Konferensi Asia Afrika, Bukti Nyata Cita-Cita Bung Karno untuk Membangun Tatanan Dunia Baru

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Bung Karno diapit dua jenderal Angkatan Darat, AH Nasution (kiri) dan Soeharto. Ketiganya tertawa lebar saat bertemu di Istana Merdeka, Jakarta, tahun 1966. Artikel ini mengulas teori yang menuduh Soeharto dalang dari G30S dan alasan mengapa ia tidak diculik oleh PKI pada 30 September 1965.
Bung Karno diapit dua jenderal Angkatan Darat, AH Nasution (kiri) dan Soeharto. Ketiganya tertawa lebar saat bertemu di Istana Merdeka, Jakarta, tahun 1966. Artikel ini mengulas teori yang menuduh Soeharto dalang dari G30S dan alasan mengapa ia tidak diculik oleh PKI pada 30 September 1965.

Intisari-online.com - Konferensi Asia Afrika (KAA) yang berlangsung pada 18-24 April 1955 di Bandung, Indonesia.

Merupakan sebuah peristiwa bersejarah yang menunjukkan cita-cita Bung Karno, Presiden pertama Republik Indonesia.

Yaitu untuk membangun tatanan dunia baru yang berdasarkan pada prinsip-prinsip perdamaian, kemerdekaan, dan kerjasama antara negara-negara Asia dan Afrika yang baru saja melepaskan diri dari penjajahan.

KAA dihadiri oleh 29 negara yang mewakili lebih dari setengah populasi dunia saat itu. KAA merupakan inisiatif dari lima negara, yaitu Indonesia, India, Myanmar, Pakistan, dan Sri Lanka, yang dikoordinasikan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Sunario.

Tujuan utama KAA adalah untuk mempromosikan kerjasama ekonomi dan kebudayaan Asia Afrika dan melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya.

Bung Karno, sebagai tuan rumah dan pemimpin kelompok NEFOS (Newly Emerging Forces, Kekuatan Dunia Baru), berperan aktif dalam menyusun agenda, menetapkan tema, dan memberikan pidato-pidato penting dalam KAA.

Bung Karno menekankan pentingnya solidaritas, persatuan, dan identitas bersama antara bangsa-bangsa Asia Afrika yang memiliki sejarah, nasib, dan cita-cita yang sama.

Bung Karno juga mengajak para peserta KAA untuk tidak terjebak dalam blok-blok politik yang saling bermusuhan, melainkan menjaga kemandirian dan netralitas dalam hubungan internasional.

Salah satu hasil konkret dari KAA adalah lahirnya Dasasila Bandung, yang berisi sepuluh prinsip mengenai dukungan bagi kerukunan dan kerjasama dunia.

Dasasila Bandung ini memasukkan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB dan prinsip-prinsip Nehru, Perdana Menteri India saat itu.

Dasasila Bandung kemudian menjadi landasan bagi pembentukan Gerakan Non-Blok pada 1961, yang merupakan wadah bagi negara-negara yang tidak ingin terlibat dalam konflik ideologi antara Barat dan Timur.

Baca Juga: Inilah Latar Belakang Terjadinya Peristiwa Rengasdengklok, Benarkah Karena Golonga Muda Yang Tak Sabaran?

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa KAA adalah bukti nyata dari cita-cita Bung Karno untuk membangun tatanan dunia baru yang lebih adil, demokratis, dan harmonis.

KAA juga menunjukkan peran dan pengaruh Indonesia sebagai salah satu negara pemimpin di kawasan Asia Afrika dan dunia.

KAA merupakan warisan berharga bagi bangsa Indonesia dan dunia, yang harus terus dijaga dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman.

Artikel Terkait