Intisari-online.com - Kerajaan Mataram Islam adalah salah satu kerajaan besar yang berdiri di Pulau Jawa sejak abad ke-16 hingga abad ke-18.
Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Agung, yang berhasil menguasai hampir seluruh Jawa, Madura, Bali, Lombok, dan sebagian Sumatera.
Namun, setelah kematian Sultan Agung pada tahun 1645, kerajaan ini mulai mengalami kemunduran akibat dari perselisihan internal, pemberontakan rakyat, dan campur tangan Belanda.
Salah satu faktor utama yang menyebabkan keruntuhan Kerajaan Mataram Islam adalah Perjanjian Giyanti, yang ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755.
Perjanjian ini merupakan hasil dari Perang Takhta Jawa Ketiga, yang terjadi antara tahun 1749 hingga 1755.
Perang ini dipicu oleh ketidakpuasan Pangeran Mangkubumi, adik dari Sunan Pakubuwana II, yang merasa tidak mendapat bagian yang adil dari kekuasaan Mataram.
Ia kemudian bergabung dengan Raden Mas Said, seorang pemberontak yang mengklaim dirinya sebagai Sultan Mataram, untuk melawan Sunan Pakubuwana III, putra dan pengganti Sunan Pakubuwana II.
Belanda, yang saat itu sudah menguasai sebagian besar pantai utara Jawa melalui VOC (Perusahaan Hindia Timur Belanda), ikut campur dalam perang ini dengan mendukung Sunan Pakubuwana III.
Belanda berkepentingan untuk mempertahankan status quo dan menghindari munculnya kekuatan baru yang dapat mengancam kepentingan perdagangan mereka.
Belanda juga berharap dapat memperoleh konsesi-konsesi dari Sunan Pakubuwana III sebagai imbalan atas bantuan mereka.
Setelah mengalami beberapa kekalahan, Pangeran Mangkubumi akhirnya bersedia berdamai dengan Belanda dan Sunan Pakubuwana III.
Ia menandatangani Perjanjian Giyanti, yang secara resmi membagi wilayah Kerajaan Mataram menjadi dua bagian.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR