Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com -Di bawah langit senja Pulau Timor, pada tahun 1925, seorang bayi perempuan lahir dengan nama Francisca Casparina Fanggidaej. Takdirnya, seperti untaian manik-manik yang belum terajut, masih tersembunyi di balik tabir masa depan.
Namun, sejarah telah mencatat namanya dengan tinta emas, meski sempat terhapus oleh kekuasaan yang lalim.
Francisca tumbuh dalam keluarga Indo, perpaduan budaya Eropa dan pribumi, yang memberinya akses pendidikan dan wawasan luas. Ia mewarisi semangat perjuangan dari ayahnya, seorang pegawai tinggi di Hindia Belanda yang diam-diam mendukung gerakan kemerdekaan. Darah pemberontak mengalir deras dalam nadinya, mendorongnya untuk menentang ketidakadilan dan penindasan.
Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1945, Francisca turut serta dalam pusaran revolusi. Ia menjadi wartawan Radio Gelora Pemuda Indonesia, menyuarakan semangat perjuangan dan menyuarakan aspirasi rakyat yang tertindas.
Suaranya yang lantang dan tajam bak sebilah pedang, mengobarkan semangat juang para pemuda dan pemudi Indonesia.
Namun, jalan perjuangan tak pernah mulus. Francisca harus menghadapi rintangan dan bahaya, baik dari penjajah maupun dari sesama bangsa yang terpecah belah oleh ideologi.
Ia pernah ditawan dan diasingkan, namun semangatnya tak pernah padam. Ia percaya bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan ia rela berkorban demi cita-cita luhur itu.
Setelah Indonesia merdeka, Francisca terus berkiprah di bidang jurnalistik dan pendidikan. Ia menjadi guru bahasa Inggris dan penerjemah, membagikan ilmunya kepada generasi muda.
Ia juga aktif dalam organisasi perempuan dan gerakan sosial, memperjuangkan hak-hak kaumnya dan mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Namun, badai politik kembali menerpa Indonesia pada tahun 1965. Gerakan 30 September yang kontroversial memicu gelombang kekerasan dan penindasan yang menghancurkan banyak nyawa dan karier. Francisca, yang saat itu sedang berada di Chili sebagai delegasi Indonesia, terjebak dalam pusaran sejarah yang kelam.
Ia dituduh terlibat dalam gerakan tersebut, meskipun tak ada bukti yang kuat. Namanya dicap sebagai pengkhianat bangsa, dan ia dilarang pulang ke tanah airnya.
Francisca terpaksa hidup dalam pengasingan selama puluhan tahun, terpisah dari keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Selama masa Orde Baru, nama Francisca dihapus dari buku-buku sejarah. Kiprahnya sebagai pejuang kemerdekaan dan tokoh perempuan diabaikan, seolah-olah ia tak pernah ada. Namun, kebenaran tak bisa selamanya disembunyikan.
Setelah Orde Baru tumbang, Francisca akhirnya bisa pulang ke Indonesia pada tahun 1999. Ia disambut dengan hangat oleh keluarganya, termasuk cucunya, Reza Rahadian, yang kelak menjadi aktor terkenal.
Francisca menghabiskan sisa hidupnya dengan tenang di Jakarta. Ia tetap aktif menulis dan berbagi pengalamannya kepada generasi muda. Ia juga menjadi inspirasi bagi banyak perempuan Indonesia yang berjuang untuk kesetaraan dan keadilan.
Pada tahun 2013, Francisca menghembuskan nafas terakhirnya dalam usia 88 tahun. Ia meninggalkan warisan perjuangan yang tak ternilai harganya. Namanya mungkin pernah dihapus dari sejarah, namun semangatnya tetap hidup dalam hati rakyat Indonesia.
Kisah Francisca Casparina Fanggidaej adalah pengingat bahwa sejarah bukanlah sekadar catatan peristiwa masa lalu, melainkan juga perjuangan manusia untuk mewujudkan cita-citanya.
Ia adalah bukti bahwa perempuan memiliki peran penting dalam membentuk bangsa dan negara. Ia adalah teladan bagi kita semua untuk terus berjuang demi kebenaran dan keadilan, meski harus menghadapi rintangan dan pengorbanan.
Francisca mungkin telah tiada, namun semangatnya tetap menyala. Seperti bintang yang tak pernah padam, namanya akan terus bersinar di langit sejarah Indonesia.
Ia adalah pejuang yang namanya dihapus dalam sejarah Orde Baru, namun kini ia kembali hadir untuk menginspirasi generasi masa kini dan masa depan.
Meskipun namanya dihapus dari catatan sejarah resmi, jasa-jasa Francisca Casparina Fanggidaej tidak bisa diabaikan begitu saja. Ia adalah seorang perempuan tangguh yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, bahkan ketika itu berarti mempertaruhkan nyawanya sendiri.
Francisca adalah seorang aktivis yang gigih, terlibat dalam berbagai organisasi perjuangan. Ia juga seorang pendidik yang berdedikasi, menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme pada generasi muda.
Namun, karena keterlibatannya dalam gerakan yang dianggap bertentangan dengan Orde Baru, namanya dihapus dari buku-buku sejarah, dan kisahnya terlupakan selama puluhan tahun.
Menghidupkan Kembali Ingatan
Baru beberapa tahun terakhir ini, upaya untuk menghidupkan kembali ingatan tentang Francisca mulai dilakukan. Reza Rahadian, cucunya, adalah salah satu tokoh yang berperan penting dalam upaya ini. Melalui berbagai platform, Reza membagikan kisah neneknya, memperkenalkan sosok pejuang perempuan yang berani dan inspiratif ini kepada publik.
Upaya ini tidak hanya penting untuk memberikan pengakuan yang layak kepada Francisca, tetapi juga untuk melengkapi narasi sejarah Indonesia yang selama ini didominasi oleh perspektif Orde Baru. Dengan menggali kisah-kisah perjuangan yang terlupakan, kita bisa mendapatkan pemahaman yang lebih utuh tentang perjalanan bangsa ini menuju kemerdekaan.
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---