Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com -Angin Samudera Hindia berbisik kabar duka, mengabarkan kedatangan kapal-kapal perang berbendera asing di ufuk timur. Kota Medan, yang baru saja menghirup udara kemerdekaan, kembali diselimuti awan kelam.
Tanggal 9 Oktober 1945, menjadi saksi bisu pendaratan pasukan Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly.
Kedatangan mereka, yang seharusnya membawa misi pembebasan dari belenggu penjajahan Jepang, justru menjadi awal babak baru perjuangan bagi rakyat Indonesia.Di balik kedok misi repatriasi tawanan perang dan melucuti tentara Jepang, tersimpan agenda terselubung yang memilukan.
NICA (Netherlands Indies Civil Administration), lembaga bentukan pemerintah Belanda, membonceng kedatangan pasukan Sekutu dengan tujuan merestorasi kekuasaan kolonial di bumi pertiwi.
Janji manis kemerdekaan yang dikumandangkan pada Proklamasi 17 Agustus 1945 seakan menjadi fatamorgana di tengah padang pasir perjuangan.Rakyat Medan, yang baru saja merasakan manisnya kemerdekaan, menyambut kedatangan Sekutu dengan hati bercampur was-was. Bendera Merah Putih berkibar gagah di setiap sudut kota, menandakan semangat juang yang tak pernah padam.
Namun, di balik sambutan hangat tersimpan bara api perlawanan yang siap menyala. Kehadiran NICA, yang berambisi menghidupkan kembali kolonialisme, menyulut api kemarahan di dada para pejuang.Jenderal T.E.D. Kelly, sang komandan pasukan Sekutu, melangkahkan kaki di tanah Medan dengan sikap penuh percaya diri. Ia datang membawa mandat untuk melucuti tentara Jepang dan menjaga keamanan, namun di balik itu tersimpan niat busuk untuk mengembalikan kekuasaan Belanda.
NICA, yang berlindung di balik punggung Sekutu, mulai menunjukkan taringnya. Mereka mempersenjatai kembali tawanan perang Belanda, memprovokasi rakyat, dan berusaha menguasai kembali aset-aset penting.Ketegangan semakin memuncak, aroma mesiu tercium di udara. Insiden demi insiden terjadi, bentrokan antara pemuda Indonesia dengan pasukan Sekutu dan NICA tak terelakkan.
Peristiwa perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato menjadi simbol perlawanan rakyat Medan terhadap penjajahan. Darah pemuda tumpah membasahi bumi pertiwi, mengukuhkan tekad untuk mempertahankan kemerdekaan.Pertempuran Medan Area pun meletus, mengguncang kota Medan dan sekitarnya. Para pejuang, yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat, bersatu padu melawan Sekutu dan NICA.
Dengan semangat pantang menyerah, mereka bertempur habis-habisan, mengorbankan jiwa dan raga demi tanah air tercinta. Medan menjadi medan juang, saksi bisu kegigihan dan keberanian para pahlawan bangsa.Di tengah kobaran api peperangan, muncul sosok-sosok pejuang yang gagah berani. Achmad Tahir, pemuda pemberani yang memimpin perlawanan rakyat, menjadi simbol semangat juang yang tak kenal lelah.
Dr. Ferdinand Lumbantobing, dokter yang rela meninggalkan kenyamanan profesinya untuk mengangkat senjata, menunjukkan bahwa perjuangan tak mengenal batas usia dan profesi. Para pemuda, pelajar, dan rakyat jelata, bahu-membahu melawan penjajah, membuktikan bahwa kekuatan sejati terletak pada persatuan dan kesatuan bangsa.Pertempuran Medan Area menjadi catatan sejarah penting dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Meskipun Sekutu dan NICA memiliki persenjataan yang lebih modern, semangat juang rakyat Medan tak pernah padam.
Mereka bertempur dengan senjata seadanya, bambu runcing, dan semangat patriotisme yang membara. Pertempuran ini menjadi bukti bahwa tekad dan semangat juang dapat mengalahkan kekuatan fisik dan senjata.Namun, perjuangan tak selalu berakhir dengan kemenangan. Sekutu dan NICA, dengan dukungan persenjataan modern dan strategi licik, berhasil menguasai Kota Medan. Para pejuang, meskipun kalah dalam pertempuran, tetap teguh pada pendiriannya.
Mereka menyingkir ke daerah pedalaman, melanjutkan perjuangan secara gerilya. Api perlawanan tetap menyala, menunggu saat yang tepat untuk berkobar kembali.Pertempuran Medan Area, meskipun berakhir dengan kekalahan fisik, menjadi tonggak penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Pertempuran ini menunjukkan kepada dunia bahwa rakyat Indonesia tidak akan pernah menyerah pada penjajahan.
Semangat juang yang ditunjukkan oleh para pejuang Medan menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk terus berjuang demi kedaulatan dan kemerdekaan bangsa.Kisah Pertempuran Medan Area adalah kisah tentang keberanian, pengorbanan, dan semangat pantang menyerah.
Kisah ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah, melainkan hasil perjuangan keras para pahlawan bangsa. Kita patut bersyukur dan berbangga atas jasa-jasa mereka, serta menjaga api perjuangan tetap menyala dalam dada kita.Sumber:Ricklefs, M.C. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Poesponegoro, M.D., & Notosusanto, N. (1984). Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI. Jakarta: Balai Pustaka.
Cribb, R. (1992). Gangsters and Revolutionaries: The Jakarta People's Militia and the Indonesian Revolution 1945-1949. Sydney: Allen & Unwin.
Reid, A. (1974). The Indonesian National Revolution 1945-1950. Melbourne: Longman Australia Pty Ltd.
Kahin, G. McT. (1952). Nationalism and Revolution in Indonesia. Ithaca, New York: Cornell University Press.
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---