Intisari-Online.com -Dalam Gerakan Non Blok (GNB) Indonesia adalah pioner.
Lalu apa arti Gerakan Non Blok bagi Indonesia sebagai negara netral dalam politik internasional?
GNB adalahperkumpulan negara-negara di dunia yang memutuskan tidak memihak salah satu kelompok.
Konteks lahirnya GNB adalah ketika itu dunia terbelah menjadi dua kubu.
Ada Blok Barat yang dikomandoi Amerika Serikat, ada Blok Timur yang dikomandoi Uni Soviet--sekarang Rusia.
GNB disebut juga Non-Aligned Movement (NAM).
Ini adalah organisasi internasional yang beranggotakan lebih dari 100 negara di dunia.
Itu mencakup 2/3 anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Semua anggota yang terlibat dalam organisasi ini tidak memihak atau beraliansi dengan blok kekuatan besar mana pun.
Berbicara tentang apa arti GNB bagi Indonesia, pertama-tama kita harus tahu peran Indonesia dalam gerakan tersebut.
Menurut buku Peran Indonesia dalam Gerakan Non-Blok (2020) karya Ahmad Sofyan, dalam GNB, Indonesia berperan sebagai salah satu pelopor pembentukan organisasi ini.
Ide gerakan ini adalah keinginan Indonesia untuk menjadi negara yang merdeka,bebas, dan terhindar dari segala bentuk penjajahan.
Semua pemikiran ini muncul karena kondisi negara berkembang yang baru saja merdeka, khususnya di Asia dan Afrika sangat memprihatinkan.
Bisa dikatakan bahwa peran Indonesia dalam GNB merupakan perwujudan politik luar negeri bebas aktif.
Selain memelopori Gerakan Non-Blok (GNB), Indonesia juga berperan dalam penyelenggaraan KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) GNB di Jakarta pada 1992.
Inilah peran Indonesia dalam GNB:
- Turut meredakan ketegangan di kawasan bekas Yugoslavia pada 1991
- Menjadi Ketua Gerakan Non-Blok pada 1992, di mana Indonesia berupaya menuntaskan masalah utang luar negeri dari negas berkembang miskin
- Memperkuat kerja sama antarnegara anggota, misalnya, Indonesia dan Brunei Darussalam mendirikan Pusat Kerja Sama Teknik Selatan GNB di Jakarta.
Latar belakang GNB
Kata "non-blok" diperkenalkan pertama kali oleh Perdana Menteri India, Nehru, dalam pidatonya pada 1954 di Colombo, Sri Lanka.
Dalam pidato itu, Nehru menjelaskan lima pilar yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk membentuk relasi Sino-India yang disebut Panchsheel (lima pengendali).
Prinsip ini kemudian digunakan sebagai basis dari Gerakan Non-Blok (GNB).
Lima prinsip tersebut adalah:
- Saling menghormati integritas teritorial dan kedaulatan Perjanjian non-agresi
- Tidak mengintervensi urusan dalam negeri negara lain
- Kesetaraan dan keuntungan bersama
- Menjaga perdamaian.
Pendirian GNB terjadi saat diselenggarakannya Konferensi Asia–Afrika (KAA) di Bandung, pada 1955.
KAA berlangsung pada 18–24 April 1955, dan dihadiri 29 kepala negara dan pemerintahan di Benua Asia dan Afrika yang baru merdeka.
KAA ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendalami masalah dunia saat itu, serta merumuskan kebijakan bersama di antara negara baru tersebut dalam dunia internasional.
Konferensi ini kemudian menyepakati “Dasasila Bandung” yang dirumuskan sebagai prinsip dasar penyelenggaraan hubungan dan kerja sama antarbangsa.
Sejak saat itu, proses pendirian GNB semakin nyata, dan dalam proses ini ada banyak tokoh yang berperan penting di dalamnya.
Tokoh tersebut, antara lain Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, Presiden Ghana Kwame Nkrumah, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Presiden Indonesia Soekarno, dan Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito.
Kelima tokoh tersebut kini dikenal sebagai pendiri Gerakan Non-Blok.
GNB berdiri saat diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) I GNB di Beograd, Yugoslavia pada 1–6 September 1961.
KTT pertama ini dihadiri 25 negara, yakni: Afghanistan, Algeria, Arab Saudi, Cyprus, Ethiopia, Ghana, Guinea, India, Indonesia, Irak, Kamboja, Kongo, Kubu, Lebanon, Mali, Maroko, Mesir, Myanmar, Nepal, Somalia, Sri Lanka, Sudan, Suriah, Tunisia, Yaman, dan Yugoslavia.
Dalam KTT I tersebut, negara pendiri GNB bersepakat untuk mendirikan gerakan dan bukan organisasi.
Guna menghindarkan diri dari implikasi birokrasi dalam membangun upaya kerja sama di antara mereka.
KTT I juga menegaskan bahwa GNB tidak diarahkan pada peran pasif dalam politik internasional.
Namun, merumuskan posisi sendiri secara independen yang merefleksikan kepentingan negara anggota.
GNB menempati posisi khusus dalam politik luar negeri Indonesia.
Karena sejak awal terbentuknya, Indonesia memiliki peranan sentral.
KAA menjadi bukti peran dan kontribusi Indonesia dalam memelopori berdirinya GNB.
Secara khusus, Presiden Soekarno juga diakui sebagai tokoh penggagas dan pendiri GNB.
Indonesia menilai GNB penting, karena prinsip dan tujuannya merupakan refleksi dari perjuangan serta tujuan bangsa Indonesia, sebagaimana yang tertulis dalam UUD 1945.
Gerakan Non-Blok (GNB) memiliki tujuan ke dalam, yakni mengatur kerja sama di antara anggotanya, dan tujuan ke luar, yaitu mengatur hubungan dengan dunia luar.
Tujuan ke dalam GNB adalah meningkatkan kehidupan masyarakat di negara-negara anggotanya dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial.
Sedangkan tujuan ke luarnya adalah meredakan ketegangan dunia akibat pertentangan dua negara adidaya, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet, hingga tercipta perdamaian dunia.
Berdasarkan dua tujuan tersebut, fokus utama perhatian GNB adalah:
- Mendukung tercapainya hak untuk menentukan nasib sendiri, kemerdekaan nasional, kedaulatan, dan integritas nasional bagi negara anggota
- Menentang politik apartheid, yaitu diskriminasi berdasarkan warna kulit.
- Tidak memihak pada pakta militer multilateral Berjuang menentang segala bentuk dan manifestasi imperialisme, kolonialisme, neokolonialisme, rasisme, pendudukan dan dominasi asing, serta pelucutan senjata
- Tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain Hidup berdampingan secara damai
- Menolak penggunaan atau ancaman kekuatan dalam hubungan internasional, pembangunan ekonomi-sosial, dan restrukturisasi sistem perekonomian internasional Melakukan kerja sama internasional berdasarkan persamaan hak.
Jadi arti Gerakan Non Blok bagi Indonesia sebagai negara netral dalam politik Internasinal:
- GNB adalah manifestasi sikap politik Indonesia dalam penghadapi gejolak politik di dunia internasional, ketika dunia terbelah menjadi dua: Blok Barat dan Blok Timur.
- Indonesia ingin terlibat dalam perdamaian-perdamaian di dunia
- Dll.