Kisah Arung Palakka Pahlawan Bone yang Dicap Pengkhianat Karena Berhubungan dengan VOC, Sekutu atau Boneka?

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Sosok Arung Palakka merupakan pahlawan namun dicap sebagai pengkhianat.
Sosok Arung Palakka merupakan pahlawan namun dicap sebagai pengkhianat.

Intisari-online.com - Arung Palakka adalah salah satu tokoh sejarah yang kontroversial.

Ia adalah Sultan Bone yang berkuasa pada tahun 1672-1696.

Ia dikenal sebagai pahlawan Bugis yang memerdekakan kerajaannya dari penjajahan Kesultanan Gowa.

Namun, ia juga dianggap sebagai pengkhianat karena bersekutu dengan VOC, perusahaan dagang Belanda yang ingin menguasai perdagangan di Nusantara.

Latar belakang Arung Palakka

Arung Palakka lahir pada tahun 1634 di Soppeng, sebagai putra dari La Maddaremmeng, raja Bone ke-13.

Pada masa pemerintahan ayahnya, Kerajaan Bone ditaklukkan oleh Kerajaan Gowa dan statusnya tidak lagi menjadi kerajaan yang merdeka.

Tidak hanya itu, raja beserta keluarganya dibawa ke Makassar sebagai tahanan dan diperlakukan seperti budak.

Kala itu, usia Arung Palakka baru menginjak 11 tahun.

Setibanya di Makassar, keluarganya dipekerjakan sebagai pelayan di istana Karaeng Pattingalloang, mangkubumi Kerajaan Gowa.

Beruntung bagi Arung Palakka, karena Karaeng Pattingalloang menyukainya dan memberinya pendidikan yang layak seperti seorang pangeran.

Baca Juga: Pemilik 5 Weton Ini Diberkati dengan Popularitas Tinggi dan Cocok Menjadi Pemimpin

Seiring berjalannya waktu, Arung Palakka tumbuh menjadi seorang pemuda yang cerdas, berani, dan berwibawa.

Ia juga memiliki keinginan yang kuat untuk membebaskan Bone dari Gowa.

Pada tahun 1660, ia berhasil melarikan diri dari Makassar bersama sekitar 10.000 orang Bugis dari Bone dan melakukan pemberontakan terhadap Gowa.

Namun, pemberontakan ini gagal dan Arung Palakka terpaksa mengungsi ke Buton.

Persekutuan dengan VOC

Di Buton, Arung Palakka bertemu dengan Cornelis Speelman, gubernur VOC di Maluku.

Speelman menawarkan bantuan kepada Arung Palakka untuk melawan Gowa, dengan syarat Bone harus tunduk kepada VOC dan membayar upeti.

Arung Palakka menerima tawaran ini dengan harapan dapat membebaskan Bone dari Gowa dan mengembalikan kejayaannya.

Pada tahun 1666, VOC dan Arung Palakka menyerang Makassar dengan pasukan yang besar dan kuat.

Mereka berhasil mengalahkan Gowa dan memaksa Sultan Hasanuddin untuk menandatangani Perjanjian Bongaya, yang mengakhiri Perang Makassar.

Perjanjian ini menguntungkan VOC dan Arung Palakka, karena mereka mendapatkan hak monopoli perdagangan dan wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh Gowa.

Baca Juga: Sosok Soebianto Djojohadikoesoemo, Paman Prabowo yang Gugur Melawan Jepang dalam Pertempuran Lengkong

Arung Palakka kemudian naik takhta sebagai Sultan Bone ke-15 pada tahun 1672.

Ia membawa Kerajaan Bone menuju puncak keemasan.

Kemudian juga memperluas wilayahnya dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan lain di Sulawesi Selatan, seperti Wajo, Soppeng, Luwu, dan Sidenreng.

Ia bahkan berani menyerang Makassar lagi pada tahun 1677, ketika Sultan Hasanuddin meninggal dan digantikan oleh putranya, Sultan Muhammad Said.

Pengkhianat atau Pahlawan?

Meskipun berhasil membebaskan Bone dari Gowa, Arung Palakka tidak sepenuhnya merdeka dari VOC.

Ia harus tunduk kepada kebijakan dan kepentingan VOC, yang sering bertentangan dengan kepentingan rakyatnya sendiri.

Juga harus mengirimkan upeti dan pasukan kepada VOC, yang kemudian digunakan untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara, seperti Mataram, Banten, dan Minangkabau.

Arung Palakka juga dituduh sebagai penguasa yang otoriter dan kejam.

Ia sering melakukan pembantaian dan pengusiran terhadap rakyatnya yang tidak setia atau menentangnya.

Ia juga tidak menghormati adat dan budaya Bugis, yang mengutamakan musyawarah dan konsensus.

Bahkan mengubah sistem pemerintahan Bone dari federasi menjadi monarki absolut.

Baca Juga: Kisah Tragis Bhre Pamotan Raja Majapahit yang Paling Singkat Berkuasa Berakhir dengan Cara Menyedihkan

Oleh karena itu, Arung Palakka sering dicap sebagai pengkhianat dan boneka VOC oleh sebagian besar rakyatnya sendiri, terutama mereka yang berasal dari Gowa dan kerajaan-kerajaan yang ditaklukkannya.

Namun, ada juga yang menganggap Arung Palakka sebagai pahlawan dan pejuang yang berjasa memerdekakan Bone dari Gowa dan menjadikannya kerajaan yang kuat dan makmur.

Arung Palakka meninggal pada tahun 1696 di Makassar, akibat sakit.

Ia dimakamkan di Bontoala, dekat dengan makam Sultan Hasanuddin.

Ia digantikan oleh putranya, La Patau, yang kemudian melanjutkan hubungan baik dengan VOC.

Artikel Terkait