carilah jalan yang cukup aman dari reruntuhan bangunan. Pakai alas kaki, karena biasanya terdapat pecahan kaca, kayu, atau paku. Masyarakat di Jepang mengantisipasi keadaan ini dengan menyediakan sepatu di bawah dipan untuk melindungi kaki. Waspadai juga material yang ringkih, karena sewaktuwaktu bisa saja jatuh.
Ketika berada di luar ruangan, segera menjauh dari bangunan atau menuju lapangan terbuka. Jangan berdiri di teras atau koridor bangunan, walau sepintas terlihat aman. Karena sewaktu-waktu bangunan dapat roboh tanpa diperkirakan sebelumnya. Sekiranya berada di dekat bukit, jurang atau sungai, jauhi areal tersebut karena sewaktu-waktu dapat terjadi longsor.
Menurut Noer Isrodin, tak kalah penting adalah mencari informasi yang benar. Siaran radio biasanya akan menginformasikan tentang kondisi gempa dan bahaya yang mungkin dapat mengancam. Terutama bagi masyarakat yang tinggal di pesisir pantai yang dapat terancam bahaya tsunami. Sambil melakukan tindakan evakuasi ke tempat yang lebih aman, pastikan tentang ancaman dari sumber-sumber yang resmi, seperti berita atau pengumuman petugas.
Mengetahui informasi terasa penting agar tidak terjadi kepanikan. Masyarakat yang jumlahnya bisa mencapai ribuan pada saat yang bersamaan bisa turun ke jalanan. Dalam situasi seperti itu bahaya lain mengancam yakni kecelakaan lalu lintas. Apalagi jika semua orang mengeluarkan kendaraan bermotor.
Di Jepang sendiri, kendaraan yang dianjurkan untuk evakuasi adalah sepeda. Dalam situasi seperti itu, jalan terbaik tentu berjalan kaki. Kenakan pakaian yang nyaman dan tidak perlu repot dengan urusan barang-barang yang di rumah. Keselamatan did tetap nomor satu.
Sekiranya sudah mempersiapkan bekal sebelum bencana, tempatkan dalam sebuah tas ransel beberapa perlengkapan bertahan hidup seperti air minum, makanan kering, obat-obatan, pakaian cadangan, senter, radio, serta uang tunai.
Lapor ke Basarnas
Gempa yang dahsyat pasti akan membuat berbagai kerugian bagi masyarakat di kawasan yang terkena bencana. Terutama yang paling memprihatinkan adalah munculnya korban manusia. Korban umumnya akibat terkena reruntuhan bangunan, tanah longsor, atau bisa karena tersapu tsunami.
Pada situasi darurat seperti ini, masyarakat yang selamat diharapkan dapat membantu petugas penyelamat. Agar dapat membantu para korban yang membutuhkan bantuan, anggota masyarakat sebaiknya mengetahui prosedur penanganan pertolongan pertama.
Pengetahuan seperti ini harus dilatih oleh pihak-pihak seperti pemadam kebakaran atau instansi lain yang berkompeten. Bercermin dari banyaknya korban pada peristiwa bencana alam di Indonesia akhirakhir ini, prosedur semacam ini agaknya sudah mendesak untuk disosialisasikan.
Jika memang belum memiliki bekal yang cukup untuk penanganan korban dalam hal tindakan pertolongan kesehatan, masyarakat bisa berpartisipasi dengan membantu petugas penyelamat untuk mencari korban. Pada bencana di Indonesia, tindakan penyelamatan korban di bawah koordinasi dari Basarnas.
Artinya jika masyarakat atau ada kelompokkelompok ingin berpartisipasi, maka hendaknya melapor terlebih dulu kepada pos Basarnas yang dipastikan selalu ada di daerah bencana.
Noer mengatakan, jika masyarakat melakukan tindakan sendiri-sendiri, maka dapat saja tindakan penyelamatan tidak terkoordinasi. Akibatnya tidak ada prioritas. Bisa saja terjadi penumpukan bantuan di daerah tertentu, tapi di sisi lain daerah yang lebih membutuhkan bantuan, malah tidak tersentuh. "Hal ini sering sekali terjadi," jelas Kasi Program dan Kurikulum Basarnas ini.