Pura-pura Berduka Dengan Cukur Gundul? Ini Yang Dilakukan Putra Sultan Agung Usai Bunuh Sang Adik Yang Nekat Berontak

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Pemberontakan pertama yang harus dihadapi Amangkurat I saat menjadi raja Mataram Islam datang dari adiknya sendiri, Pangeran Alit.
Pemberontakan pertama yang harus dihadapi Amangkurat I saat menjadi raja Mataram Islam datang dari adiknya sendiri, Pangeran Alit.

Intisari-Online.com -Sejak awal naik takhta, sepertinya aura negatif sudah meneyelimuti putra Sultan Agung Agung, Amangkurat I.

Amangkurat I naik takhta pada 1646 ketika usianya 27 tahun dan hanya butuh dua tahun sudah ada yang memberontak.

Dan pemberontaknya adalah adiknya sendiri, Pangeran Alit.

Tapi kekuatan Pangeran Alit terlalu lemah sehingga mudah saja untuk dipadamkam.

Pangeran Alit pun tewas setelah tertusuk keris setan kober.

Setelah kematian Pangeran Alit, Amangkurat I mencukur habis rambutnya.

Hal itu dia lakukan dalam rangka berduka--meskipun dia sendiri yang memerintahkan pengawalkan untuk menghabisi adiknya itu.

Selama masa berduka itu dia juga membantai para ulama dan pejabat keraton yang diduga bersekongkol dengan Pangeran Alit.

Amangkurat I barangkali tidak menyangka, pemberontak pertama yang harus dia hadapi adalah adiknya sendiri, Pangeran Alit.

Pemberontakan Pangeran Alit sendiri berbuntut panjang, sekitar 6.000 pemuka agama dan keluarga mereka jadi tumbalnya.

Perselisihan Amangkurat I dan Pangeran Alit sejatinya mulai terjadi sejak 1637.

Ketika itu Amangkurat I, yang masih berstatus Putra Mahkota, kedapatan menculik istri Tumenggung Wiraguna.

Orang yang melaporkan perbuatan Amangkurat I adalah Pangeran Alit.

Perselisihan tersebut muncul kembali saat Amangkurat I naik jadi raja Mataram Islam.

Semua berawal dari hasutan Tumenggung Pasisingan dan anaknya, Tumenggung Agrayuda.

Tumenggung Pasisingan merupakan salah satu emban Pangeran Alit.

Keduanya meyakinkan Pangeran Alit bahwa separuh Mataram berada di pihaknya.

Pangeran Alit, yang ketika itu masih 19, tahun setuju untuk menyerang alun-alun selatan.

Sialnya, rencana serangan itu diketahui oleh Pangeran Purbaya, di mana dia langsung melaporkan kepada Sunan.

Amangkurat I langsung menurunkan perintah, bunuh Tumenggung Pasisingan begitu dia datang bekerja.

Esok pagi, perintah itu dilaksanakan.

Kepala Pasisingan dipenggal, pun begitu dengan kepala putra.

Setelah eksekusi itu, seorang pesuruh wanita diperintahkan oleh Amangkurat I untuk memanggil adiknya, Pangeran Alit.

Setibanya Pangeran Alit di hadapannya, Amangkurat I langsung melemparkan kepala Pasisingan dan Agrayuda ke hadapan Alit.

"Beginilah tampang orang-orangmu yang ingin mengangkatmu sebagai raja," gertak Amangkurat I.

Pangeran Alit langsung mencabut kerisnya, menikam kepala-kepala itu sembari mengutuk Pasisingan.

Amangkurat I lalu memerintahkan Pangeran Alit untuk menyerahkan orang-orangnya kepadanya.

Alit kemudian memenuhi tuntutan itu, meminta semua bawahannya untuk menyerahkan diri.

Tapi mereka menangis, dan itu membakar hati Pangeran Alit.

Pangeran Alit kemudian meminta mereka untuk mempersenjatai diri.

Di tempat lain, Sunan memerintahkan dua orangnya untuk menghadap Alit, merek adalah Sumengit dan Dakawana.

Alih-alih sikap kooperatif, kedua utusan itu justru mendapat "sambutan hangat" dari Pangeran Alit.

Sumengit dibunuh, sementara Dakawana bisa melarikan diri sehingga bisa melaporkan kejadian tersebut kepada raja.

Raja kemudian memberi perintah kepada Pangeran Purbaya untuk menyelesaikan persoalan Pangeran Alit dengan cara selunak-lunaknya.

Purbaya lalu memerintahakn prajurit dan adipati untuk mempersiapkan senjata mereka.

Singkat cerita, Pangeran Alit melakukan penyerbuan, tapi gerombolan itu mudah saja disapu oleh prajurit istana.

Kini tinggallah Pangeran Alit seorang diri.

Singkat cerita, Pangeran Alit tewas dalam pemberontakan tersebut, akibat keris Setan Kober yang menggores pahanya.

Meskipun awalnya itu luka ringan, tapi goresan itu membuat Pangeran Alit akhirnya tewas di bawah pohon waringin kurung.

Jenazahnya kemudian diangkat ke Setinggil, ditangisi oleh ibunya, lalu dimakamkan di Makam Imogiri, di sebelah makam Sultan Agung.

Dapatkan artikel terupdate dari Intisari-Online.com di Google News

Artikel Terkait