Mengenal Lebih Dekat Kolintang, Alat Musik Minahasa yang Diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Kolintang, alat musik asli Minahasa, Sulawesi Utara, baru saja diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO (Arsip Sanggar Bapontar via Kompas.ID)
Kolintang, alat musik asli Minahasa, Sulawesi Utara, baru saja diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO (Arsip Sanggar Bapontar via Kompas.ID)

Kolintang, alat musik asli Minahasa, Sulawesi Utara, baru saja diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO. Inilah beberapa hal yang perlu kamu tahu tentang alat musik pukul ini.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Sudah ada 16 item dari Indonesia yang diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh UNESCO. Yang terakhir adalah kolintang, alat musik pukul khas Minahasa, Sulawesi Utara.

Sama seperti kebaya dan reog ponorogo, kolintang melewati perjuangan panjang untuk mendapat pengakuan dari organisasi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu.

Sama dengan dua pendahulunya, kolintang ditetapkan sebagai WBTB lewatsidang 19th Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di Paraguay, pada Kamis (5/12) kemarin.

Dalam sambutannya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan bahwa kolintang tak sekadar alat musik. Lebih dari itu, ia adalah simbol harmoni, persatuan, dan kreativitas masyarakat Indonesia. Dia menambahkan, pengakuan ini adalah bukti komitmen Indonesia dalam melestarikan kekayaan budaya bangsa.

Mengutip Kompas.ID, pengakuan atas kolintang meliputi lima elemen penting WBTB:tradisi lisan, seni pertunjukan, praktik sosial dan ritual, pengetahuan ekologis, dan kerajinan tradisional.

"Kami berterima kasih atas dedikasi Anda semua dalam memastikan kolintang tetap hidup dan terus menginspirasi generasi mendatang," ujar pria yang menempuh pendidikan S1 di Universitas Indonesia (UI) ini.

Tidak lupa, Fadli Zon mengingatkan bahwapengakuan ini membawa tanggung jawab besar bagi Indonesia untuk terus melestarikan dan mempromosikan kolintang baik tingkat nasional maupun internasional. Kolintang harus menjadi jembatan dialog antarbudaya dan penghubung antargenerasi.

Dan lebih dari itu, menurut Fadli, pengakuan atas kolintang adalah cermin darinilai lintas budaya yang dimiliki alat musik pukul itu. Ia punya kemiripan dengan balafon, alat musik tradisional dari Mali, Burkina Faso, dan Côte d’Ivoire di Afrika Barat.

qKolaborasi Indonesia dengan ketiga negara tersebut menjadi bukti bahwa musik tradisional mampu menjembatani perbedaan geografis dan budaya.

Sebab, meskipun berasal dari tradisi yang berbeda, kolintang dan balafon menunjukkan bahwa musik adalah bahasa universal yang dapat menyatukan masyarakat dalam ritme dan kreativitas bersama di tengah perbedaan.

Bagaimanapun juga, pengakuan ini disambut gembira oleh komunitas kolintang, mengutip Kompas.ID. Salah satu sosok yang merasakan itu adalah Pelindung Insan Kolintang Nasional Indonesia Lis Purnomo Yusgiantoro yang sekitar dua dekade mempromosikan alat musik itu.

Masih menurut Kompas.ID, dialah tokoh yangmemelopori upaya Indonesia agar kolintang mendapat pengakuan UNESCO. Dalam waktu yang tidak sebentar ini, Lis terus berjuang supaya kolintang diakui sebagai warisan budaya Indonesia.

Beragam upaya dia lakukan. Termasukmenjalin kerja sama dengan berbagai organisasi, pemerintah daerah, dan negara-negara sahabat.

Mengenal lebih dekat kolintang

Seperti disebut di awal, kolintang adalah alat musik pukul tradisional asal Minahasa, Sulawesi Selatna. Alat musik ini, mengutip Kompas.com, terinspirasi dari suaraalat musik, seperti "tong" untuk nada rendah, "ting" untuk nada tinggi, dan "tang" untuk nada tengah.

Alat musik menggunakan istilah "ber tong ting tang" sambil mengungkapkan kalimat "Maimo Kumolintang" untuk mengajak orang memainkannya. Sehingga, lama kelamaan ungkapan tersebut berubah menjadi kolintang.

Dulukolintang difungsikan untuk ritual adat yang berhubungan dengan pemujaan roh leluhur. Tapi seiring waktu, alat musik ini berfungsi sebagai pengiring tarian, pengiring lagu, atau pertunjukkan musik.

Dalam waktu yang lebih belakangan, generasi muda kemudian mengolaborasikan alat musik kolintang denganalat musik modern sebagai pengirinng lagu mulai jazz, pop, hingga rock.

Kolintang terbuat darikayu khusus yang ringan tapi dengan tekstur yang cukup padat. Kemudian, kayu ini disusun membentuk garis sejajar. Pada umumnya, kayu yang digunakan adalah kayu telur, kayu bandaran, kayu wenuang, kayu cempaka, kayu waru, dan kayu kakinik.

Proses pembuatannya, kayu-kayu tersebut dikeringkan terlebih dahulu sebelum diproses menjadi bilah-bilah kecil. Jika bilah kayu tersebut dikurangi panjangnya dapat menghasilkan nada yang sesuai.

Alat musik kolintang dapat menghasilkan 9 jenis nada, yaitu loway (bass), cella (cello), karua (tenor 1), karua rua (tenor 2), uner (alto 1), uner rua (alto 2), katelu (ukulele), ina esa (melodi 1), ina rua (melodi 2), ina taweng (melodi 3).

Kolintang dimainkan dengan cara dipukul menggunakan mallet (tongkat kecil dengan bagian ujung dibalut sebuah kain atau benang). Biasanya, mallet berjumlah tiga yang diberi nomor tersendiri untuk memainkannya.

Mallet nomor satu digunakan di tangan kiri, sedangkan nomor dua dan tiga dipegang di tangan kanan yang biasanya di sela-sela jari sesuai dengan accord yang dimainkan.

Sebagai informasi, kolintang tak sama dengan angklung.Perbedaan terlihat dari asal, bahan, dan cara memainkannya. Kolintang berasal dari Sulawesi Utara, sedangkan angklung berasal dari Jawa Barat.

Bahan baku kolintang berasal dari kayu, angklung berasal dari bambu. Perbedaan lainnya dari cara memainkannya, kolintang dimainkan dengan cara dipukul, sedangkan angklung dimainkan dengan cara digoyangkannya.

Itulah beberapa hal yang perlu kita tahu tentang kolintang, alat musik tradisional asal Minahasa, Sulawesi Utara, yang baru saja diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO.

Artikel Terkait