Rencana pembagian ini didasarkan pada kriteria demografi, geografi, dan ekonomi, serta mempertimbangkan hak-hak minoritas di setiap wilayah.
Pihak Yahudi mendapatkan daerah pesisir sekitar Tel Aviv, daerah di sekitar Danau Galilea dan daerah di Gurun Negev.
Baca Juga: Asal-Usul Taman Nasional Komodo, Situs Warisan Dunia yang Menjadi Habitat Komodo
Sementara itu pihak Arab mendapatkan sisa dari Palestina termasuk sebuah enklave kecil Jaffa di sebelah selatan Tel Aviv.
Secara kasar pihak Yahudi mendapat sekitar 55% dari area total tanah sementara pihak Arab mendapatkan 45%.
Rencana pembagian ini diterima oleh para pemimpin Yahudi Palestina, yang menganggapnya sebagai pengakuan internasional atas hak mereka untuk memiliki negara sendiri di tanah leluhur mereka.
Namun, rencana pembagian ini ditolak oleh para pemimpin Arab Palestina, yang menganggapnya sebagai pengkhianatan terhadap janji-janji Britania dan aspirasi mereka untuk bersatu dengan negara-negara Arab lainnya.
Mereka juga menolak untuk memberikan sebagian besar tanah mereka kepada orang-orang Yahudi, yang mereka anggap sebagai pendatang asing yang didukung oleh kekuatan kolonial⁶.
Perang Arab-Israel 1948-1949
Pada tanggal 14 Mei 1948, sehari sebelum berakhirnya mandat Britania, para pemimpin Yahudi Palestina mendeklarasikan berdirinya negara Israel, tanpa menyebutkan batas-batas wilayahnya.
Deklarasi ini segera diakui oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet, serta beberapa negara lainnya.
Namun, deklarasi ini juga memicu perang antara Israel dan negara-negara Arab tetangganya, yaitu Mesir, Yordania, Suriah, Lebanon, dan Irak, yang menyerang Israel dengan tujuan untuk menghapuskan negara baru itu dan membebaskan Palestina.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR