Intisari-online.com - Sultan Agung Hanyokrokusumo adalah raja ketiga dari Kerajaan Mataram Islam yang berkuasa dari tahun 1613 hingga 1645.
Ia dikenal sebagai raja yang berhasil membawa Mataram ke puncak kejayaannya dengan memperluas wilayah kekuasaan, mengembangkan kegiatan ekonomi, dan menciptakan budaya kejawen yang kaya.
Dalam artikel ini, kita akan membahas cita-cita terbesar Sultan Agung yang dianggap sebagai ancaman bagi kekuasaan VOC di Batavia.
Cita-Cita Sultan Agung
Sultan Agung memiliki cita-cita untuk menyatukan pulau Jawa di bawah kekuasaan Mataram.
Untuk mewujudkan cita-cita ini, ia melakukan berbagai ekspedisi militer untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan lain di Jawa, seperti Surabaya, Madura, Cirebon, Banten, dan Batavia.
Ia juga mengirim pasukan untuk menguasai daerah-daerah di luar Jawa, seperti Palembang, Jambi, dan Banjarmasin.
Dengan demikian, Sultan Agung berhasil menjadikan Mataram sebagai kerajaan terbesar dan terkuat di Nusantara pada masanya.
Cita-cita Sultan Agung tidak hanya bersifat politik, tetapi juga ekonomi dan budaya.
Kemudian ingin menjadikan Mataram sebagai pusat perdagangan internasional yang mandiri dan tidak bergantung pada bangsa asing.
Ia juga ingin melestarikan dan mengembangkan budaya kejawen yang mencerminkan identitas dan kearifan lokal.
Ia membangun Kota Gede sebagai ibu kota Mataram yang megah dan indah.
Lalu juga mendirikan Masjid Agung Mataram, Kalender Jawa, dan sistem penanggalan Saka.
Beliau juga menciptakan karya sastra seperti Serat Centhini, Babad Tanah Jawi, dan Suluk Wujil.
Baca Juga: Sumber Sejarah yang Menerangkan Berdiri dan Berkembangnya Kerajaan Majapahit
Ancaman Bagi VOC
VOC atau Vereenigde Oostindische Compagnie adalah persekutuan dagang Belanda yang beroperasi di Asia sejak awal abad ke-17.
VOC memiliki kepentingan ekonomi dan politik di Nusantara, terutama dalam hal monopoli perdagangan rempah-rempah.
VOC juga memiliki kekuatan militer yang besar, dengan armada kapal, benteng, dan tentara bayaran yang tersebar di berbagai daerah.
VOC mulai berhadapan dengan Mataram sejak tahun 1621, ketika VOC menolak membantu Mataram menyerang Surabaya.
Hubungan diplomatik kedua pihak pun putus. Keadaan memburuk ketika VOC merebut Jayakarta pada 1619 dan mengubah namanya menjadi Batavia.
Tidak hanya itu, VOC memindahkan pusat pemerintahannya dari Ambon ke Batavia pada 1620.
Pemindahan ini dilakukan karena Batavia dianggap lebih strategis dan berpotensi dalam pengembangan usaha dagang VOC.
Posisi Batavia menjadi penghalang bagi cita-cita Sultan Agung untuk menyatukan Jawa dan menguasai perdagangan.
Selain itu, VOC juga dianggap sebagai ancaman bagi kedaulatan dan kemerdekaan Mataram.
Oleh karena itu, Sultan Agung memutuskan untuk menyatakan perang terhadap VOC dan menyerang Batavia sebanyak dua kali, yaitu pada tahun 1628 dan 1629.
Namun, serangan-serangan ini gagal karena VOC memiliki pertahanan yang kuat, persediaan yang cukup, dan bantuan dari sekutu-sekutunya, seperti Banten dan Inggris.
Baca Juga: Sejarah Singkat dalam Pembentukan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928
Dampak Serangan
Meskipun gagal menaklukkan Batavia, serangan-serangan Sultan Agung memberikan dampak yang signifikan bagi VOC dan Mataram.
Bagi VOC, serangan-serangan ini menguras sumber daya dan keuangan mereka.
VOC juga mengalami kerugian akibat terganggunya aktivitas perdagangan dan pelayaran mereka.
VOC terpaksa mengubah strateginya dari ofensif menjadi defensif, dengan memperkuat pertahanan dan mencari persekutuan dengan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara.
Bagi Mataram, serangan-serangan ini menunjukkan keberanian dan kekuatan mereka dalam menghadapi VOC.
Mataram juga berhasil mempertahankan wilayah kekuasaannya yang luas dan tidak kehilangan banyak pasukan.
Serangan-serangan ini juga meningkatkan prestise dan pengaruh Sultan Agung di mata rakyat dan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara.
Serangan-serangan ini juga menjadi inspirasi bagi perlawanan-perlawanan selanjutnya terhadap VOC dan kolonialisme Belanda di Indonesia.
Cita-cita terbesar Sultan Agung yang dianggap sebagai ancaman bagi kekuasaan VOC di Batavia adalah menyatukan seluruh Jawa di bawah kekuasaan Mataram dan menjadikan Mataram sebagai pusat perdagangan internasional yang mandiri.
Untuk mewujudkan cita-cita ini, Sultan Agung melakukan serangan-serangan ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629.
Meskipun serangan-serangan ini gagal, namun memberikan dampak yang signifikan bagi VOC dan Mataram.
Serangan-serangan ini menunjukkan keberanian dan kekuatan Mataram dalam menghadapi VOC dan menjadi inspirasi bagi perlawanan-perlawanan selanjutnya terhadap kolonialisme Belanda di Indonesia.
Demikianlah, cita-cita terbesar Sultan Agung yang dianggap sebagai ancaman bagi kekuasaan VOC di Batavia.