Dia lahir di Istanbul, Turki, pada 31 Agustus 1919 sebagai anak kedua dari Paul Westerling dan Sophia Moutzou.
Meski keturunan Belanda asli, dia lahir dan besar di Turki.
Saat usianya 19 tahun, dia meninggalkan tanah kelahirannya untuk masuk dunia militer.
Pada awal Perang Dunia II, Westerling ikut dalam pasukan Australia di sekitar Timur Tengah, sebelum akhirnya berangkat ke Kanada untuk bergabung dengan pasukan Belanda.
Di Kanada, dia mendapatkan pendidikan dasar militer.
Dalam rangka penyerbuan ke Eropa, Westerling memperoleh latihan khusus di Commando Basic Training Centre di Achnacarry, di Pantai Skotlandia.
Selama di Skotlandia, Westerling mendapat beberapa pelatihan, mulai dari perkelahian tangan kosong, penembakan senyap, membunuh tanpa senjata api, dan masih banyak lainnya.
Karena menguasai ilmu gulat dan membunuh senyap, ia sempat dipercaya untuk menjadi asisten pelatih dengan pangkat kopral.
Namun, pada 1943, Westerling mengundurkan diri dari posisinya itu karena memilih untuk bergabung bersama beberapa sukarelawan Belanda ke India.
Di India, Westerling cukup kecewa karena tidak pernah dikirim ke garis depan medan pertempuran.
Pada 1945, ia diangkat menjadi komandan pasukan khusus, Depot Speciale Troepen (DST) yang berjumlah 120 orang, dan dikirim ke Indonesia.
Pembantaian Westerling Raymond Westerling pertama kali mendarat di Indonesia, tepatnya di Medan, pada September 1945 sebagai anggota KNIL (angkatan perang kolonial Hindia Belanda).
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR