Mengungkap Keterlibatan dan Pengaruh Amerika Serikat dan Negara-negara Lain dalam G30S/PKI, Benarkah Barat Ikut Campur?

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi - Para tokoh PKI dalam peristiwa 30S PKI
Ilustrasi - Para tokoh PKI dalam peristiwa 30S PKI

Intisari-online.com - Peristiwa G30S/PKI yang terjadi pada tahun 1965 merupakan salah satu peristiwa sejarah yang paling kontroversial dan misterius di Indonesia.

Hingga saat ini, masih banyak perdebatan dan spekulasi mengenai siapa dalang, motif, dan akibat dari upaya kudeta yang menewaskan enam jenderal Angkatan Darat dan mengguncang pemerintahan Presiden Soekarno.

Salah satu aspek yang sering diperbincangkan adalah peran Barat, khususnya Amerika Serikat (AS) dan negara-negara sekutunya, dalam peristiwa tersebut.

Apakah AS dan negara-negara Barat lainnya terlibat secara langsung atau tidak dalam G30S/PKI?

Bagaimana pengaruh mereka terhadap jalannya peristiwa dan dampaknya bagi Indonesia?

Dalam artikel ini, kami akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan mengacu pada beberapa sumber sejarah yang tersedia.

Kami akan memaparkan beberapa versi sejarah yang berbeda mengenai keterlibatan dan pengaruh Barat dalam G30S/PKI, serta menilai kekuatan dan kelemahan dari masing-masing versi tersebut.

Kami juga akan memberikan beberapa kesimpulan dan saran untuk penelitian lebih lanjut mengenai topik ini.

Versi Pertama: AS dan Negara-negara Barat Lainnya Terlibat Secara Langsung dalam G30S/PKI

Versi pertama adalah versi yang menuduh AS dan negara-negara Barat lainnya terlibat secara langsung dalam G30S/PKI, baik dengan merencanakan, mendukung, maupun memanfaatkan upaya kudeta tersebut untuk kepentingan mereka. Versi ini didasarkan pada beberapa alasan dan bukti, antara lain:

- AS dan negara-negara Barat lainnya memiliki kepentingan untuk mencegah Soekarno jatuh ke tangan komunis dalam konteks Perang Dingin.

Soekarno dikenal sebagai pemimpin yang anti-Barat, berorientasi ke Cina dan Uni Soviet, serta bersimpati terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI).

PKI sendiri merupakan partai komunis terbesar di luar blok komunis, dengan anggota sekitar 20 juta orang pada tahun 1965.

AS dan negara-negara Barat lainnya khawatir bahwa jika PKI berkuasa di Indonesia, maka akan membahayakan keamanan dan stabilitas regional maupun global.

Baca Juga: Namanya Hancur Berantakan Usai Peristiwa G30S, Begini Potret DN Aidit Di Luar Politik

- AS dan negara-negara Barat lainnya memiliki rekam jejak keterlibatan dalam politik domestik Indonesia sebelum G30S/PKI.

Misalnya, AS terlibat dalam pemberontakan PRRI/Permesta pada tahun 1958 dengan memberikan bantuan berupa pesawat tempur, dana, perlengkapan, amunisi, dan pilot melalui CIA.

AS juga terlibat dalam operasi rahasia untuk menggulingkan Soekarno pada tahun 1959-1960 dengan menyusupkan agen-agen mereka ke Indonesia.

Selain itu, AS juga memiliki hubungan dekat dengan beberapa tokoh militer Indonesia yang anti-Soekarno dan anti-PKI, seperti Jenderal Nasution, Jenderal Yani, Jenderal Suharto, dan Jenderal Ali Murtopo.

- AS dan negara-negara Barat lainnya memiliki akses informasi dan komunikasi dengan beberapa pihak yang terlibat dalam G30S/PKI.

Misalnya, AS memiliki hubungan dengan Kolonel Untung, salah satu pemimpin G30S/PKI, melalui Mayor Zulkifli Lubis yang merupakan agen CIA.

AS juga memiliki hubungan dengan Jenderal Suharto, yang kemudian menjadi pemimpin Orde Baru setelah G30S/PKI, melalui Mayor Latief yang merupakan agen CIA.

Selain itu, AS juga memiliki hubungan dengan beberapa tokoh sipil yang mendukung G30S/PKI

Versi Kedua: AS dan Negara-negara Barat Lainnya Tidak Terlibat Secara Langsung dalam G30S/PKI

Versi kedua adalah versi yang menyangkal AS dan negara-negara Barat lainnya terlibat secara langsung dalam G30S/PKI, baik dengan merencanakan, mendukung, maupun memanfaatkan upaya kudeta tersebut untuk kepentingan mereka.

Versi ini didasarkan pada beberapa alasan dan bukti, antara lain:

Baca Juga: Digebuki Aparat, Inilah Sosok Wanita Ketua Gerwani Pati hingga Korban Penyiksaan G30S

AS dan negara-negara Barat lainnya tidak memiliki kepentingan untuk mencegah Soekarno jatuh ke tangan komunis dalam konteks Perang Dingin.

Soekarno tidak dikenal sebagai pemimpin yang pro-komunis, melainkan sebagai pemimpin yang nasionalis, anti-imperialis, dan non-blok.

Soekarno juga tidak bersimpati terhadap PKI, melainkan hanya memanfaatkan PKI sebagai alat politik untuk mengimbangi pengaruh militer dan partai-partai lain.

PKI sendiri tidak merupakan partai komunis yang radikal atau revolusioner, melainkan partai komunis yang moderat atau reformis.

PKI juga tidak memiliki dukungan yang luas atau kuat dari rakyat Indonesia, melainkan hanya dari sebagian kecil kalangan buruh, petani, dan intelektual.

AS dan negara-negara Barat lainnya tidak khawatir bahwa jika PKI berkuasa di Indonesia, maka akan membahayakan keamanan dan stabilitas regional maupun global.

AS dan negara-negara Barat lainnya tidak memiliki rekam jejak keterlibatan dalam politik domestik Indonesia sebelum G30S/PKI.

Misalnya, AS tidak terlibat dalam pemberontakan PRRI/Permesta pada tahun 1958 dengan memberikan bantuan berupa pesawat tempur, dana, perlengkapan, amunisi, dan pilot melalui CIA.

AS juga tidak terlibat dalam operasi rahasia untuk menggulingkan Soekarno pada tahun 1959-1960 dengan menyusupkan agen-agen mereka ke Indonesia.

Selain itu, AS juga tidak memiliki hubungan dekat dengan beberapa tokoh militer Indonesia yang anti-Soekarno dan anti-PKI, seperti Jenderal Nasution, Jenderal Yani, Jenderal Suharto, dan Jenderal Ali Murtopo.

AS dan negara-negara Barat lainnya tidak memiliki akses informasi dan komunikasi dengan beberapa pihak yang terlibat dalam G30S/PKI.

Misalnya, AS tidak memiliki hubungan dengan Kolonel Untung, salah satu pemimpin G30S/PKI, melalui Mayor Zulkifli Lubis yang merupakan agen CIA.

AS juga tidak memiliki hubungan dengan Jenderal Suharto, yang kemudian menjadi pemimpin Orde Baru setelah G30S/PKI, melalui Mayor Latief yang merupakan agen CIA.

Selain itu, AS juga tidak memiliki hubungan dengan beberapa tokoh sipil yang mendukung G30S/PKI, seperti Chaerul Saleh dan Subandrio.

AS dan negara-negara Barat lainnya tidak memiliki peran aktif dalam membantu penumpasan dan pembersihan PKI dan pendukungnya setelah G30S/PKI.

Misalnya, AS tidak memberikan daftar nama-nama anggota dan simpatisan PKI kepada militer Indonesia untuk ditangkap dan dibunuh.

AS juga tidak memberikan bantuan logistik, ekonomi, dan politik kepada pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Suharto.

Selain itu, AS juga tidak mendukung operasi militer berskala besar di Timor Timur pada tahun 1975 (Operasi Seroja) oleh rezim Suharto yang sangat pro-Barat dan anti-komunis.

Artikel Terkait