Intisari-online.com - Keluarga Kobus adalah sebuah keluarga berhaluan sosialis di Amsterdam, Belanda, yang sejak awal dikenal mendukung gerakan kemerdekaan Indonesia.
Mien, ibu dari tiga perempuan Kobus, yaitu Betsy, Annie, dan Miny, adalah seorang aktivis yang terlibat dalam gerakan bawah tanah melawan penjajahan Jerman di Belanda.
Dia juga menampung sejumlah pemuda Indonesia yang bekerja untuk perusahaan perkapalan Belanda di rumahnya.
Ketiga perempuan Kobus jatuh cinta pada para pelaut Indonesia yang mereka temui di rumah Mien. Pada 9 Mei 1946, mereka menikah secara massal dengan para pelaut tersebut.
Betsy menikah dengan Djumiran, Annie menikah dengan Djabir, dan Miny menikah dengan Amarie.
Mereka sering mendampingi suami-suami mereka untuk berkumpul bersama pemuda-pemuda Indonesia lain, atau datang ke Institut Kolonial, menonton dan bermain keroncong.
Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, keluarga Kobus merasa senang dan bangga.
Mereka ingin segera berangkat ke Indonesia untuk bergabung dengan perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajahan Belanda.
Baca Juga: Sebab Keruntuhan Kerajaan Kutai, Ditaklukkan 'Saudara' Sendiri?
Namun, rencana keberangkatan mereka terus menerus tertunda karena kapal-kapal Belanda memprioritaskan pengerahan pasukan ke Indonesia.
Akhirnya, pada 6 Desember 1946, kesempatan datang bagi keluarga Kobus.
Mereka berangkat dengan Kapal Weltevreden yang bertolak dari Pelabuhan Rotterdam menuju Pelabuhan Tanjung Priok.
Di kapal itu, mereka bertemu dengan sahabat mereka, Dolly, yang juga menikah dengan seorang pelaut Indonesia bernama Narjo.
Dolly sudah memiliki seorang anak, Narjo, yang berusia 1,5 tahun.
Selama empat minggu dalam perjalanan di kapal, Annie dan Miny sering merawat si Indo kecil itu.
Mereka tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, pada 1 Januari 1947.
Setelah menjalani pemeriksaan paspor dan dokumen-dokumen perjalanan, mereka naik kereta yang dikirim pemerintahan baru Indonesia ke Yogyakarta.
Di sana, mereka disambut oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.
Mien, ibu Kobus, menyerahkan anak-anak perempuannya kepada Soekarno sebagai tanda dukungan mereka kepada Indonesia.
Di Yogyakarta, keluarga Kobus tinggal di sebuah rumah yang disediakan oleh pemerintah Indonesia.
Baca Juga: Rupanya Segini Upah Petugas Pemilu Pertama di Indonesia Tahun 1955 yang Jauh Dari Kata Cukup
Mereka juga terlibat dalam berbagai kegiatan sosial dan budaya, seperti mengajar bahasa Belanda, membantu pengungsi, dan menyanyikan lagu-lagu Indonesia.
Mereka juga menghadapi berbagai tantangan dan bahaya, seperti serangan udara, penangkapan, dan penyiksaan oleh tentara Belanda.
Keluarga Kobus tetap setia kepada Indonesia meskipun mengalami banyak kesulitan dan tekanan.
Mereka bahkan menolak tawaran Belanda untuk kembali ke negeri asal mereka dengan imbalan uang dan fasilitas.
Mereka menganggap Indonesia sebagai tanah air baru mereka, dan merasa sebagai bagian dari rakyat Indonesia.
Kisah keluarga Kobus adalah salah satu contoh dari solidaritas internasional yang terjalin antara Indonesia dan Belanda di masa perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Mereka menunjukkan bahwa cinta dan keadilan bisa mengalahkan kebencian dan penindasan.
Mereka juga menjadi saksi sejarah dari perjuangan rakyat Indonesia untuk meraih kemerdekaan dan kedaulatan.
Semoga artikel ini bisa memberikan Anda gambaran tentang kisah keluarga Kobus yang membela kemerdekaan Indonesia.