Sejarah Berdirinya Kampung Ketandan, Berawal dari Aturan Belanda Ini

Ade S

Editor

Simak sejarah berdirinya Kampung Ketandan, kawasan Pecinan yang menjadi saksi akulturasi budaya Tionghoa, Keraton dan warga Yogyakarta.
Simak sejarah berdirinya Kampung Ketandan, kawasan Pecinan yang menjadi saksi akulturasi budaya Tionghoa, Keraton dan warga Yogyakarta.

Intisari-Online.com -Anda mungkin pernah mendengar atau mengunjungi Kampung Ketandan, kawasan Pecinan yang terletak di pusat Kota Yogyakarta.

Namun, tahukah Anda bagaimana sejarah berdirinya Kampung Ketandan?

Apa hubungannya dengan pemerintah Belanda dan Sri Sultan Hamengku Buwono II?

Bagaimana pula proses akulturasi budaya yang terjadi di sana?

Artikel ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dan memberikan Anda gambaran tentang Kampung Ketandan yang kaya akan sejarah dan kebudayaan.

Sejarah berdirinya Kampung Ketandan

Kampung Ketandan merupakan kawasan bersejarah yang menjadi saksi akulturasi antara budaya Tionghoa, Keraton dan warga Kota Yogyakarta.

Kawasan ini terletak di pusat Kota, dikelilingi oleh empat jalan, yaitu Jalan Ahmad Yani, Jalan Suryatmajan, Jalan Suryotomo dan Jalan Los Pasar Beringharjo.

Kampung Ketandan sudah menjadi tempat tinggal dan sumber penghidupan masyarakat Tionghoa sejak 200 tahun yang lalu, sehingga menjadi kawasan Pecinan kota Jogja.

Pada akhir abad ke-19, pemerintah Belanda menerapkan aturan pembatasan pergerakan dan wilayah tempat tinggal warga Tionghoa.

Baca Juga: Sejarah Berdirinya Kerajaan Singasari atau Tumapel oleh Ken Arok

Namun dengan izin Sri Sultan Hamengku Buwono II, warga Tionghoa diperbolehkan menetap di tanah yang berada di utara Pasar Beringharjo.

Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan aktivitas perdagangan dan perekonomian masyarakat.

Warga Tionghoa di Kampung Ketandan juga bisa berbaur dengan pedagang pasar Beringharjo, pedagang Malioboro, dan warga Yogyakarta pada umumnya.

Bangunan-bangunan asli di Kampung Ketandan memiliki ciri khas atap berbentuk gunungan dan jangkar di dinding.

Namun seiring waktu, atap-atap tersebut diubah menjadi berbentuk lancip akibat akulturasi budaya Cina dengan budaya Jawa.

Kini Kampung Ketandan tidak hanya diakui sebagai kawasan Pecinan, tetapi juga sebagai daerah cagar budaya.

Pemerintah Kota Yogyakarta mengharapkan agar bangunan bergaya Tionghoa yang sudah rapuh atau bangunan baru yang akan dibangun tetap mempertahankan arsitektur khas Tionghoa.

Demikianlah sejarah berdirinya Kampung Ketandan, kawasan Pecinan yang menjadi saksi akulturasi antara budaya Tionghoa, Keraton dan warga Kota Yogyakarta.

Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan Anda tentang Kampung Ketandan yang memiliki nilai sejarah yang tinggi.

Baca Juga: Sejarah Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai, Kerajaan Islam Pertama di Indonesia

Artikel Terkait