Intisari-Online.com – Seorang pelukis menyelesaikan lukisannya dalam waktu lima hari empat malam. Sebuah lukisan pemandangan yang sangat cantik terpampang di kanvasnya. Ia ingin menunjukkan pada orang-orang dan ingin tahu bagaimana pendapat mereka.
Seniman muda ini lalu meletakkan lukisannya di sebuah jalan yang ramai, tempat di mana banyak orang lewat dan bisa melihat lukisannya. Di bawah lukisannya ia beri tulisan, “Lukisan ini adalah karya saya. Mungkin saya telah membuat beberapa kesalahan dalam goresan, pemilihan warna, dsb. Tolong beri tanda X pada bagian yang menurut Anda salah.”
Sore harinya, ia kembali untuk mengambil lukisan itu. Ia sangat terkejut melihat seluruh kanvas penuh dengan tanda X dan komentar pedas.
Dengan sangat kecewa, ia pergi ke tempat gurunya. Ia merasa tak berguna dan tidak bisa menjadi pelukis. Sang Guru menunjukkan pada muridnya itu cara untuk membuktikan bahwa ia bukanlah pelukis yang buruk.
Guru itu meminta muridnya untuk membuat lukisan seperti sebelumnya. Namun, kali ini tulisan di bawahnya berbunyi demikian, “Saudara-saudara, saya telah melukis lukisan ini. Mungkin ada kesalahan dalam goresan, pemilihan warna, dsb. Di sini tersedia kanvas, sekotak kuas dan cat, mohon berbaik hati memperbaikinya.”
Sore harinya, ia kembali. Hasilnya?
Lukisan itu tetap bersih tanpa satu pun koreksi. Lukisan itu tetap ditinggalkan di sana hingga tiga hari berikutnya, dan masih tetap bersih dari coretan.
Ya, memang mengkritik itu lebih mudah, namun memperbaiki itu sulit. Mari, jangan biarkan diri kita hancur dan merasa depresi hanya karena kritikan orang lain. Kitalah juri terbaik untuk setiap karya kita, sedangkan orang lain hanyalah kontributor. Ambil saja kritikan yang memang berguna, dan acuhkan saja kritikan yang tidak berguna.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR