Yang khas dari malapetaka itu ialah bahwa dinding-dinding rumah tetap berdiri tetapi atapnya runtuh. Sekarang memang ada rumah yang beratap, tetapi itu khusus dibuat untuk melindungi fresco dari kehancuran.
Orang yang ingin mengunjungi Pompeyi bukan sekedar sebagai turis sebaiknya mengunjungi Museum Nasional di Napoli dulu. Di situ disimpan benda-benda seni, mozaik dan barang-barang lain yang ditemukan selama penggalian kota tersebut.
Baca juga:Foto-foto Mengerikan dari Luapan Lava Gunung Berapi Kilauea di Hawai, Jalanan Beraspal pun Terbakar
Setelah kunjungan itu Anda akan lebih mudah membedakan gaya bangunan yang berbeda-beda yang menunjukkan pengembangan rumah Rumawi. Yang tertua terdiri dari tidak lebih, dari beberapa ruangan sekitar atrium dan taman kecil. Kemudian taman itu, peristylium (teras) dikelilingi oleh gang terbuka dengan pilar-pilar.
Masih ada contoh gang-gang berpilar seperti itu di mana bunga viol tumbuh sekitar tempat air mancur. Di sana sihi masih ada hiasan marmer, meja halus atau pot bunga. Penduduk Pompeyi yang kaya suka dengan gaya peristylium, menaruh patung di situ dan menikmari suara gemirisik air mancur.
Museum malapetaka
Anda juga jangan lupa untuk masuk museum kecil di Pompeyi. Di ruangan masuk juga ada tiruan dari anak yang berjongkok sambil menangis dan menaruh tangannya di atas kepalanya. Di situ orang bisa melihat penderitaan yang terjadi pada belasan abad yang lalu.
Budak yang diikat mati lemas, ibu-ibu yang berusaha untuk melindungi anaknya yang diajak mengungsi dengan tubuhnya sendiri, atap berjatuhan, jerit tangis, karena akhir dunia sudah tiba bagi mereka.
Kini orang bisa melihat bentuk-bentuk batu mereka dalam lemari kaca. Patung itu dibuat dengan cara mengisi lubang dalam lava dengan gips. Manusia seperti waktu mereka disergap oleh lava sekian abad yang lalu kini muncul kembali setelah dikubur di bawah lapisan abu setebal 6 meter.
Baca juga: (Video) Kamera Aksi Ini Merekam Keindahan Lava Yang Mengalir, Bahkan Sempat
Ada yang mukanya penuh ketakutan, tangannya melengkung seperti orang yang sedang kejang. Ada juga yang mulutnya tersenyum damai, karena mungkin mereka sedang tidur waktu maut menjemput.
Corat-coret
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR