Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com - Langit Jakarta masih diselimuti kegelapan ketika fajar tanggal 1 Oktober 1965 menyingsing.
Namun, di balik ketenangan semu itu, badai pemberontakan tengah berkecamuk. Gerakan 30 September, yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), telah melancarkan kudeta berdarah.
Para jenderal diculik dan dibunuh dengan keji, sementara ibu kota dicekam oleh ketakutan dan ketidakpastian.
Ia segera mengambil alih komando dan menyerukan kepada seluruh pasukan yang setia untuk melawan pemberontakan.
Di antara pasukan-pasukan yang pertama kali merespons seruan Soeharto adalah Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) dan Batalyon Infanteri 328 Kujang Siliwangi.
RPKAD: Pasukan Elit Penumpas Pemberontakan
RPKAD, yang dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edhie Wibowo, adalah pasukan elit yang terlatih dan berpengalaman dalam operasi tempur.
Mereka segera bergerak menuju Jakarta dari markas mereka di Cijantung.
Dengan keberanian dan kecepatan kilat, mereka berhasil menguasai kembali gedung Radio Republik Indonesia (RRI) dan stasiun pemancar lainnya yang sempat dikuasai oleh pasukan pemberontak.
Kujang Siliwangi, Prajurit Setia dari Tanah Pasundan
Sementara itu, Batalyon Infanteri 328 Kujang Siliwangi, yang dipimpin oleh Mayor Kemal Idris, juga bergerak cepat dari markas mereka di Bandung.
Pasukan ini, yang dikenal dengan semangat juangnya yang tinggi, segera bergabung dengan RPKAD dalam operasi penumpasan pemberontakan.
Mereka bertempur dengan gagah berani di berbagai titik strategis di Jakarta, termasuk di sekitar Lapangan Merdeka dan Istana Negara.
Salah satu pertempuran paling sengit terjadi di Lubang Buaya, sebuah daerah di pinggiran Jakarta tempat para jenderal yang diculik dibunuh dan dibuang ke dalam sumur tua.
Pasukan RPKAD dan Kujang Siliwangi berjuang mati-matian melawan pasukan pemberontak yang bertahan di lokasi tersebut.
Setelah pertempuran yang berlangsung selama beberapa jam, pasukan loyalis akhirnya berhasil menguasai Lubang Buaya dan menemukan jenazah para jenderal.
Operasi penumpasan G-30-S/PKI di Jakarta akhirnya berhasil. Pasukan RPKAD dan Kujang Siliwangi, bersama dengan pasukan-pasukan lainnya, berhasil mematahkan pemberontakan dan mengembalikan keamanan di ibu kota.
Namun, kemenangan ini harus dibayar dengan harga yang mahal. Banyak prajurit pemberani yang gugur dalam pertempuran, termasuk beberapa perwira tinggi.
Operasi penumpasan G-30-S/PKI di Jakarta adalah salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah Indonesia.
Peristiwa ini menunjukkan betapa pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa dalam menghadapi ancaman dari dalam maupun luar.
Jasa para pahlawan yang gugur dalam pertempuran ini akan selalu dikenang oleh generasi-generasi mendatang.
Sumber:
Bachtiar, Harsya W. (1988). Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai: Latar Belakang Peristiwa 1 Oktober 1965. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.
Hughes, John (2002). The End of Sukarno: A Coup That Misfired: A Purge That Ran Wild. Singapore: Archipelago Press.
Roosa, John (2006). Pretext for Mass Murder: The September 30th Movement and Suharto's Coup d'État in Indonesia. Madison: University of Wisconsin Press.
Semoga artikel ini bermanfaat dan memberikan wawasan baru bagi pembaca tentang peristiwa G-30-S/PKI.
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---