Menurut catatan sejarah, seperti dilansir dari Kompas.TV, antara tahun 1790-1808, ada sekitar 2.000 tentara Jerman yang bertugas di Indonesia sebagai Resimen Wuttemburg, yang disewa oleh VOC untuk melawan Inggris.
Pieter dituduh merencanakan pemberontakan terhadap Belanda pada tanggal 1 Januari 1722.
Dia bermaksud membunuh orang-orang Belanda dalam sebuah pesta tahun baru. Namun, tuduhan ini tidak pernah dibuktikan di pengadilan.
Belanda mengklaim bahwa Pieter telah menghasut sejumlah warga pribumi untuk bergabung dengan pemberontakannya.
Di antara mereka, ada tiga orang Jawa dan seorang dari Sumbawa. Salah satu orang Jawa itu adalah Kartadriya, yang memiliki gelar Raden.
Pieter sempat sulit ditangkap, namun akhirnya Belanda berhasil menangkapnya bersama dengan warga pribumi yang lain.
Mereka kemudian dijatuhi hukuman mati yang mengerikan.
Cara yang digunakan untuk menghukum Pieter adalah dengan menarik tubuhnya oleh empat ekor kuda ke arah yang berbeda, sesuai dengan posisi kaki dan tangannya. Tubuhnya pun langsung hancur.
Belum puas dengan itu, Belanda juga memenggal kepalanya dan memasangnya di sebuah monumen di Kampung Pecah Kulit, dekat dengan Stasiun Jakarta Kota saat ini.
Di monumen itu, tertulis sebuah kalimat berbahasa Belanda yang berarti:
"Sebagai kenang-kenang yang menjijikan atas dihukumnya sang pengkhianat: Pieter Erberveld. Karena itu dipermaklumkan kepada siapa pun, mulai sekarang tidak diperkenankan untuk membangun dengan kayu, meletakkan batu bata dan menanam apapun di tempat ini dan sekitarnya: Batavia, 14 April 1722."
Baca Juga: Penjelasan Peristiwa Rengasdengklok Secara Singkat, Dipicu Perbedaan
KOMENTAR