Intisari-online.com - Teuku Umar adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Aceh.
Ia terkenal dengan strategi gerilyanya melawan penjajahan Belanda pada akhir abad ke-19.
Namun, perjuangan Teuku Umar tidak selalu mulus dan mendapat dukungan dari rakyat Aceh.
Ada satu momen dalam sejarah yang membuat Teuku Umar dicap sebagai pengkhianat oleh sebagian besar rakyat Aceh.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Pada tahun 1893, Teuku Umar bersama istrinya, Cut Nyak Dhien, dan 250 orang pasukannya menyerahkan diri kepada Belanda.
Mereka mengaku sudah tidak sanggup lagi melawan Belanda dan bersedia bekerja sama dengan mereka.
Belanda pun menerima penyerahan Teuku Umar dan memberinya jabatan sebagai panglima perang di bawah komando Belanda.
Teuku Umar juga mendapat fasilitas berupa uang, senjata, dan perlengkapan perang dari Belanda.
Namun, ternyata penyerahan diri Teuku Umar hanyalah siasat untuk mengelabuhi Belanda. Teuku Umar tidak pernah benar-benar setia kepada Belanda.
Ia hanya memanfaatkan kesempatan untuk mengumpulkan uang, senjata, dan informasi dari Belanda.
Baca Juga: Apa Peran Tan Malaka dalam Peristiwa Pascaproklamasi Kemerdekaan?
Selama bekerja sama dengan Belanda, Teuku Umar juga tetap menjalin komunikasi dengan para pejuang Aceh lainnya, seperti Teuku Panglima Polem Muhammad Daud.
Ia juga sering mengirimkan surat-surat rahasia kepada Sultan Aceh untuk melaporkan situasi dan rencana perlawanan.
Setelah lebih kurang sembilan tahun berpura-pura menjadi antek Belanda, Teuku Umar akhirnya memutuskan untuk kembali berpihak pada rakyat Aceh.
Pada tanggal 26 Januari 1899, Teuku Umar bersama istrinya, anaknya, dan 400 orang pasukannya melarikan diri dari markas Belanda di Meulaboh.
Mereka membawa serta 800 pucuk senjata, 25.000 peluru, 5 kilogram amunisi, dan uang 18 ribu dolar yang mereka dapatkan dari Belanda.
Dengan persenjataan lengkap tersebut, Teuku Umar berhasil melumpuhkan pasukan Belanda yang mengejarnya.
Belanda mengalami kerugian besar dengan tewasnya 25 orang prajurit Belanda dan 190 orang luka-luka.
Teuku Umar juga berhasil merebut pos pertahanan Belanda di Meulaboh dan mengibarkan bendera Aceh di sana.
Aksi Teuku Umar ini menggemparkan dunia dan membuat Belanda marah besar.
Belanda merasa dikhianati oleh Teuku Umar dan menargetkan Teuku Umar sebagai buronan utama.
Sayangnya, perjuangan Teuku Umar tidak berlangsung lama. Pada tanggal 11 Februari 1899, Teuku Umar gugur dalam pertempuran mendadak melawan pasukan Belanda di pinggiran Meulaboh.
Ia tertembak di dada oleh seorang prajurit Belanda yang menyamar sebagai pedagang.
Jenazah Teuku Umar dibawa oleh Belanda dan dipenggal kepalanya.
Kepala Teuku Umar kemudian dipamerkan di berbagai tempat untuk menakut-nakuti rakyat Aceh.
Meskipun Teuku Umar telah gugur, perjuangannya tidak sia-sia.
Ia telah memberikan inspirasi dan motivasi bagi rakyat Aceh untuk terus melawan Belanda.
Istrinya, Cut Nyak Dhien, juga tidak menyerah dan melanjutkan perjuangan suaminya sampai tetes darah terakhir.
Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien diakui sebagai pahlawan nasional Indonesia yang berjasa dalam mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa.
Siasat perang Teuku Umar yang menyerahkan diri kepada Belanda hingga dicap pengkhianat ternyata hanya ingin mengelabuhi Belanda adalah salah satu contoh dari kecerdikan dan keberanian seorang pejuang.
Teuku Umar tidak peduli dengan cap buruk yang dilekatkan padanya, asalkan ia bisa mengalahkan musuhnya.
Teuku Umar juga tidak takut mengorbankan nyawanya demi tanah airnya. Teuku Umar adalah sosok yang patut diteladani oleh generasi muda Indonesia.