Advertorial
Intisari-Online.com – Tak ada sesal atau rasa bersalah sejak kejadian di Istana Kensington.
Bagi Diana, peristiwa itu bahkan membawanya kepada keceriaan yang telah lama hilang dari hatinya. Ia merasa lebih segar, lebih kuat.
Dengan mengajak James Hewitt memasuki kehidupannya, mempersembahkan kebenaran kepadanya, dan menjalin kemurnian cinta, tak ada alasan untuk merasa bersalah.
Ia berpikir, seandainya pun muncul rasa, itu, lantas digabungkan dengan penderitaannya selama ini, apa yang dia dapat?
James dan Diana semakin dekat. Telepon di meja James lebih dari 2 kali berdering setiap hari, begitu pun undangan ke Kensington. Diana makin sering mendatangi istal, sekalipun ia tahu, maksudnya bukan lagi untuk berlatih menunggang kuda.
James pun beberapa kali bertemu dengan kedua putra Diana. Keakraban antarmereka terjalin, karena, seperti halnya anak-anak lain, William dan Harry bercita-cita jadi tentara.
Bersama James pula William dan Harry berkenalan dengan kehidupan kavaleri dan kuda tunggang. Suatu ketika James menghadiahi keduanya perlengkapan menunggahg kuda.
Jadilah James pahlawan bagi William dan Harry. Lebih dari itu, dorongan mereka untuk menyukainya adalah: sejak bertemu dengan Kapten Hewitt, ibunya tak lagi sering sedih.
Jalinan asmara antara Diana dan James makin kokoh. Pertemuan antara keduanya juga makin sering, meski tak ada orang tahu, karena mereka memegang rahasia dengan cara militer.
Tahun 1987, James naik pangkat menjadi mayor, dan ditempatkan di barak Combermere, belakang Istana Windsor. Tak soal bagi Diana untuk mengunjunginya. Bahkan Windsor Great Park lebih sepi dan lebih leluasa untuk berlatih kuda.
Jika orang jeli mengamati, pasti tahu perubahan dalam diri Diana. Dalam berdandan, berpenampilan; menempatkan diri, dan bicara di depan umum, bukan semata-mata karena kematangan seorang wanita 26 tahun. James banyak berperan memberi masukan.
Derita penyakit bulimia sang Putri pun tak memburuk, karena James memberi semangat untuk sembuh.
Disemangatinya sang Putri untuk tekun berobat kepada Dr. Maurice Lipsedge, spesialis penyakit problem makanan pada RS Guy's di London Tenggara.
Padahal, sebelumnya, Diana seperti tak hendak sembuh. dari penyakit yang dideritanya sejak tahun-tahun pertama perkawinan itu. Sejak kehadiran James, Diana jadi takut sakit, takut kehilangan kesempatan untuk berduaan.
Ketergantungan Diana pada cenayang (dukun) dan paranormal pun berubah menjadi rasionalitas mengagumkan.
Enam bulan sudah affair berjalan. Keduanya bagai tak bisa dipisahkan. Sementara itu, kondisi pribadi keduanya berjalan ke arah sebaliknya.
Diana makin tak kunjung bisa mendekat ke Charles, sementara James tak kunjung memahami, apakah Diana juga berlaku bagi masa depannya.
James, yang juga hidup normal dan menjalin hubungan dengan gadis lain untuk berkamuflase, tahu pasti bahwa hatinya hanya untuk Diana. Tapi sarnpai kapan?
la mendatangi ayahnya, John Hewitt, pensiunan kapten marinir dan mantan atlet pancalomba, untuk minta pendapat.
Sekalipun lebih dekat dengan ibunya - yang kini hidup terpisah dari ayahnya -, James menganggap, soal itu lebih tepat untuk dibicarakan dengan ayahnya.
Dialog antara sesama pria, lewat cara berpikir pria, dan melihat persoalan dengan kaca mata pria.
Ayahnya cukup bijak memberi pendapat. la melihat sisi James dan Diana secara imbang. la tahu persis, sekalipun menurut norma moral yang terbaik adalah mendorong James untuk meninggalkan Diana, ia tak melakukannya.
"Putri Wales hancur karena tak memperoleh tujuan perkawinan. Jika sekarang kamu mengakhiri hubungan, itu akan mengecewakannya, makin mencabik-cabik hatinya. Sungguh kesalahan yang tak termaafkan," katanya.
James memang tak sanggup meninggalkan Diana. Di sisi lain, Diana pun makin tergantung pada sang kekasih.
Ada saatnya mereka bertahan, dan harus puas hanya bicara lewat telepon. Namun ada pula saatnya, mereka berakhir pekan bersama.
Di Highgrove, tempat peristirahatan Diana, sang Putri sungguh mengalami saat-saat istimewa.
la tinggal seatap dengan 3 laki-laki yang sangat dicintainya: James, William, dan Harry.
Tentu, Barbaraarnes, pengasuh kedua pangeran kecil, bukan orang bodoh untuk menyimpulkan sendiri, kenapa tentara tampan berstatus instruktur berkuda itu begitu dekat dengan sang Putri.
Di Devon, kota kecil tempat ibu dan kedua kakak perempuan James tinggal, pun Diana mengalami saat istimewa. Keramahan, keakraban, rasa cinta yang tanpa dibuat-buat, tanpa formalitas berbalikan dengan suasana yang dia dapatkan di istana.
Bercinta di tempat tidur sempit di kamar James pun jadi sangat istimewa.
Terhadap James, Diana memang bukan pencinta penuh ketenangan. Selalu ragu dengan tiap kali bertanya apakah dirinya cantik, apakah menarik, apakah seksi. Tak sekali - dua ia langsung menyergap dan menciumi James selagi William, dan Harry masih di balik pintu.
Ada kalanya ia meminta lagi, seketika dan saat itu juga, padahal ia sedang mandi dan James yang sudah berdandan rapi mendekatinya untuk pamit. Pernah juga terjadi, Diana sangat ingin bercinta, sementara James sangat capek.
Merasa ditolak, Diana marah dan mieninggalkan James berhari-hari tanpa kabar.
Detektif Ken Wharfe, yang telah lama setia mengawal dan ikut menyimpan rahasia sang Putri, mendadak dipindahtugaskan karena dianggap terlalu membela James dalam pertengkaran itu, serta salah ucap saat menenangkan hati sang Putri.
Terkadang James merasa kesal dan letih. Jiwa Putri Diana tak kunjung membaik, sementara ketergantungan pada dirinya berubah menjadi impuls-impuls mengejutkan. Akankah ia meninggalkannya? Tidakkah ia ingat pesan ayahnya?
(Ditulis oleh Mayong Suiyo Laksono. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari Februari 1996)
Baca juga: Apa Benar Penobatan Pangeran Charles Sebagai Raja Sangat Bergantung pada Putri Diana?