Intisari-online.com - Muso adalah salah satu tokoh komunis Indonesia yang memiliki peran penting dalam sejarah pergerakan nasional.
Ia lahir pada tahun 1897 di Kediri, Jawa Timur, dari keluarga petani miskin.
Ia tidak sempat menyelesaikan pendidikannya di sekolah Belanda karena terlibat dalam aksi protes terhadap pemerintah kolonial.
Kemudian bekerja sebagai buruh pabrik gula dan menjadi aktivis serikat buruh.
Pada tahun 1914, ia bergabung dengan Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV), organisasi sosialis pertama di Indonesia yang dipimpin oleh Henk Sneevliet.
Ia menjadi salah satu pendiri Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1920, bersama dengan Tan Malaka, Alimin, dan Semaun.
Kemudian juga menjadi anggota Volksraad, dewan perwakilan rakyat yang dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda, pada tahun 1927.
Muso adalah salah satu tokoh komunis yang paling radikal dan militan.
Ia mengadvokasi penggunaan kekerasan dan pemberontakan bersenjata untuk mencapai kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda.
Kemudian terlibat dalam berbagai aksi mogok dan demonstrasi yang menentang kebijakan ekonomi dan politik kolonial.
Juga menjadi salah satu pemimpin Pemberontakan Banten pada tahun 1926, yang merupakan salah satu pemberontakan komunis terbesar di Indonesia.
Akibat aktivitasnya yang dianggap subversif, Muso ditangkap oleh pemerintah Belanda pada tahun 1927 dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Ia kemudian dibuang ke Boven Digul, sebuah kamp tahanan politik di Papua.
Di sana, ia bertemu dengan Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan tokoh-tokoh nasionalis lainnya yang juga ditahan karena menentang penjajahan Belanda.
Pada tahun 1936, Muso berhasil melarikan diri dari Boven Digul dan pergi ke Moskow, Uni Soviet.
Di sana, ia mendapatkan pendidikan politik dan ideologi komunis dari Komintern, organisasi internasional yang mengkoordinasikan gerakan komunis di seluruh dunia.
Ia juga menjadi anggota Komite Eksekutif Komintern dan bertanggung jawab atas urusan Asia Tenggara .
Muso kembali ke Indonesia pada tahun 1948, setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
Ia berharap dapat membangun negara sosialis di Indonesia dengan dukungan dari Uni Soviet dan PKI.
Namun, ia mendapati bahwa situasi politik di Indonesia telah berubah.
Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta telah membentuk pemerintahan nasional yang berdasarkan Pancasila, ideologi yang mengakomodasi berbagai aliran politik dan agama di Indonesia.
Muso tidak puas dengan pemerintahan Soekarno-Hatta dan menganggapnya sebagai pengkhianat revolusi.
Baca Juga: Kini Filmnya Dilarang Tayang, Inilah Sosok Sutradara di Balik Pembuatan Film G 30S PKI
Ia juga tidak senang dengan sikap PKI yang bersikap kooperatif dengan pemerintah nasional dan menghentikan aksi-aksi bersenjata.
Kemudian memutuskan untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintah nasional dengan mendeklarasikan Republik Soviet Indonesia di Madiun, Jawa Timur, pada tanggal 18 September 1948 .
Pemberontakan Madiun ini merupakan puncak dari konflik antara sayap kiri dan sayap kanan dalam pergerakan nasional Indonesia.
Pemberontakan ini juga mengancam eksistensi Republik Indonesia yang baru saja merdeka dan masih berjuang melawan agresi militer Belanda.
Pemerintah nasional segera mengirim pasukan untuk menumpas pemberontakan Madiun dan menangkap para pemimpinnya.
Muso berhasil melarikan diri dari Madiun dan bersembunyi di pegunungan.
Ia berusaha untuk melanjutkan perjuangannya dengan membentuk gerilya komunis.
Namun, ia tidak mendapatkan dukungan yang cukup dari rakyat dan anggota PKI.
Ia juga tidak mendapatkan bantuan dari Uni Soviet, yang lebih memilih untuk menjaga hubungan baik dengan pemerintah nasional Indonesia.
Muso akhirnya tewas dalam sebuah baku tembak dengan pasukan pemerintah pada tanggal 31 Oktober 1948 di desa Alastuwo, Kediri.
Jenazahnya kemudian dibawa ke Jakarta dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Musso meninggalkan warisan yang kontroversial dalam sejarah Indonesia.
Bagi sebagian orang, ia adalah seorang pejuang kemerdekaan yang gigih dan berani.
Bagi sebagian lain, ia adalah seorang pengkhianat bangsa yang membahayakan kesatuan dan kedaulatan Indonesia.