Peranan ABRI pada Masa Kepemimpinan Soeharto, Punya Dwifungsi

Ade S

Editor

Menhankam/Pangab Jenderal M Jusuf menyapa para prajurit di perkampungan nelayan Desa Tanjung Luar, Kabupaten Lombok Timur. Artikel ini menguak peranan ABRI pada masa kepemimpinan Soeharto. Bagaimana doktrin Dwifungsi ABRI memengaruhi stabilitas dan politik era Orde Baru?
Menhankam/Pangab Jenderal M Jusuf menyapa para prajurit di perkampungan nelayan Desa Tanjung Luar, Kabupaten Lombok Timur. Artikel ini menguak peranan ABRI pada masa kepemimpinan Soeharto. Bagaimana doktrin Dwifungsi ABRI memengaruhi stabilitas dan politik era Orde Baru?

Intisari-Online.com - Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) memiliki peran ganda pada masa kepemimpinan Soeharto, dikenal sebagai Dwifungsi.

Peran ganda ini memberikan ABRI pengaruh besar dalam politik dan keamanan, dan menjadi pilar penopang stabilitas era Orde Baru.

Artikel ini akan mengupas tuntas peranan ABRI pada masa kepemimpinan Soeharto dan bagaimana hal tersebut meninggalkan jejak sejarah yang signifikan.

Peranan ABRI pada Masa Kepemimpinan Soeharto

Di masa Orde Baru, seperti dilansir dari Kompas.com, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) bukan sekadar penjaga keamanan.

Mereka memiliki peran ganda, dikenal sebagai Dwifungsi ABRI, yang menjadi pilar penopang stabilitas dan kekuatan politik era Soeharto.

Doktrin Dwifungsi, yang berarti fungsi ganda, dirumuskan oleh AH Nasution, Menteri Pertahanan saat itu. ABRI didorong untuk berperan aktif dalam politik dan keamanan, sebagai stabilisator dan dinamisator.

Kebijakan ini diresmikan melalui UU Nomor 20 Tahun 1982, mengantarkan ABRI ke puncak pengaruhnya.

ABRI mendominasi lembaga eksekutif dan legislatif.

Sejak 1970-an, perwira ABRI mengisi kursi di DPR, MPR, dan DPD, bahkan menduduki jabatan penting di pemerintahan.

Contohnya, Ali Sadikin, Jenderal KKO Angkatan Laut, yang memimpin Jakarta, dan Tjokropranolo, mantan jenderal Angkatan Darat, yang menggantikannya.

Baca Juga: Bagaimana Kondisi Indonesia Pada Masa Peralihan Pemerintahan Sukarno dan Soeharto?

ABRI juga mengendalikan arah politik Golkar, partai penguasa saat itu.

Dwifungsi ABRI memberikan akses luas bagi militer dalam berbagai sektor, mulai dari bupati, wali kota, hingga menteri di kabinet Soeharto.

Namun, Dwifungsi ABRI tak luput dari kritik.

Dominasi militer di pemerintahan dan politik menggeser peran sipil dan berpotensi disalahgunakan.

Militer menjadi alat rezim untuk melegitimasi kebijakan, dan puncak kejayaan mereka di tahun 1990-an diiringi dengan pelanggaran HAM.

Seiring runtuhnya rezim Orde Baru, Dwifungsi ABRI dihapuskan.

Hal ini menandakan berakhirnya era dominasi militer dan membuka jalan bagi reformasi politik di Indonesia, di mana peran sipil kembali ditegakkan.

Dwifungsi ABRI menjadi salah satu faktor kunci stabilitas dan pembangunan di era Orde Baru.

Namun, dominasi militer dalam politik dan pemerintahan juga membawa konsekuensi negatif.

Penghapusan Dwifungsi ABRI di era reformasi menandakan babak baru bagi Indonesia, di mana peran sipil kembali ditegakkan.

Pemahaman tentang peranan ABRI pada masa kepemimpinan Soeharto penting untuk memahami sejarah Indonesia dan perkembangan demokrasi di masa kini.

Baca Juga: Bagaimana Akhir Masa dari Pemerintahan Orde Baru Pimpinan Soeharto?

Artikel Terkait