Sains Membenarkan Kalau Kebanyakan Orang Kaya Memang Tidak Peduli dengan Orang Lain

Tika Anggreni Purba
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Sains membenarkan banyak orang kaya yang tidak memperhatikan orang lain.
Sains membenarkan banyak orang kaya yang tidak memperhatikan orang lain.

Intisari-online.com—Kita tentu sering mendengar perkataan orang bijak bahwa ketika seseorang memiliki lebih banyak uang, cara pandangnya untuk melihat orang lain pun berubah.

Jurnal Psychology Science yang dipublikasikan di New York University (NYU) menunjukkan bahwa secara tidak sadar, orang yang kaya dan mengalami kemakmuran, secara tidak sadar menjadi kurang memperhatikan sesamanya.

Dalam jurnal tersebut, para peneliti menjabarkan ekperimen untuk mengukur efek dari kelas sosial pada kehidupan seseorang. Menurut beberapa sekolah tinggi psikologi, manusia termotivasi untuk memperhatikan sesuatu yang memberikan nilai bagi dirinya.

Tim NYU ini membuat sebuah kelompok yang terdiri dari 61 partisipan. Mereka kemudian diminta untuk berjalan menyusuri blok demi blok di kota Manhattan seraya mengenakan Google Glass. Sebelumnya mereka diminta untuk mengidentifikasi kelas sosial mereka terlebih dahulu.

Eksekutif Google: Kacamata Pintar Google Glass adalah Kamera Mata-mata Terburuk di Dunia
Para pejalan kaki yang ada di situ kemudian diberikan penjelasan bahwa mereka sedang melakukan pengujian teknologi. Setelah proses berjalan menyusuri kota selesai, melalui Google Glass, para peneliti menemukan bahwa mereka yang mengidentifikasi dirinya sebagai kalangan kelas sosial atas sama sekali tidak memperhatikan orang-orang yang ada di jalanan. Berbanding terbalik dengan mereka yang menyatakan diri berada di kelas sosial yang lebih rendah.

Peneliti-peneliti itu juga melakukan penelitian serupa dengan menggunakan sistem eye tracking yang canggih. Kali ini, pelajar yang menjadi partisipannya. Mereka diminta untuk melihat serangkaian foto yang diambil melalui Google Street View di komputer. Dan lagi-lagi, peneliti menemukan bahwa siswa yang mengidentitifikasi dirinya sebagai orang kaya alias kelas sosial atas menghabiskan sedikit waktu untuk melihat manusia yang tampak di foto.

Dalam eksperimen terpisah, peneliti NYU kemudian menguji kembali partisipan dengan mengukur berapa lama ia tahan untuk melihat atau memperhatikan orang lain. Mereka merekrut sekitar 400 peserta secara online. Kemudian ia diminta untuk melihat berbagai gambar benda, yang rata-rata di dalamnya adalah wajah orang, buah-buahan, dan peralatan.

Satu gambar akan muncul sebentar di layar kemudian digantikan dengan gambar kedua yang mirip bahkan identik dengan gambar sebelumnya. Dua gambar itu akan terus berkedip bergantian sampai peserta meng-klik spasi untuk membuat gambar itu berhenti dan peserta bisa mengidentifikasi apakah ada perubahan atau tidak pada gambar tersebut.

Orang yang mengidentifikasi dirinya sebagai orang yang tidak terlalu kaya secara signifikan lebih cepat ketimbang mereka yang dari kelas sosial yang lebih tinggi untuk melihat perubahan pada gambar wajah. Itu berarti, kata peneliti, perubahan wajah seseorang menjadi concern bagi mereka.

“Dari tiga pengujian tersebut, kami mendapati bahwa orang yang berada di kelas sosial rendah lebih memperhatikan orang lain ketimbang mereka yang berada di kelas sosial yang lebih tinggi,” ungkap Pia Dietze, pemimpin penelitian dari UNY.

Tidak Sombong Adalah 1 dari 8 Ciri Orang dengan Konsep Diri yang Sehat (1)
Sebuah studi sebelumnya yang diterbitkan dalam Psychological Sciences, psikolog University of California, San Francisco menemukan bahwa orang dari status sosial ekonomi yang lebih tinggi tidak mahir membaca emosi orang lain secara akurat, dibandingkan dengan rekan-rekan yang kurang makmur.

Terlebih lagi, dalam sebuah studi tahun 2009 menunjukkan bahwa mahasiswa dari status sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung kurang memperhatikan orang asing yang baru pertama kali mereka temui bahkan ketika mereka sama-sama orang kaya.

Salah satu alasan orang kaya mungkin kurang peduli dengan orang lain adalah karena mereka mampu untuk menyewa atau membayar bantuan lain untuk melayani kebutuhan mereka (seperti perawatan anak dan perbaikan rumah) daripada bergantung pada tetangga, menurut Dacher Keltner, seorang profesor psikologi di University of California, Berkeley. Bisa dibilang ada kesenjangan empati di sini.

Artikel Terkait