Mulai dari naskah kuno, tradisi, budaya lokal, isu keluarga, isu sosial, hingga tema futuristik tentang kecerdasan buatan.
”Di tengah keragaman tema-tema yang menjanjikan itu, cerpen Ihwal Nama Majid Pucuk yang sejatinya mengangkat tema sosial yang sederhana bisa menarik perhatian dengan cara bercerita yang cukup memikat,” ujar M Hilmi Faiq, salah satu anggota Dewan Juri.
Agus berhasil menciptakan hiperteks dalam cerpennya.
Artinya, cerpen tersebut menggambarkan drama kehidupan bertetangga yang juga bisa diartikan sebagai bentuk simulasi kehidupan sosial-politik masyarakat sebuah negara.
Ihwal Nama Majid Pucuk menyindir soal uang tutup mulut, sebuah masalah umum di negeri ini.
”Saya shock sekali, tidak menyangka hari ini cerpen saya terpilih jadi cerpen terbaik Kompas karena banyak karya lain yang saya rasa cukup bagus, sangat sastrawi,” kata Agus.
Agus mengaku, latar belakangnya sebagai wartawan mempengaruhi gaya menulisnya.
Apalagi, tiga tahun ini dia banyak meliput berita-berita kriminalitas. Maka tak heran warna cerpennya belakangan ini agak ”gelap”.
KOMENTAR