Intisari-Online.com -Pada tanggal 23 maret 1946 Sekutu mengeluarkan ultimatum di Bandung yang isinya sebuah ancaman.
Ultimatum yang disampaikan kepada Perdana Menteri Sutan Sjahrir itu meminta agar militer Indonesia segera meninggalkan Bandung selatan sampai radius 11 kilometer dari pusat kota.
Ultimatum itulah yang kelak melahirkan sebuah peristiwa heroik yang kita kenal sebagai peristiwa Bandung Lautan Api.
Begini ceritanya:
Mengutip Kompas.com, Bandung Lautan Api merupakan peristiwa sejarah pada masa perang kemerdekaan.
Dalam peristiwa itu rakyat Bandung sengaja membakar bagian selatan kota, sebelum mereka meninggalkan kota yang dijuluki Paris van Java itu.
Peristiwa Bandung Lautan Api terjadi pada tanggal 24 Maret 1946.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Indonesia tak langsung begitu saja menikmati kemerdekaan.
Alih-alih, masyarakat Indonesia justru harus bertempur mati-matian menghadapi Sekutu/AFNEI yang datang untuk menguasai Indonesia kembali.
Pertempuran pun pecah di kota-kota besar di Indonesia saat itu.
Termasuk di Bandung.
Terjadinya peristiwa tragedi Bandung Lautan Api dipicu oleh tindakan Sekutu yang berusaha menguasai Kota Bandung.
Saat pihak Sekutu mengeluarkan perintah agar rakyat meletakkan senjata dan mengosongkan wilayah Bandung, rakyat tidak takut.
Mereka justru menyerang pos-pos Sekutu di sekitar wilayah Bandung.
Pada Maret 1946, Bandung telah terbagi menjadi dua, di mana tentara Sekutu menguasai kota Bandung bagian utara, sementara bagian selatan dikuasai Tentara Republik Indonesia (TRI).
Karena peringatan-peringatan sebelumnya tidak pernah digubris, pada 22 Maret 1946, Panglima Tertinggi AFNEI di Jakarta, Letnan jenderal Montagu Stopford kembali melontarkan ultimatum.
Ultimatum yang memicu Bandung Lautan Api tersebut disampaikan kepada Sutan Sjahrir, selaku Perdana Menteri RI, agar militer Indonesia segera meninggalkan Bandung selatan sampai radius 11 kilometer dari pusat kota.
Sehari berikutnya, Sekutu kembali mengumumkan hanya pemerintah sipil, polisi, dan penduduk sipil yang diperbolehkan tinggal.
Peringatan tersebut harus dipenuhi paling lambat pada tengah malam tanggal 24 Maret 1946.
Tuntutan itu disetujui Pemerintah RI di Jakarta, padahal markas besar di Yogyakarta memerintahkan TRI untuk mempertahankan setiap jengkal tanah Bandung.
TRI dan masyarakat Bandung memang patuh untuk mundur ke selatan, tetapi sambil membumihanguskan kota Bandung agar pihak musuh tidak dapat memanfaatkan kota mereka.
Siapa saja tokoh Bandung Lautan Api?
Bandung Lautan Api dipimpin oleh Mayor Rukana, komandan polisi militer di Bandung.
Mayor Rukana berperan sebagai pemimpin sekaligus pencetus ide pembakaran Kota Bandung.
Gagasan yang disampaikan dalam pertemuan pada 23 Maret tersebut muncul karena Mayor Rukana tidak terima jika Kota Bandung dikuasai oleh Sekutu.
Mayor Rukana mengusulkan agar Kota Bandung diubah menjadi lautan api dan menutup terowongan Kali Citarum di perbatasan barat dengan ledakan dinamit.
Cara ini merupakan upaya terakhir agar Kota Bandung tidak dimanfaatkan sebagai pangkalan militer oleh Sekutu.
Kolonel AH Nasution, yang saat itu menjabat Komandan Divisi III TRI, menyampaikan hasil muyawarah dan memerintahkan masyarakat Bandung mengungsi ke selatan.
Lebih lanjut, AH Nasution yang merealisasikan operasi Bumi Hangus di Kota Bandung.
Selain dua tokoh tersebut, ada Muhammad Toha dan Muhammad Ramdan, dua anggota TRI yang melakukan pengeboman gudang amunisi milik Sekutu.
Pada 24 Maret 1946, TRI dan masyarakat mulai mengosongkan bagian selatan Kota Bandung dan mengungsi ke selatan kota sejauh 11 kilometer.
Gelombang pengungsian semakin membesar setelah matahari tenggelam.
Sebenarnya, TRI merencanakan pembakaran total pada 24 Maret 1945 pukul 24.00, ketika evakuasi warga selesai.
Namun rencana ini tidak berjalan mulus karena pada pukul 20.00, dinamit pertama meledak di Gedung Inside Restaurant di utara alun-alun (sekarang BRI Tower).
Gerakan bumi hangus pun dimulai, di mana rakyat yang hendak meninggalkan rumahnya, lebih dulu membakarnya.
Sebenarnya, beberapa aksi bumi hangus telah dilakukan sejak malam sebelumnya, yakni pada 23 Maret.
Hanya dalam waktu singkat, rumah-rumah dan gedung-gedung di Kota Bandung sudah ditelan lautan api.
Bersamaan dengan itu, TRI melakukan serangan ke wilayah utara sebagai “upacara” pengunduran diri dari Kota Bandung.
Aksi tersebut diiringi kobaran api sepanjang 12 kilometer dari timur ke barat Bandung.
Bandung membara bak lautan api dan langitnya pun memerah.
Peristiwa ini kemudian dikenal dengan sebutan Bandung Lautan Api.
Peristiwa Bandung Lautan Api merupakan aksi heroik yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki harga diri.
Ultimatum untuk meninggalkan kota memang dituruti, tetapi rakyat tidak tunduk begitu saja.
Demi tegak dan eksisnya Indonesia sebagai bangsa bermartabat, rakyat rela membumihanguskan rumah dan kota mereka agar tidak diambil alih Sekutu begitu saja.
Tidak diketahui pasti berapa warga yang saat itu terdampak peristiwa Bandung Lautan Api.
Baik sumber lokal maupun sejarawan Amerika Serikat dan Inggris, memperkirakan sekitar 200.000 hingga 500.000 warga harus dievakuasi dan separuh kota menjadi rata dengan tanah.
Begitulah, padatanggal 23 maret 1946 Sekutu mengeluarkan ultimatum di Bandung yang isinya sebuah ancaman yang kelak melahirkan sebuah peristiwa Bandung Lautan Api.