Intisari-Online.com -Kabupaten Bandung di Jawa Barat diterjang angin topan atau biasa disebut sebagai angin puting beliung, Rabu (21/2).
Akibatnya ratusan rumah dikabarkan rusak.
Lalu bagaimana proses terjadinya puting beliung?
Terkait hal itu,Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memastikan, pusaran angin yang melanda Rancaekek, Kabupaten Bandung, bukan tornado.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Prof Eddy Hermawan mengungkapkan, penjelasan tersebut mengacu pada definisi tornado itu sendiri.
"Memang akan terkesan bahwa kok sama-sama BRIN tapi beda pandangan, ya monggo saja. Bagi saya sendiri, berpedoman kepada apa definisi tornado," tutur Eddy, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (22/2/2024).
Peneliti BRIN Erma Yulihastin dalam cuitannya di X (Twitter), Kamis (22/2/2024) menyebutkan, angin kencang di sejumlah wilayah di Jawa Barat, Rabu sore, tergolong tornado.
“Struktur tornado Rancaekek, Indonesia, dibandingkan dengan tornado yang biasa terjadi di belahan bumi utara Amerika Serikat. Memiliki kemiripan 99,99 persen alias mirip bingits!” tulisnya, Kamis.
"Kami tim periset dari BRIN secepatnya akan melakukan rekonstruksi dan investigasi tornado Rancaekek pada hari ini (21/2). Kronologi foto-foto dan video dari masyarakat dan media sangat membantu periset dalam mendokumentasikan extreme event yg tercatat sebagai tornado pertama ini," twitnya.
Kekuatan tornado jauh lebih dahsyat
Prof Eddy menjelaskan, tornado dan puting beliung merupakan pusaran angin.
Namun, keduanya memiliki kecepatan perputaran yang jauh berbeda.
Fenomena yang diklaim sebagai tornado haruslah memiliki indikasi kekuatan yang sangat dahsyat dengan kecepatan paling tidak sekitar 120 kilometer per jam (km/jam).
"Apakah kemarin angin pusaran sudah termasuk kategori itu? Kalau masih jauh di bawah 100 km/jam masih belum tergolong tornado, indikasi pertama tidak terpenuhi, bukan tornado," jelasnya.
Indikasi kedua, menurut Eddy, sebuah tornado akan berputar dengan kekuatan penuh, baik berputar pada dirinya sendiri maupun bergerak ke kawasan lain yang memiliki tekanan udara rendah.
Dengan demikian, seharusnya ada banyak kawasan yang terkena dampak dari satu tornado, bukan hanya Rancaekek.
"Artinya belum masuk kategori tornado, menurut saya begitu," ungkap Eddy.
Bersumber dari kumpulan awan CB
Indikasi ketiga, menurut Eddy, tornado biasanya dibangkitkan dari kumpulan awan-awan besar penghasil hujan, cumulonimbus (CB), yang disebut sebagai mesoscale convective system (MCS).
Pada kasus Rancaekek, dugaan Eddy, pusaran bersumber dari kumpulan awan besar dari arah lautan selatan dan barat Indonesia menuju kawasan Rancaekek yang punya pusat tekanan udara rendah.
Bahkan, beberapa hari sebelum kejadian, pada Selasa (20/2/2024) dan Senin (19/2/2024), Eddy melihat kumpulan uap air telah menuju kawasan Rancaekek.
"Lokasinya hampir di tengah-tengah Jawa Barat, jadi dia (Rancaekek) ke utara dan selatan itu hampir berimbang," ujarnya.
Dia menduga, rendahnya tekanan udara di kawasan ini disebabkan Matahari berada di belahan Bumi selatan, sehingga pemanasan lebih intensif.
"Jadi lama penyinaran itu lebih panjang, alhasil kawasan ini menerima semua massa uap air menyerang ke Rancaekek pada tanggal 21 Februari 2024," jelasnya.
Namun, tidak semudah itu fenomena pusaran angin di Kabupaten Bandung tersebut digolongkan menjadi tornado.
"Bagaimana evolusi dari MCS atau kumpulan awan-awan tadi sebelum akhirnya dia matang, dia putar, dua curahkan hujan, anginnya," kata Eddy.
"Dan itu hanya bisa dideteksi jika kita punya radar yang resolusi pengamatannya itu tinggi, menitan," sambungnya.
Tornado sering terjadi di lintang tinggi
Di sisi lain, Eddy menjelaskan, pusaran angin di wilayah yang sering dilanda tornado berbeda dengan kawasan Indonesia.
Di belahan Bumi utara seperti Amerika, pusaran angin umumnya bergerak melawan arah jarum jam.
"Kita ini belahan Bumi selatan, pusarannya pun beda. Kalau di belahan Bumi utara dia melawan arah jarum jam, sementara selatan harus searah jarum jam pusarannya itu," lanjutnya.
Tidak hanya itu, fenomena tornado pun umum terjadi di wilayah lintang tinggi, sedangkan Indonesia berada di garis ekuator.
"Berdasarkan apa yang saya amati tadi, saya pastikan ini belum termasuk kategori tornado," ungkap Eddy.
"Jadi tolong dikaji kembali tentang syarat-syarat terbentuknya tornado dan dia (tornado) harus berhadapan dengan laut lepas, ini kan bukan di tepi pantai, tapi di tengah daratan," imbuhnya.
Dampak puting beliung
Sebelumnya dilaporkan, lima kecamatan di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, diterjang angin puting beliung, Rabu (21/4/2024).
Lima kecamatan yang terdampak, yaitu Kecamatan Rancaekek, Kecamatan Cicalengka, dan Kecamatan Cileunyi di Kabupaten Bandung, serta Kecamatan Jatinangor dan Kecamatan Cimanggung di Kabupaten Sumedang.
Kasi Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat, Hadi Rahmat menjelaskan, berdasarkan data sementara, total ada 534 bangunan rusak akibat kejadian ini.
Di Kabupaten Sumedang, ada 13 pabrik dan 10 unit rumah rusak sedang.
Sementara di Kabupaten Bandung, ada 18 bangunan pabrik dan toko terdampak, 223 rumah rusak ringan, 119 rumah sedang, dan 151 rumah rusak berat.
Angin kencang ini juga menyebabkan 12 orang terluka di Kabupaten Sumedang dan 21 orang luka-luka di Kabupaten Bandung.
Proses terjadinya puting beliung
Proses terjadinya angin puting beliung biasanya terjadi ketika musim pancaroba.
Proses terjadinya berkaitan dengan adanya awan cumulonimbus, yang terbagi atas fase tumbuh, fase dewasa, dan fase punah.
1. Fase Tumbuh Awan Cumulonimbus
Pada fase ini, terdapat awan yang di dalamnya memiliki arus kuat yang naik ke atas.
Ketika hujan belum turun, titik-titik air maupun kristal es masih tertahan oleh adanya arus yang naik tersebut sebelum menuju ke puncak awan.
2. Fase Dewasa Awan Cumulonimbus
Pada fase ini, titik-titik air yang sudah tidak tertahan tersebut akan naik ke puncak awan.
Ketika hujan telah turun, maka akan terjadi gaya gesek antara arus udara yang naik dan yang turun.
Adanya temperatur massa udara yang turun menjadi lebih dingin dari udara di sekelilingnya menimbulkan arus geser yang memutar lalu menjadi bentuk pusaran.
Semakin lama, arus udara tersebut akan bergerak semakin cepat hingga akhirnya membentuk sebuah corong yang menyentuh permukaan bumi. Nah, pada saat itulah sebuah angin puting beliung terjadi.
Namun, terkadang angin puting beliung juga muncul disertai hujan deras hingga dapat membentuk pancaran air atau water spout.
3. Fase Punah Awan Cumulonimbus
Pada fase ini, massa udara akan meluas pada seluruh awan, lalu berhenti dan kemudian angin puting beliung pun berakhir.
Hal tersebut karena tidak ada massa udara yang naik hingga kemudian massa udara turun secara meluas di seluruh awan.
Ketika proses kondensasi berhenti, udara yang turun tersebut melemah hingga akhirnya angin puting beliung pun berakhir.
Proses kondensasi adalah proses perubahan uap air atau benda gas menjadi benda cair yang terjadi pada suhu udara di bawah titik embun.
Artikel ini telah membahasbagaimana proses terjadinya puting beliung, semoga bermanfaat.