Mereka bahkan ikut campur dalam pemerintahan dalam negeri.
Tidak hanya itu, kedua negara Eropa tersebut juga menyebarkan agama Katolik.
Persaingan antara Spanyol dan Portugis untuk mengusai Maluku mendorong dua bangsa ini untuk menyelesaikan konflik.
Untuk menyelesaikannya konflik yang terjadi diadakan perjanjian Saragosa pada 1529.
Hasil dari perjanjian teperjanjian tersebut adalah Spanyol harus meninggalkan Maluku dan akhirnya menguasai Filipina.
Sementara Portugis tetap melakukan perdagangan di Maluku.
Portugis yang ingin memonopoli perdagangan rempah-rempah ditentang oleh Kerajaan Ternate yang dipimpin Sultan Hairun (1550-1570).
Sultan Hairun yang diundang oleh Portugis untuk berdamai malah ditangkap sesampainya di benteng yang kemudian dibunuh.
Kondisi itu membuat kemarahan Sultan Baabullah, putra Sultan Hairun dan menimbulkan perlawanan.
Pada 1575, Sultan Baabullah mampu mengalahkan dan mengusir Portugis dari Ternate.
Portugis kemudian pindah ke Ambon tapi tidak lama. Karena diserang oleh Kerajaan Tidore.
Akhirnya Portugis pindah ke Timor Timur (Timor Leste).
Berakhirnya kekuasaan Portugis di Maluku membuat dua kerajaan mencapai puncak kejayaannya.
Kerajaan Ternate mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Sultan Baabulah.
Sementara Kerajaan Tidore pada masa Sultan Nuku. Namun kedua kerajaan tersebut masih terlibat perselisihan. Kondisi itu mampu dimanfaatkan oleh Belanda yang masuk pada 1605.
Itulah alasan mengapa Ternate dan Tidore disebut sebagai titik nol jalur rempah, semoga bermanfaat.
Dapatkan artikel terupdate dari Intisari-Online.com di Google News
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR