Bersama Reog Ponorogo dan kolintang, kebaya akhirnya ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia UNESCO. Keren!
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Tak hanya dari Reog Ponorogo, kabar bahagia juga datang dari kebaya -- dan kolintang.
Masih dari tempat yang sama, sidang 19th Session of the Intergovermental Committe on Intangible Cultural Heritage (ICH) di Paraguay, kebaya telah diakui sebagai Benda Warisan Budaya Tak Benda asal Indonesia oleh UNESCO.
Penetapan diumumkan pada Rabu (4/12), menyusul Reog Ponorogo yang telah ditetapkan sehari lebih dahulu. Persisnya pada Selasa (3/12) di tahun yang sama.
Dengan begitu, sudah ada 16 warisan budaya tak benda asal Indonesia yang sudah diakui oleh organisasi pendidikan, keilmuan, dan kebudayaan yang bernaung di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu.
Kebaya sendiri diusulkan Pemerintah Indonesia sebagai warisan budaya tak benda kepada UNESCO pada 2022 lalu. Ketika Indonesiaawalnya berencana mendaftarkan kebaya lewat single nominations.
Lalu pada 2023, Indonesia resmi mendaftarkan kebaya ke UNESCO dalam bentuk joint nomination bersama empat negara di Asia Tenggara lainnya. Hingga kemudiansidang ke-19 Komite untuk Pelindungan Warisan Budaya Takbenda yang berlangsung di Paraguay, pada Rabu (4/12), kebaya resmi menjadi warisan budaya takbenda UNESCO.
Lalu sehari kemudian, tepatnya Kamis (5/12), giliran kolintang yang ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO. Benar-benar kabar bahagia yang datang bertubi-tubi pada awal Desember 2024 ini.
Kebaya diusulkan untuk nominasi multinasional kategori Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.
Empat negara lain yang mengusulkan kebaya sebagai warisan budaya takbenda Indonesia ke UNESCO melalui joint nomination adalah Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand. Kesepakatan ini diperoleh melalui focus group discussion (FGD) yang diadakan di Jakarta bersama Kementerian Luar Negeri, tim kami (UNESCO), dan Dirjen Kebudayaan Kemenristekdikbud pada Februari 2023.
Lewatmekanisme joint nomination, dua atau lebih negara bisa mengajukan kebudayaan secara bersama-sama setiap tahun sekali. Sementara, dalam mekanisme single nominations, setiap negara hanya bisa mengajukan satu kebudayaan dalam dua tahun ke UNESCO.
Pada 2024 ini, Indonesiamengusulkan tiga item sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO. Ketiganya adalah reog ponorogo, kebaya, dan kolintang -- sebagaimana disampaikan oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam Sidang ke-19 Komite yang berlangsung pada 2-7 Desember 2024 lalu.
Reog Ponorogo diusulkan untuk kategori "Urgent Safeguarding List", yang disidangkan pada Selasa (3/12). Lalu kebaya diusulkan untuk nominasi multinasional kategori "Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity", yang disidangkan pada Rabu (4/12).
Sementara yang terakhir, kolintang, diusulkan untuk kategori "Extension Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity", yang akan disidangkan pada Kamis (5/12).
Sebelum tiga item itu, sudah ada 13 elemen yang ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO. Yaitu:wayang (2008), keris (2008), batik (2009), pelatihan batik (2009), angklung (2010), tari saman (2011), noken (2012), tiga genre tari Bali (2015), kapal pinisi (2017), pencak silat (2019), pantun (2019), gamelan (2021), jamu (2023).
Kebaya Indonesia aneka rupa
Kata kebaya, mengutip bukuMenelusuri Jejak Kebaya (2023) karya Sitawati Ken Utami, berasal dari bahasa Arab "abaya".Ada juga yang menyebut dari kata kebyak atau mbayak(bahasa Jawa). Tapi satu yang harap dicatat, kebaya adalah busana penanda masuknya Islam di Nusantara.
Mengutip Kompas.com, saat itu perempuan masih banyak yang memakai kemben atau telanjang dada. Seiring masuknya Islam oleh walisongo, maka busana perempuan menjadi lebih tertutup dengan pemakaian selendang atau kain penutup pundak.
Model ini yang sekarang sering dikenal sebagai kebaya Kutubaru. Kebaya jenis ini yang paling populer di tahun 70-an sampai 80-an berbahan sifon dengan motif bunga-bunga.
Sementara kebaya Kartini merupakan kebaya dengan model klasik yang tentu saja dengan mudah dilihat pada foto RA Kartini pahlawan nasional. Warnanya pada umumnya polos, bisa putih atau warna lain.
Kebaya jenis lain adalahkebaya Encim atau Kerancang yang digunakan kaum peranakan atau perempuan keturunan China. Modelnya banyak dihiasi dengan bordiran di ujung kebaya dan ujung lengan. Warnanya pada umumnya polos cerah, namun sudah ramai dengan bordiran. Kebaya jenis ini biasanyadipadankan dengan kain batik pesisiran yang berwarna cerah dan bermotif flora fauna.
Ada juga kebaya Noni,yangmerupakan kebaya dengan pengaruh Belanda. Dulu, pemakai kebaya ini adalah perempuan Belanda atau istri Belanda yang ingin menunjukkan kelas sosialnya. Yang khas dari kebaya model ini adalah pada penerapan renda di sepanjang bukaan kebaya sampai belakang dan leher serta ujung lengan.
Warna kebaya Noni pada umumnya putih atau off-white.
Lalu ada kebaya Landung (panjang sampai atas lutut) yang juga tergolong sebagai kebaya vintage. Kebaya jenis inibanyak dipakai di lingkungan keraton, meskipun zaman dulu masyarakat luas pun ada yang memakainya.
Model lain ada kebaya Sunda yangterbuka bentuk V, U, atau setengah lingkaran. Ada kebaya Bali yang ciri khasnya berbordir di punggung atau berbahan brokat tanpa kerah, Ada kebaya Betawi yang memakai manset di ujung lengannya, ada pula kebaya Ambon berwarna putih yang memakai manset juga.
Itu belum kebaya-kebaya lain yang berasal dari wilayah lain di Indonesia yang jumlahnya banyak banget.
Jasa besar komunitas
Komunitas-komunitas pencinta kebaya dan wastra mempunyai peran besar dalam pengajuan kebaya sebagai warisan budaya tak benda kepada UNESCO. Dalam berbagai kesempatan, mereka selalu mengenakan kebaya yang beragam jenisnya. Tak hanya di dalam negeri, tapi juga di luar negeri.
Di sisi lain, ada negara tetangga yang menyebut bahwa kebaya adalah budaya mereka. "Hal ini menggugah kesadaran komunitas kebaya di Indonesia untuk mengusulkan kebaya ke UNESCO sebagai warisan budaya dunia tak benda," tulis Tatang Mulyana Sinaga dalam artikelnya berjudul "Mengapa Kebaya Layak Ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda oleh UNESCO?" yang tayang di Kompas.ID pada 4 Desember 2024.
Sejumlah lembaga mendukung usulan tersebut. Forum diskusi digelar di berbagai lokasi. Gerakan memakai kebaya pun diperluas di banyak tempat dan komunitas. Dan sejak saat itu pulagerakan mengenakan kebaya dibuat lebih massif dan lebih luas cakupannya.
Angin segar juga datang dari pemerintah. Pada 2023, Presiden Jokowi mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2023 tentang Hari Kebaya Nasional. Dan Hari Kebaya Nasional untuk pertama kalinya akhirnya digelar setahun kemudian, pada 24 Juli 2024.
"Kebaya lebih dari sekadar busana. Kebaya juga mencerminkan identitas perempuan Indonesia. Kebaya melalui berbagai proses adaptasi hingga mencapai bentuknya yang sekarang," tulis Tatang.
Dia juga menambahkan bahwa kebaya adalah warisan leluhur yang harus dilestarikan keberadaannya. Terlebih lagi karena ada begitu banyak jenis kebaya yang ada di Indonesia -- sebagaimana telah disebutkan di atas.
Tatang kemudian menutup tulisannya dengan menegaskan bahwa kebaya adalah simbol karakter perempuan Indonesia yang lebih tapi punya kekuataan yang dahsyat dalam perjuangan -- itu tercermin saat Kongres Perempuan Indonesia pertama yang digelar di Yogyakarta pada 1928 lalu di mana para pesertanya mengenakan kebaya.
Dan karena itulah ia layak ditetapkan sebagai warisan budaya tak beda oleh UNESCO. Sekarang tinggal giliran kita yang wajib melestarikan dan menjaganya sebaik mungkin.