Perang Aceh berlangsung dalam tiga tahap, yaitu:
- Tahap Pertama (1873-1874): Belanda menyerang Aceh dengan pasukan yang dipimpin oleh Jenderal J.H.R. Kohler.
Belanda berhasil merebut ibu kota Aceh, Kutaraja (sekarang Banda Aceh), dan mengepung istana sultan.
Namun, Belanda mengalami perlawanan sengit dari pasukan Aceh, yang dipimpin oleh Panglima Polem dan Teuku Umar.
Jenderal Kohler tewas dalam pertempuran, dan Belanda terpaksa mengadakan gencatan senjata dengan Aceh pada tahun 1874.
- Tahap Kedua (1874-1896): Belanda mengirimkan pasukan yang lebih besar dan lebih kuat untuk menaklukkan Aceh, yang dipimpin oleh Jenderal J.B. van Heutsz.
Belanda menerapkan strategi perang gerilya, yang bertujuan untuk memutus jalur komunikasi dan pasokan Aceh, serta membujuk atau memaksa para pemimpin lokal untuk tunduk kepada Belanda.
Belanda juga membangun benteng-benteng dan jalan-jalan di wilayah Aceh, serta melakukan kekejaman terhadap rakyat Aceh, seperti membakar desa-desa, membunuh, dan menangkap tawanan.
Aceh, yang tidak mau menyerah, terus melakukan perlawanan dengan cara melakukan serangan-serangan mendadak, menyergap, dan menyabotase.
Aceh juga mendapat dukungan dari ulama-ulama dan tokoh-tokoh agama, seperti Tengku Cik di Tiro, Tengku Chik Pante Kulu, dan Tengku Muhammad Daud Syah, yang mengobarkan semangat jihad dan menggalang persatuan rakyat Aceh.
- Tahap Ketiga (1896-1904): Belanda mengubah strateginya menjadi lebih lunak dan diplomatis, dengan menawarkan perdamaian dan kerjasama dengan Aceh.
Belanda juga mencoba memecah belah Aceh dengan mengadu domba antara kelompok-kelompok yang berbeda, seperti antara kaum ulama dan kaum adat, antara sultan dan panglima, dan antara daerah pedalaman dan pesisir.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR