Akar Tersembunyi Konflik Agraria: Luka Lama yang Menganga di Bumi Pertiwi

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi - Konflik Agraria di Indonesia.
Ilustrasi - Konflik Agraria di Indonesia.

Intisari-online.com - Di balik gemerlap kemajuan Indonesia, luka lama menganga di tubuh pertiwinya. Konflik agraria, bagaikan benang kusut yang tak kunjung terurai, terus membelit kehidupan masyarakat, merenggut hak atas tanah, dan memicu pergolakan di berbagai penjuru negeri.

Narasi panjang konflik agraria di Indonesia terukir sejak era kolonial, ketika tanah rakyat dirampas dan dikuasai oleh konglomerat dan penguasa. Bekas luka ini masih terasa hingga kini, memicu sengketa dan perebutan hak atas tanah yang tak berkesudahan.

Salah satu contoh nyata adalah kasus di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah. Di sana, rencana penambangan batu andesit oleh perusahaan swasta memicu penolakan keras dari warga.

Mereka terancam kehilangan tanah warisan leluhur dan sumber penghidupan mereka.

Di Sumatera Utara, masyarakat adat Batak Toba berjuang mempertahankan hutan adat mereka dari ekspansi perkebunan kelapa sawit.

Konflik ini telah berlangsung selama bertahun-tahun, menelan korban jiwa dan memicu kriminalisasi terhadap aktivis dan pejuang adat.

Di Kalimantan, perampasan hutan untuk perkebunan dan industri kayu juga menjadi sumber konflik agraria. Masyarakat adat Dayak kehilangan akses terhadap hutan, sumber makanan, dan obat-obatan tradisional mereka.

Konflik agraria tak hanya terjadi di pedesaan, namun juga di wilayah perkotaan. Sengketa lahan di Jakarta, Medan, dan Surabaya menjadi bukti nyata bahwa perebutan hak atas tanah tak mengenal batas ruang.

Akar permasalahan konflik agraria ini kompleks dan berlapis. Lemahnya penegakan hukum, tumpang tindih peraturan pertanahan, dan keserakahan para pemodal menjadi faktor utama yang memperkeruh situasi.

Pemerintah, meskipun telah mengeluarkan berbagai kebijakan seperti Reforma Agraria, dinilai belum menunjukkan komitmen yang kuat dalam menyelesaikan konflik agraria. Proses penyelesaian yang lamban dan birokrasi yang berbelit-belit membuat masyarakat frustasi dan memicu aksi protes.

Baca Juga: Inilah Konflik-konflik Dan Pergolakan Yang Terjadi Pada Awal Kemerdekaan Indonesia

Dampak konflik agraria tak hanya merugikan masyarakat yang kehilangan tanah dan sumber penghidupan, namun juga berakibat fatal bagi lingkungan. Perusakan hutan, pencemaran air, dan hilangnya keanekaragaman hayati menjadi konsekuensi yang harus ditanggung.

Di tengah situasi yang rumit ini, muncul secercah harapan dari berbagai organisasi masyarakat sipil, aktivis, dan akademisi yang terus menyuarakan hak-hak masyarakat adat dan petani.

Mereka bergerak di garis depan, mendampingi masyarakat dalam memperjuangkan hak mereka dan mendorong penyelesaian konflik agraria yang adil dan berkelanjutan.

Masih banyak cerita tentang konflik agraria di Indonesia yang tak terungkap. Setiap cerita adalah luka lama yang menganga, menanti keadilan dan penyelesaian yang hakiki.

Pemerintah, bersama seluruh elemen bangsa, perlu bahu membahu untuk menyelesaikan konflik agraria ini. Penegakan hukum yang tegas, reformasi agraria yang komprehensif, dan dialog yang terbuka dengan masyarakat menjadi kunci utama untuk merajut kembali keadilan dan kedamaian di bumi pertiwi.

Konflik agraria bukan hanya tentang perebutan tanah, tapi juga tentang hak asasi manusia, kelestarian lingkungan, dan masa depan bangsa.

Sudah saatnya kita bergandengan tangan untuk menyembuhkan luka lama ini dan membangun masa depan yang lebih adil dan lestari bagi seluruh rakyat Indonesia.

*

Artikel Terkait