Intisari-Online.com—Kebanyakan pelajar khususnya di usia remaja menerima semua konten yang ada di media sosial tanpa mempertimbangkan sumbernya. Karena banyak pelajar yang tidak mengenali berita palsu di media sosial, orangtua mesti bijak untuk memberi pemahaman agar menyaring informasi dari media sosial.
Para pelajar merupakan kalangan yang paling aktif menggunakan media sosial. Di media sosial berbagai informasi tersebar cepat dan luas. Laporan dari Sue Shellenbarger di situs wsj.com (Wall Street Journal) mengenai kondisi ini cukup mengejutkan. Sebab dari penelitian yang dilakukan pada 8.000 pelajar (dari siswa SD hingga mahasiswa) membuktikan bahwa banyak dari mereka yang tidak bisa membedakan situs palsu dan media profesional.
Hal ini dipengaruhi oleh kecenderungan mereka yang menggunakan media sosial sekadar untuk mengunggah foto narsis dan bersosialisasi dengan teman-teman. Sehingga seringkali mereka dengan polosnya tidak bisa mengenali informasi yang palsu.
Studi serupa juga dilakukan Stanford University pada 7.804 pelajar dari SMP hingga mahasiswa perguruan tinggi dan menemukan bahwa mereka tidak mampu mengevaluasi suatu infromasi dengan detail. Sebab mereka hanya fokus pada gambar atau judul berita saja, tanpa memperhatikan sumbernya.
Karena itulah anak-anak ini perlu diajari untuk melek media sejak dini. Agar pikirannya tidak diracuni dengan konten informasi yang menyesatkan.
Pertama, ajari anak untuk mengevaluasi sumber dan kredibilitas dari media yang menyajikan informasi itu. Orangtua sebaiknya juga memahami dan mengenali media sosial apa yang sering digunakan anak. Sehingga orangtua bisa menyarankan situs-situs berita apa yang layak dipercaya.
Seringlah pula bertanya pada anak dari mana ia memperoleh informasi setiap harinya. Kemudian jelaskan mengenai kemungkinan adanya berita palsu sehingga anak bisa tertantang untuk menguji informasi yang diterimanya di media sosial. Setidaknya mereka mulai memperhatikan sumber informasi itu.
Kedua, berikan penjelasan mengenai kredibilitas sumber informasi. Hampir 88% pelajar yang berusia 18 tahun memperoleh informasi dari Facebook dan media sosial lainnya. Bayangkan betapa banyak anak terpapar informasi setiap hari.
Setelah tadi memberi pemahaman pada anak bahwa kemungkinan berita palsu menyebar luas di media sosial, biarkan anak memperhatikan cara orangtua dalam mencari sumber informasi.
(Baca juga: Mendidik Anak dengan Gawai Ala Sulastri)
Ajari anak untuk mencari tahu informasi dari berbagai sumber. Misalnya menonton TV bersama dan kemudian mendiskusikannya. Bisa juga dengan melakukan perbandingan berita dari satu berita dengan berita lainnya.
Jelaskan juga pada anak untuk memperhatikan struktur dari situs berita itu. Misalnya dengan mengklik pranala “about” atau “profile” dari situs tersebut. Bimbing ia untuk langsung meninggalkan situs itu ketika kedua pranala tersebut tidak memberi informasi bahwa situs itu bisa dipercaya.
Mereka juga perlu tahu bahwa informasi top ranking di mesin pencarian Google belum tentu bisa dipercaya sepenuhnya.
Ketiga, ajari anak untuk membedakan fakta dan opini. Kadang, dengan mengikuti emosi dan rasa penasarannya, para pelajar itu pun tidak bisa membedakan berita yang faktual atau informasi yang berisikan opini.
Hal ini juga bisa terjadi karena mereka tidak begitu tertarik untuk membaca berita yang panjang. Namun tanpa membaca berita keseluruhan kita tidak akan mengenali apakah berita itu palsu atau tidak, bukan?
Sebisa orangtua sering berdiskusi dengan anak mengenai hal ini. Sebab jika anak tidak melek media, hal tersebut bisa mempengaruhi cara pandang dan kehidupannya. Yuk, jadi orangtua yang bijak.
(Baca juga: Untuk Orangtua, Jauhkan ‘Gadget’ dari Anak Sebelum Tidur Jika Ingin Mereka Tumbuh Sehat)