Kisah Tragis Mata Hari, Penari Erotis Sekaligus Mata-mata Untuk 2 Negara, Pernah Tinggal Di Malang

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Nasib tragis Mata Hari, penari erotis yang menjadi mata-mata untuk dua negara sekaligus. Nyawanya harus ditebus dengan hukuman mati.
Nasib tragis Mata Hari, penari erotis yang menjadi mata-mata untuk dua negara sekaligus. Nyawanya harus ditebus dengan hukuman mati.

Dialah Mata Hari alias Margaretha Geertruida Zelle. Namanya pernah begitu terkenal pada zamannya. Saking terkenalnya, ada orang Belanda yang merencanakan suatu museum khusus untuknya.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Bagi kebanyakan orang nama Mata Hari masih diingat sebagai ratunya mata-mata, wanita pemikat laki-laki yang menjual rahasia-rahasia militer kepada musuh. Tetapi di tahun-tahun belakangan timbul banyak keraguan tentang peranan sebenarnya yang pernah dijalankan oleh penari eksotis yang bernama Indonesia ini.

Apakah Mata Hari bukan hanya kambing hitam pejabat-pejabat Perancis untuk menyembunyikan kegagalan-kegagalan di bidang militer di belakang kisah-kisah mata-mata yang dahsyat-dahsyat?

Dalam bukunya yang terbit dalam tahun 1964, De moord op Mata Hari (Pembunuhan atas Mata Hari), wartawan Belanda Sam Wagenaar tiba pada kesimpulan, Mata Hari malah seorang mata-mata Perancis, yang tak pernah bekerja untuk pihak Jerman.

Wagenaar, yang telah banyak mengerjakan riset untuk maskapai film MGM, pada tahun 60-an berhasil memperoleh file tentang Mata Hari dari Scotland Yard. Dia berulang kali mengutip ucapan mata-mata wanita di pihak Perancis Marthe Richards, bahwa Mata Hari "seharusnya bisa dianugerahi bintang Legion d'Honneur serta disebut sebagai pahlawan Perancis".

Telah berpuluh-puluh buku diterbitkan selama tahun-tahun 1920 dan 1930-an, yang sebagian besar bersifat sensasi murahan dan berisi isapan jempol yang paling fantastis.

Lambat-laun semuanya itu berkembang menjadi suatu mitos yang sulit dihapuskan dari anggapan kebanyakan orang, walaupun ada beberapa penulis yang secara objektif berusaha mencari fakta-fakta yang sebenarnya.

Banyak bahan menarik di Paris terkait Mata Hari, namun tidak banyak penulis yang tertarik mengerjakannya. Pada 1967, arsip tentang proses pengadilan Mata Hari dinyatakan terbuka untuk umum, setelah lewat 50 tahun. Seorang Belanda penggemar Mata Hari, J.H. Stuessy ingin mendirikan suatu museum di kota Efde.

Dia bahkan sampai pergi ke Paris untuk meminta kembali tengkorak kepala Mata Hari yang waktu ini disimpan pada salah satu universitas di Paris.

Dia menghendaki agar kepala itu disimpan di negeri Belanda, sebab Mata Hari, yang nama aslinya Margaretha Zelle, adalah tetap seorang wanita Belanda dari daerah Friesland, puteri seorang pembuat topi di kota Leeuwarden.

Dalam usahanya mengumpulkan bahan-bahan tentang kehidupan Margaretha Zelle, Steussy telah mendapat bantuan dari keluarga, teman-teman dan kenalan almarhumah.

Nona Buys, bekas guru Mata Hari di Hofschool di kota Leeuwarden melukiskan muridnya itu sebagai "seorang gadis berwatak luhur, yang sering membuatnya menemui kesukaran."

Sejak remajanya sudah terlihat dua cirinya yang mencolok: ia mempunyai daya tarik besar terhadap kaum pria dan dia sendiri tertarik kepada pakaian seragam. Bersama-sama dengan kebodohannya dan daya khayalnya yang berlebih-lebihanan, sifatnya tadi akan menyeretnya ke depan regu tembak.

Walaupun dunia mengenalnya sebagai Mata Hari, namanya tercatat resmi di kota kelahirannya Leeuwarden, sebagai Margaretha Geertruida Zelle, lahir pada tanggal 7 Agustus 1876.

Waktu umur enambelas tahun Greetje (demikian nama panggilannya sehari-hari) sudah membuat heboh, karena dikeluarkan dari SGTK Leiden sebab pengurus sekolah mengetahui bahwa "ada main" antara si siswa dengan direktur sekolah.

Greetje pindah ke Leiden sesudah ibunya meninggal. Setelah affair dengan direktur sekolah itu ia pindah lagi ke Den Haag, tempat Greetje berkenalan dengan seorang kapten KNIL Rudolf MacLeod dalam tahun 1894.

Waktu itu MacLeod sedang cuti sakit di negeri Belanda; ia memasang iklan perkenalan di koran De Telegraaf. Seminggu kemudian Greetje sudah bertunangan dengan MacLeod.

Dalam 1897 keluarga MacLeod, yang sementara itu telah bertambah dengan seorang anak Iaki-laki bernama Norman John, berangkat ke Hindia Belanda. Mereka ditempatkan di Malang. Dalam tahun 1899 anak mereka konon meninggal karena diracuni oleh seorang pembantu rumah tangganya; tiga tahun kemudian keluarga itu kembali ke Nederland.

Rupanya waktu di Malang Greetje telah berkenalan dengan tarian Jawa. Di tahun 1902 keluarga ini tinggal di Amsterdam, tak lama kemudian pindah lagi ke Velp, di mana ketegangan-ketegangan dalam hidup perkawinan mereka makin memuncak.

Menurut pemilik pension tempat tinggal mereka, "nyonya MacLeod banyak bergaul dengan laki-laki lain, suaminya berteriak dan memaki-maki tak henti-hentinya."

Dalam tahun ini pernikahan mereka dinyatakan putus oleh pengadilan Arnhem. Akhir 1902 Greetje menuju ke Rotterdam untuk ikut main dalam kabaret Koos Speenhoff. Kemudian Greetje berangkat ke Paris, seorang diri, tanpa uang.

Beberapa bulan kemudian ia sudah kembali lagi, karena rupanya mengalami kegagalan di sana. Tetapi rupanya daya tarik kota Paris terlalu besar baginya, sehingga tahun itu juga Greetje MacLeod kembali lagi ke kota cahaya itu.

Secara tiba-tiba dalam tahun 1904 seluruh Eropah gempar oleh munculnya Mata Hari yang disebut sebagai penari telanjang pertama di benua ini.

Bahkan surat kabar serius Le Temps memujinya untuk 'pertunjukan yang berseni'. Greetje MacLeod-Zelle telah menjelma menjadi bintang baru di langit Paris: di Amerika ia memberikan pertunjukan kepada keluarga Rothschild, ia mengadakan turne ke Monte Carlo, Wina, Berlin, London dan Madrid, muncul dalam pertunjukan-pertunjukan amal dan dijamu oleh jenderal-jenderal dan menteri-menteri.

Dia menikmati kedudukannya sebagai wanita yang paling diinginkan pria di Paris. Kota Paris yang gembira dalam tahun 1905, di mana kaum laki-laki menyampaikan pujian kepada isteri-isterinya yang terikat kuat-kuat dalam korset mereka lalu di belakang mereka berganti dari satu maitresse kepada yang lain.

Mata Hari merupakan salah seorang maitresse di kalangan tokoh-tokoh terkemuka. Tetapi hanya sedikit saja yang mengetahui asal-usul Mata Hari yang sebenarnya, karena dia hanya dikenal sebagai "penari Timur yang gemerlapan dengan berlian", yang menari di teater atau klab malam terkemuka, antaranya di Folies Bergeres.

Kalau kita perhatikan foto-fotonya, Mata Hari yang termashur itu bukanlah termasuk wanita yang sangat cantik, wajahnya bukan termasuk yang dikatakan "membuat seribu kapal berlayar". Juga bentuk tubuhnya tak istimewa, bahkan ada penulis yang menyatakan bahwa "tubuhnya tak bagus, terlalu krempeng, dadanya kecil".

Bahkan konon ia tak pernah menanggalkan seluruh BH-nya biarpun seberapa mininya juga, karena alasan tertentu. Mungkin pribadinya memang sangat mempesonakan, mempunyai gaya magnet pada laki-laki.

Boleh jadi juga karena pandainya berkhayal, dia berhasil menyelubungi dirinya dengan segala cerita-cerita, sehingga memberikan gambaran seorang penari Timur yang eksotis dan penuh misteri.

Persekot 20.000 gulden

Dalam tahun 1914 mulailah kisah yang nantinya akan berkembang menjadi drama Mata Hari. Tahun itu ia mengadakan pertunjukan di Berlin. Tepat sebelum pecahnya Perang Dunia Pertama dia dapat meloloskan diri ke negeri Belanda dengan meninggalkan barang-barangnya di Jerman.

Beberapa bulan kemudian duta Jerman di Den Haag menawarkan kepadanya untuk melakukan pekerjaan mata-mata. Mata Hari setuju, dengan syarat persekot 20.000 gulden. Mata Hari menganggapnya sebagai ganti-rugi barang-barangnya yang ketinggalan.

Pada 1916 dia kembali ke Madrid via London, tetapi dikembalikan lagi ke London dan diperiksa oleh Scotland Yard. Setelah pemeriksaan yang cukup lama ia diizinkan kembali ke Madrid. Di sana ia dihubungi oleh Von Kallen, kepala dinas rahasia Jerman, yang sangat marah sebab Mata Hari telah menerima gaji Jerman, tetapi tak pernah meneruskan keterangan apa-apa.

Von Kallen memberikan dia beberapa botol tinta tak terlihat. Botol-botol itu nantinya dijadikan bahan pembuktian kegiatan Mata Hari sebagai mata-mata yang bekerja untuk dua pihak.

Sekembalinya di Paris, Ladou, kepala dinas rahasia Perancis, menawarinya untuk bekerja di pihak Perancis. Mata Hari menerima tugas itu. Mungkin dalam tahun 1916 Mata Hari pernah memberikan bahan-bahan kepada Perancis. Tetapi kegiatannya untuk pihak Jerman tak pernah dapat dibuktikan.

Ofensif musim gugur tahun 1917 kabarnya adalah akibat pekerjaannya (bagi Jerman), tetapi setiap pembaca surat kabar yang kritis bisa meramalkan bahwa akan ada serangan umum dalam tahun 1917.

Tiba-tiba Ladou menangkap Mata Hari dalam tahun itu, menurut Wagenaar karena perwira Perancis itu tak bisa menelan kenyataan bahwa Scotland Yard telah lebih dulu mengetahui kegiatan terselubung Mata Hari.

Pemeriksaan atas Mata Hari ini dilakukan oleh kapten Bouchardon. Tiga tahun setelah proses itu ia menulis sebuah artikel panjang dalam majalah Lectures pour tous (Juli 1920) tentang pengalamannya dengan para mata-mata.

Dalam karangan ini ia menyinggung secara singkat kasus Mata Hari. Dia melukiskan wanita Belanda ini sebagai seorang bintang yang jatuh, yang tak bisa menerima kenyataan bahwa ia tak lagi menjadi bunganya masyarakat Paris, sehingga beralih kepada pekerjaan yang berbahaya.

Tentang proses itu sendiri tak banyak yang diungkapkannya. Juga dalam bukunya yang terbit dalam tahun 1953 ia tak meloloskan keterangan apa-apa tentang ini.

Dewasa ini arsip peristiwa itu telah terbuka untuk umum. Sekarang bisa diteliti apakah benar Mata Hari pernah mengucapkan kata-kata yang telah menjadi masyhur karena film yang dimainkan oleh Jeanne Moreau, "bagaimana saya bisa mengkhianati bangsa yang mencintai saya".

Seorang penulis akan bisa mengisahkan riwayat hidupnya di Paris yang mewah dan bergairah pada tahun 1910-an, dan tentang kekalutan di masa sesudah perang, dengan lebih objektif dan jelas.

Mata Hari dijatuhi hukuman mati. Pemerintah Belanda telah mengajukan suatu permohonan grasi kepada presiden Perancis melewati dutanya di Paris: Tetapi jawabnya baru diberikan setelah Mata Hari menjalankan hukuman tembak.

Kepalanya disimpan sedangkan sisa tubuhnya dipergunakan untuk pembedahan-pembedahan post-mortem pada suatu rumah sakit universitas.

Terpengaruh oleh suasana pengkhianatan dan gelombang kecurigaan yang melanda Perancis dalam tahun 1917, tiada satu pun di antara bekas teman Mata Hari di kalangan orang-orang gede berani meminta jenazahnya untuk diberikan suatu pemakaman yang layak. (swd – Intisari Agustus 1973)

Artikel Terkait