"Airnya kamu minum, nasinya kamu makan. Abdikanlah dirimu padanya. Kepada Ibu Pertiwi, Ibu Indonesia."
Dia kemudian menetapkan judul lagu ciptaannya, "Apa salahnya kalau aku namakan Indonesia Raya?" tanyanya pada diri sendiri.
Tanggal 22 Desember 1928 Supratman menulis surat ke pengurus Gedung Perhimpunan Indonesia di Kramat, Jakarta.
Isinya pemberitahuan telah tercipta sebuah lagu yang bersemangat dan berirama mars.
Dia minta diberi kesempatan untuk memperdengarkan lagunya.
"Kalau pun tak dapat dipakai sebagai lagu pergerakan atau kebangsaan, memadailah kalau diperdengarkan," tulisnya.
Dia ingin memperkenalkan lagu barunya di Kongres Pemuda Kedua 28 Oktober 1928.
Lagu Indonesia Raya kemudian diterima sebagai lagu perjuangan, pembangkit semangat dan tersimpan rapat di hati tiap orang.
Salinan lagu itu kemudian dicetak dan habis terjual, hingga mempercepat penyebarannya.
Semua orang sibuk menghafalkannya, tak mau kalah satu dengan yang lain.
Meski begitu, roda kehidupan terus berjalan, kadang WR. Supratman menjadi pusat perhatian namun kadang juga terlupakan.
Wage dua kali menikah, tapi dua-duanya berakhir tanpa meninggalkan keturunan.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR